Washington, Gempita.co – Setelah badan intelijen AS mengungkapkan bahwa Mohammed bin Salmen bertanggung jawab secara langsung atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi, Presiden AS Joe Biden (Senin 2/3/2021) memutuskan untuk tidak menjatuhkan sanksi secara pribadi kepada putra mahkota Arab Saudi
Sejauh ini, Amerika Serikat (AS) menuding pengawal pribadi Mohammed bin Salman dan mantan pejabat intelijen senior terlibat atas pembunuhan mengerikan terhadap kolumnis Washington Post itu pada 2018, dan AS kini telah melarang 76 orang Saudi memasuki negara itu.
Tetapi otoritas Biden menahan diri untuk tidak menjatuhkan hukuman pada orang yang menurut Direktur Intelijen Nasional AS sebagai penyebabnya.
Keputusan untuk menahan diri memasukkan bin Salman ke dalam daftar hitam diambil karena AS tidak ingin memberikan sanksi kepada kepala negara yang memiliki hubungan diplomatik, kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan.
“Ada area di mana memiliki hubungan penting dengan Arab Saudi: berbagi informasi intelijen, juga membantu mempertahankan diri dari ancaman dan serangan roket yang mereka peroleh dari aktor jahat tepat di depan pintu mereka,” kata Psaki.
“Diplomasi global mengharuskan negara-negara meminta pertanggungjawaban saat dibutuhkan, tetapi juga bertindak untuk kepentingan nasional Amerika Serikat,” imbuh dia.
Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden AS Joe Biden memiliki “hak untuk mengambil tindakan pada waktu dan cara yang kita pilih” terhadap penguasa Arab Saudi.
Sangat jarang AS memberikan sanksi kepada seorang pemimpin dunia, kecuali Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Presiden rezim Suriah Bashar al-Assad dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un yang termasuk di antara mereka yang telah masuk daftar hitam AS.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei juga telah masuk ke dalam daftar hitam tersebut, meski dia bukan kepala negara.
AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan semua pemerintah tersebut.
Psaki mengatakan pemerintahan Biden mengambil tindakan terhadap pejabat Saudi, tetapi bukan terhadap bin Salman, setelah tim keamanan nasional AS memutuskan bahwa itu adalah cara terbaik untuk mencegah pembunuhan para oposisi di masa depan.
“Tujuan kami adalah untuk mengkalibrasi ulang hubungan, mencegah hal ini terjadi lagi, dan menemukan cara, seperti yang masih ada, untuk bekerja sama dengan otoritas,” kata dia.
Khashoggi dibunuh secara brutal dan kemungkinan besar dipotong-potong di dalam konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober 2018, dan sementara pejabat Saudi awalnya menyangkal peran apa pun dalam kematiannya, mereka kemudian berusaha menyalahkan operasi brutal yang gagal.
Mantan Presiden AS Donald Trump secara konsisten berusaha melindungi pemimpin Saudi dari dampak di tengah protes yang meluas dengan memblokir rilis laporan CIA.
Meski sudah merilis laporan itu, pemerintahan Biden mengatakan hubungan dengan Arab Saudi akan terus berlanjut tanpa gangguan.
Dirilis pada Jumat, laporan rahasia dari Direktur Intelijen Nasional (DNI) menyimpulkan bahwa penguasa de facto Kerajaan “menyetujui” operasi di Istanbul untuk “menangkap atau membunuh” Khashoggi.
“Kami mendasarkan penilaian ini pada kendali Putra Mahkota atas pengambilan keputusan di Kerajaan, keterlibatan langsung penasihat utama dan pengawal Muhammad bin Salman dalam operasi tersebut, dan dukungan Putra Mahkota untuk menggunakan tindakan kekerasan guna membungkam para oposisi di luar negeri, termasuk Khashoggi, “kata laporan itu.
“Sejak 2017, Putra Mahkota memiliki kendali mutlak atas organisasi keamanan dan intelijen Kerajaan, sehingga sangat tidak mungkin pejabat Saudi akan melakukan operasi seperti ini tanpa izin Putra Mahkota,” tambah laporan.
Sumber: anadolu agency