Badung, Gempita.co – Unit Pelayanan Teknis keimigrasian yang dipimpin Yasonna H. Laoly ini kembali mendeportasi WNA yang kali ini adalah pria dan wanita berinisial UKAU (24) dan KAMK (19), Rabu (15/11/2023)
Keduanya berkewarganegaraan Uzbekistan yang telah melanggar Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Diketahui UKAU pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia pada tahun 2019 untuk berlibur dan pada bulan Maret 2023 lalu ia datang kembali dengan menggunakan Visa Kunjungan Saat Kedatangan melalui Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta.
Dalam kesempatannya datang ke Indonesia kali ini, UKAU berencana untuk mendirikan perusahaan di Indonesia dan dirinya hendak menggunakan KITAS Investor.
UKAU memakai jasa agensi untuk mengurus perizinan KITAS Investor seperti yang ia harapkan tersebut.
Sambil menyusun perencanaan, UKAU tinggal di Bali dengan kekasihnya yang merupakan WNI beserta beberapa teman Uzbekistan di sebuah villa di daerah Sanur Kauh, Denpasar Selatan.
Untuk memenuhi kehidupan sehari hari, UKAU merogoh koceknya yang ia hasilkan dari marketing trading dan dari hasil perusahaan trading yang ia miliki di Uzbekistan. Sementara itu, upaya UKAU dalam mendapatkan KITAS Investor melalui jasa agensi tampaknya tidak mencapai hasil yang diharapkan.
Setelah satu setengah bulan pengurusan, pihak agensi tidak kunjung memberinya kabar. UKAU pun berusaha untuk menghubungi agensi tersebut dan menerima kabar bahwa saat ini ia dalam keadaan overstay dan diharuskan untuk membayarkan sejumlah uang sebagai akibat overstay tersebut.
Setelah melakukan pembayaran ke pihak agensi, UKAU diminta untuk datang ke Jakarta dan melakukan pembelian tiket kembali ke Uzbekistan. Ia datang ke Jakarta untuk menyelesaikan urusan keimigrasian di kantor Imigrasi Jakarta Barat, namun rencana tersebut batal karena dirinya ada agenda lainnya.
Setelah momen tersebut, dirinya tidak lagi mendapat informasi dari pihak agensi dan ia pun memutuskan untuk kembali ke Bali.
Singkat cerita, ketika UKAU berada di Bali, Imigrasi Denpasar mendatangi kediaman UKAU beserta teman temannya, di sana ia didapati telah tinggal melebihi 153 hari dari izin tinggal yang diberikan kepadanya.
Pada kisah lainnya, KAMK mengaku datang ke Bali pada 26 Mei 2023, bermaksud untuk berwisata dengan menggunakan Visa Kunjungan Saat Kedatangan. Selama di Bali, ia habiskan waktunya untuk berjalan jalan dan belajar membuat blog, videografi, dan industri kreatif lainnya yang menjadi hobinya.
Wanita kelahiran 2004 ini mengaku, saking menikmati waktu liburannya, sampai sampai ia melalaikan ijin tinggal yang diberikan kepadanya. Ia sempat menyadari bahwa dirinya telah overstay beberapa bulan lalu, namun fokus pikirannya hanyalah pada liburan, sehingga ia pun mengabaikannya.
Hingga suatu hari petugas Imigrasi mendatangi villa dimana ia tinggal bersama dengan beberapa orang Uzbekistan lainnya dan memeriksa izin tinggal setiap orang.
Dalam pemeriksaan tersebut, KAMK didapati telah tinggal melebihi izin tinggal yang diberikan selama 123 hari. Pada hari yang sama dan di tempat yang sama, Imigrasi Denpasar mengamankan UKAU dan KAMK serta 3 warga negara Uzbekistan lainnya karena telah melanggar pasal 78 ayat (3) dan dibawa ke kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.
Karena pendeportasian belum dapat dilaksanakan, maka Imigrasi Denpasar memutuskan untuk memindahkan UKAU dan KAMK ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar pada tanggal 3 November 2023.
Setelah 12 hari pendetensian di Rudenim Denpasar, dan telah siap segala administrasi pemulangan, maka dilakukan pendeportasian terhadap UKAU dan KAMK melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada 14 November 2023 pada pukul 19.15 wita dengan tujuan akhir Uzbekistan.
Adapun biaya kepulangan yang timbul berupa tiket penerbangan seluruhnya ditanggung oleh yang bersangkutan.
Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto menjelaskan bahwa proses pendeportasian UKAU dan KAMK dilakukan sesuai SOP Pendeportasian yakni pengawalan hingga pintu pesawat oleh Petugas Rudenim. WNA yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” ungkap Romi.