Gempita.co – Saat internet kian menjadi cara yang lazim bagi para sejoli untuk saling bertemu di belahan dunia manapun dalam dua dekade terakhir, pacaran selama pandemi ini telah mengalami sejumlah perubahan karena ada hambatan untuk bertemu dan jalan-jalan.
Berbagai aplikasi kencan mengalami peningkatan jumlah anggota di seluruh dunia pada 2020. Aplikasi Hing, salah satunya, jumlah unduhannya naik 82%.
Banyak orang pun kini menghabiskan lebih banyak uang untuk mengunjungi aplikasi kencan, menurut lembaga konsultan We Are Social, yang menemukan bahwa Tinder akhir tahun lalu berada di atas TikTok dan Netflix dalam hal pengeluaran penggunanya.
Namun menurut sejumlah perusahaan jasa kencan mengungkapkan bahwa beberapa survei mengungkapkan perubahan lainnya.
Mereka menemukan bahwa bahkan di tempat-tempat yang secara teknis masih sulit untuk bertemu secara langsung – meski secara sosial berjauhan – ada peningkatan jumlah pengguna aplikasi untuk memilih menunda pacaran secara langsung dan malah memilih berkontak dahulu secara daring dengan calon jodoh mereka untuk sekian lama.
Tren itu, bagi para pakar, didorong oleh bertambahnya penggunaan sambungan lewat video (video calls), sehingga dari situ muncul istilah Zoomancing.
“Cara yang lama dan biasa, yaitu bertemu secara langsung sudah sulit dilakukan, keinginan orang-orang untuk bertemu seseorang dan berkontak memang belum berakhir,” kata Hayley Quinn, seorang instruktur kencan dan pembicara TedX, kepada BBC.
“Namun di masa pandemi ini mendorong tren Zoomancing, yang mana orang-orang ingin cari tahu satu sama lain lebih baik lagi, sebelum berkomitmen untuk pergi pacaran secara langsung.”
Orang-orang kini menikmati percakapan yang lebih bermakna lewat video, kata pakar bernama Helen Fisher.
Kalangan pakar perkencanan yakin bahwa pembatasan kehidupan sosial telah memberi peluang bagi orang-orang untuk berkaca lebih jauh mengenai cara mereka membangun hubungan.
Helen Fisher, paker antropologi biologis dan ketua penasihat ilmiah perusahaan Match.com, yakin bahwa ada penguatan tren yang dia sebut “cinta pelan-pelan.”
“Saya sudah mensurvei kaum lajang di AS selama bertahun-tahun. Sebelum pandemi, hanya 6% yang menggunakan percakapan video. Kini sudah dilakukan oleh satu dari lima kaum lajang,” jelasnya.
“Orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dan mereka menikmati percakapan yang lebih bermakna, lebih jujur, transparan, dan membuka diri.”
Menurut Quinn, data dari sejumlah survei menunjukkan bahwa bahkan saat pandemi berakhir, “banyak orang mengaku ingin tetap melanjutkan dengan komunikasi lewat video”
Data Tinder.com.menyebutkan lebih dari 65% pengguna yang mencoba fitur chat video sejak digulirkan secara global pada Oktober lalu mengaku akan menggunakannya lagi.
Sebagai sumber, video sudah menjadi alat pemeriksa yang Fisher yakini tidak akan ditinggalkan saat kehidupan kembali berjalan normal.
Sumber: BBC.com