Jakarta, Gempita.co – Naiknya tarif 8 ruas tol mulai Minggu (17/1/2021), termasuk tol Trans-Jawa mendapat sorotan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, meski terus mengalami kenaikan taraif, namun tidak disertai perbaikan oleh operator jalan tol.
“Setiap kenaikan tarif tol yang pertama harus digaris bawahi ini adalah inkonsistensi standar pelayanan minimum atau SPM, itu implementasinya selalu saja kurang pas. Bisa jadi yang baru naik ini juga sama,” kata Tulus dilansir dari detikcom, Minggu (17/1/2021).
Tulus mengatakan, masalah yang sering tidak mengalami perbaikan usai tarif tol naik mulai dari antrean panjang di loket pembayaran hingga kualitas jalan berlubang yang tak kunjung mengalami perbaikan.
“Misalnya soal antrean di loket pembayaran, soal kecepatan rata-ratanya, kualitas jalannya masih banyak yang berlubang atau bergelombang juga. Jadi SPM ini jangan cuma jadi klaim operator saja,” ujar Tulus.
Ia menilai agar kenaikan tarif jalan tol sesuai dengan kualitas pelayanan bagi masyarakat, mestinya ada audit dari pihak independen untuk menilai apakah SPM benar-benar mengalami perbaikan kualitas atau tidak.
“Seharusnya sih ada audit dari pihak independen, agar fair melihat mereka para operator ini patuhi soal SPM itu atau tidak,” kata Tulus.
Secara rinci, kenaikan tol tarif mulai dari ruas JORR, Cipularang, Padaleunyi Palimanan-Kanci, Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Semarang A, B, C dan Surabaya-Gempo.
Kenaikan tarif tol baru berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kenaikan tarif disebut guna menjamin para Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) untuk meningkatkan pelayanan dan sebagai wujud kepastian pengembalian investasi.