Sulap Lele Jadi Abon dan Keripik, KKP Latih Masyarakat Kaltara Optimalkan Hasil Budidaya

Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mendorong ekonomi masyarakat guna membangkitkan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19. Untuk itu, KKP melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan (BP3) Bitung hadir memberikan pelatihan pengolahan ikan lele bagi 60 pembudidaya, pengolah, dan pemasar ikan di Kota Tarakan dan Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara pada 15-16 Maret 2021.

Hadir membuka pelatihan ini Anggota DPD RI perwakilan Kalimantan Utara, Hasan Basri, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslaltuh KP), Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Dinas Perikanan Kab. Malinau, Sofyan, Kepala Bidang Budidaya Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Tarakan, Asmuni; dan Kepala BP3 Bitung, Ahmad Ridhloudin beserta jajaran instruktur dan penyuluh.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Kepala Puslatluh KP Lilly Aprilya Pregiwati menyebut, lele tengah digemari oleh masyarakat sehingga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai usaha olahan. Meskipun begitu, sebagian masyarakat masih enggan mengonsumsinya karena lele yang distigmakan identik dengan budidaya yang kurang higienis.

“Oleh karena itu, kami akan memberikan materi multi dari Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) sebelum kemudian diolah. Bagaimana memberikan pakan lele tidak dengan ayam tiren dan sebagainya. Sanitasi dan higienitas itu menjadi satu hal yang harus dipastikan dalam mengolah lele supaya cita rasanya berbeda dan tidak mengurangi gizinya,” ungkapnya.

Untuk itu, dalam kesempatan kali ini para peserta dibekali dengan berbagai materi yang mendukung. Beberapa di antaranya yaitu penerapan prinsip sanitasi dan higienitas dalam proses pengolahan serta penanganan ikan dengan teknik yang baik dan benar untuk mempertahankan mutu ikan.

“Menariknya, bapak/ibu juga dibekali dengan materi cara membuat diversifikasi olahan ikan lele berupa abon dan keripik lele dengan zero waste. Selain itu, tentu kita juga akan lengkapi dengan cara mengemas produk hasil perikanan dengan teknik yang benar hingga bagaimana cara menganalisa usahanya,” lengkap Lilly.

Ditemui secara terpisah, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja menjelaskan, wilayah Malinau dan Tarakan sangat potensial bagi usaha budidaya maupun pengolahan ikan air tawar karena dikelilingi oleh begitu banyak sungai-sungai besar.

Kota Tarakan sendiri terdiri dari dua pulau yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau dengan luas wilayah mencapai 254,18 km2, dimana 98,22% atau 249,65 km2 berupa daratan dan sisanya sebanyak 1,78% atau 4,53 km2 berupa lautan. Terlebih, wilayah ini bertetangga dengan Negeri Jiran, Malaysia.

“Potensi perikanannya ini besar sekali,” ujarnya.

Ia menyampaikan, pengembangan budidaya dan pengolahan lele ini sejalan dengan salah satu program prioritas Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk mengembangkan kampung-kampung perikanan budidaya, termasuk kampung lele.

“Kita ingin memastikan bahwa lele ini bisa terus tersedia dari hulu ke hilir. Jadi kalau nanti masyarakat Tarakan dan Malinau sudah suka makan olahan ikan lele, tentunya kita harus pastikan bahwa bakan baku ikannya akan terus ada. Harus kita pastikan bahwa induk-induk dan benih-benih unggul terus tersedia untuk dibudidayakan maupun diolah,” jelasnya.

Anggota DPD RI Hasan Basri menyatakan bahwa hal tersebut akan didukung oleh 2 unit stasiun penampungan ikan yang akan dibangun di sekitar wilayah Kalimantan Utara dalam waktu dekat.

“Mudah-mudahan ini tidak masuk dalam refocusing anggaran. Dengan adanya pembangunan ini, kami berharap pembangunan di Kalimantan Utara ini bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.

Ia pun meminta agar pemerintah daerah Kota Tarakan maupun Kab. Malinau memberikan usulan-usulan detail tentang program-program prioritas yang dibutuhkan agar dapat dioptimalkan bersama pemerintah pusat, dalam hal ini KKP.

Terkait pelatihan pengolaah lele yang diberikan kali ini, ia berharap agar ke depannya KKP terus memberikan pelatihan yang lebih beragam bagi masyarakat. Ia menyebut, Kalimantan Utara memiliki produksi perikanan cukup besar dengan kurang lebih 300.000 hektare lahan.

“Produk utamanya udang windu dan komoditas perikanan lainnya. Nah, ini harus diperhatikan. Jangan hanya lele tapi juga ikan yang value-nya lebih tinggi,” pesannya.

Mendukung UMKM

Adapun Kepala Dinas Perikanan Kota Tarakan menyambut baik kegiatan ini. Ia menyebut, pengembangan budidaya dan pengolahan perikanan sejalan dengan visi misi daerahnya untuk mendukung ekonomi lokal, utamanya usaha mikro, kecil, dan menengah.

Ia mengungkapkan, terdapat sekitar 5.500 KBLI UMKM yang 3.000 usaha di antaranya bergerak di sektor pengolahan berbagai komoditas olahan ikan. Salah satunya yaitu bandeng cabut duri yang menjadi produk unggulan dan telah menembus pasar ekspor.

“Kegiatan hari ini diharapkan bisa kontinu. Tidak saja pada produk lele tapi juga produk perikanan lainnya. Masyarakat memang masih sangat perlu menerima pelatihan,” pungkasnya.

Cegah Pengawet Berbahaya Lewat Asap Cair
Tak hanya melatih pengolahan produk perikanan, KKP juga memberikan pelatihan pengawetan produk olahan dengan bahan alami yang aman. Pasalnya, penggunaan bahwa pengawet berbahaya kerap kali menjadi kekhawatiran masyarakat dalam membeli produk olahan. Untuk itu, pada Jumat (12/3), BP3 Ambon menggelar Pelatihan Pembuatan Filter Asap Cair secara daring.

Tercatat sebanyak 112 peserta dari 28 provinsi di seluruh Indonesia mengikuti pelatihan ini. Beberapa di antaranya yakni dari Jawa Timur, NTT, Bali, Sumatera Barat, Papua, dan Riau.

Mengatasi Penggunaan Pengawet

Kepala BP3 Ambon Abubakar menyebut, pelatihan ini menjadi salah satu upaya KKP dalam mengatasi penggunaan pengawet olahan produk perikanan berbahaya seperti boraks dan formalin. Asap cair merupakan cairan kondensat hasil pirolisis tempurung kelapa yang mengandung senyawa penyusun utama asam, fenol, dan karbonik.

“Hal ini menjadikannya bahan alami yang cocok digunakan sebagai pengawet pada makanan. Asap cair mengandung anti bakteri yang bisa memperpanjang ketahanan produk pangan, termasuk olahan ikan,” ucapnya.

Terlebih, ia menyebut bahwa bahan baku yang berasal dari tempurung kelapa sangat cocok digunakan oleh para pengolah prduk perikanan yang tinggal di daerah pesisir. “Banyaknya limbah tempurung kelapa di daerah pesisir bisa kita manfaatkaan menjadi asap cair,” ujar Abubakar.

Meskipun begitu, diperlukan teknik khusus agar hasil pembakaran tempurung kelapa ini tidak bercampur dengan kadar tar yang tinggi. Ia mengungkpakan bahwa selama ini proses pembuatan asap cair yang dimulai dari pembakaran tempurung kelapa menggunakan tungku atau pirolisator sehingga kualitas asap cair yang dihasilkan masih kurang baik atau setara dengan grade C.

“Kita perlu menggunakan teknologi untuk menyaring asap cair ini supaya hasilnya lebih jernih dan bau asapnya pun tidak terlalu menyengat. Dengan begitu, kita bisa aplikasikan ke produk pangan perikanan,” ucapnya.

Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengolah perikanan di seluruh masyarakat untuk menggunakan asap cair berkualitas sebagai bahan pengawet alami produknya.

Sangat Ekonomis

Salah satu peserta asal Batam, Adiniyah Putri, menyatakan bahwa pelatihan ini menambah rasa percaya dirinya untuk mengembangkan usahanya ke depan. Ia menilai, sistem filtrasi tak hanya ramah lingkungan, namun juga sangat ekonomis dari segi biaya.

“Rencananya, saya akan mengembangkan usaha ke depan setelah mengikuti pelatihan ini. Selain untuk memenuhi kebutuhan (hidup) kami sekeluarga, juga untuk membantu keluarga sekitar Kota Batam, terutama yang memiliki potensi pengolahan arang kelapa yang selama ini belum dapat memaksimalkan nilai ekonominya dari hulu ke hilir,” ungkap ibu rumah tangga yang sehari-hari berkecimpung di usaha budidaya ikan air tawar milik keluarganya.

“Asapnya yang selama ini memiliki dampak lingkungan, ternyata kali ini kita diajarkan bahwa asapnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dengan filtrasi yang sederhana, asap cair yang tadinya hanya untuk penggumpal karet setara grade C bisa kita manfaatkan jadi grade A yang punya nilai ekonomi yang sangat tinggi,” tambahnya.

Sebagai informasi, KKP melalui Puslatluh KP tengah terus mendorong peningkatan kompetensi masyarakat melalui pelatihan SDM dalam rangka mendukung program prioritas Menteri Trenggono. Sejalan dengan itu, BP3 Ambon juga turut memberikan Pelatihan Merakit Jaring Insang Dasar bagi 178 peserta dari 27 provinsi di Indonesia secara online pada Senin (15/3). Kedepan, KKP akan terus meningkatkan ragam pelatihan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sumber: Humas BRSDM

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali