Jakarta, Gempita.co – Buku hasil karya mantan penasihat keamanan nasional, John Bolton, menyebut bahwa Presiden AS, yakni Donald Trump tengah memohon bantuan kepada Xi Jinping untuk memuluskan jalannya dalam kontestasi pemilu AS mendatang. Dalam buku tersebut ditulis bahwa selama pertemuan dalam KTT G20 tahun lalu, Trump meminta Xi untuk memastikan kemenangan bagi sang petahana.
“Trump… yang menakjubkan, mengalihkan pembicaraan ke pemilihan presiden AS mendatang, menyinggung kemampuan ekonomi China dan memohon kepada Xi untuk memastikan dia (Trump) menang,” tulis Bolton dilansir dari South China Morning Post, Jakarta, Kamis (18/06/2020).
Lebih lanjut, Bolton menjelaskan bahwa Trump mengakui kemampuan ekonomi China. Atas dasar itulah, Trump meminta kepada mitranya itu untuk meningkatkan impor pertanian AS. Merespons tulisan tersebut, Departemen Kehakiman AS mengajukan gugatan terhadap Bolton pada hari Selasa lalu. Hal itu dilakukan untuk menghentikan publikasi dengan alasan bahwa tulisan tersebut melanggar perjanjian nonpengungkapan yang ia tanda tangani sebelum mengambil alih jabatannya pada tahun 2018 silam.
“Trump menekankan pentingnya petani dan meningkatkan pembelian kedelai dan gandum di China dalam hasil pemilihan. Saya akan mencetak kata-kata persis Trump, tetapi proses tinjauan pra-publikasi pemerintah telah memutuskan sebaliknya,” tulis Bolton dalam bukunya.
Pada bagian lain, Bolton menyebut bahwa Trump sudah mencampuradukkan urusan pribadi dan nasional hanya untuk kepentingan politisnya di ajang pemilu AS.
“Percakapan Trump dengan Xi tidak hanya mencerminkan ketidakcocokan dalam kebijakan perdagangannya, tetapi juga pertemuan dalam pikiran Trump tentang kepentingan politiknya sendiri dan kepentingan nasional AS. Trump mencampuradukkan masalah pribadi dan nasional tidak hanya pada masalah perdagangan tetapi di seluruh bidang keamanan nasional,” katanya lagi.
Para analis menilai, pengungkapan Bolton merusak citra seorang presiden yang menggembar-gemborkan keterampilannya sebagai negosiator yang tangguh dan berkampanye dalam beberapa bulan terakhir tentang sikap garis kerasnya terhadap China.
“Ini dapat merusak salah satu poin kuat dari kampanye Trump dan kritiknya terhadap China selama beberapa bulan terakhir, yang telah menjadi pendekatan yang efektif,” kata Charles Franklin, profesor hukum dan kebijakan publik di Marquette Law School di Wisconsin dan direktur operasi pemungutan suara sekolah.