Jakarta, Gempita.co – Pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) merancang substansi peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dalam bentuk Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) tentang Standar Kegiatan Usaha dan/atau Standar Produk Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada Sektor Kelautan dan Perikanan.
Direktur Jenderal PRL, TB Haeru Rahayu menjelaskan rancangan Permen KP tersebut dipastikan segera terbit untuk mempercepat implementasi arahan Presiden dalam penataan regulasi dan ekonomi.
“Ditjen PRL sebagai unit kerja yang menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan ruang laut, pengelolaan konservasi dan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, berpartisipasi dan berkontribusi secara aktif dalam menyiapkan Standar Kegiatan Usaha dan/atau Standar Produk Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, khususnya pada bidang Pengelolaan Ruang Laut,” ujar Tebe.
Lebih lanjut Tebe menambahkan melalui kegiatan Konsultasi Publik yang diselenggarakan di Jakarta Senin, (29/3/2021), pihaknya ingin menjaring masukan dan pandangan para pemangku kepentingan mengenai standar kegiatan usaha dalam pengelolaan ruang laut.
“KKP memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat khususnya para pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan usulan dalam penyiapan dan perumusan Standar Kegiatan Usaha dan/atau Standar Produk Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Bidang Pengelolaan Ruang Laut,” tegas Tebe.
Selain KKP, proses penyusunan dan pembahasan standar perizinan berusaha tersebut juga melibatkan Sekretariat Kabinet (Setkab), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Standardisasi Nasional (BSN) serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Sementara itu, Sekretaris Ditjen PRL Hendra Yusran Siry pada forum konsultasi publik yang diselenggarakan oleh Ditjen PRL menjelaskan berdasarkan hasil analisis risikonya sebagian besar perizinan berusaha bidang pengelolaan ruang laut memiliki tingkat risiko Menengah Rendah (MR), Menengah Tinggi (MT), dan Tinggi (T).
Delapan (8) kegiatan usaha yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis risikonya meliputi: Standar Kegiatan Usaha Pemanfaatan Hasil Penangkapan/Pengambilan Jenis Ikan yg Dilindungi dan/atau Termasuk dalam Appendiks CITES, Standar Kegiatan Usaha Pemanfaatan Hasil Pengembangbiakan Jenis Ikan yg Dilindungi dan/atau Termasuk dalam Appendiks CITES, Standar Kegiatan Usaha Aktivitas Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Standar Kegiatan Usaha Penggalian Pasir untuk Pemanfaatan Pasir Laut, Standar Kegiatan Usaha Penyiapan Lahan untuk Pelaksanaan Reklamasi, Standar Kegiatan Usaha Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis Lainnya YTDL (yang tidak diklasifikasikan), Standar Kegiatan Usaha Wisata Tirta Lainnya, Standar Kegiatan Usaha Penampungan, Penjernihan dan Penyaluran Air Minum, Standar Kegiatan Usaha Penampungan dan Penyaluran Air Baku, Standar Kegiatan Usaha Ekstraksi Garam, Standar Kegiatan Usaha Real Estat yang Dimiliki Sendiri atau Disewa, Standar Produk Rekomendasi Impor, serta Standar Produk Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dengan Luas di Bawah 100 kilometer persegi.
Pada konsultasi publik yang dihadiri oleh hampir 300 peserta yang berasal dari berbagai pemangku kepentingan, Direktur Pengembangan Sistem Perizinan Berusaha BKPM, Edy Junaedi menerangkan proses perizinan kegiatan berusaha diubah dari berbasis izin ke risiko yang terbagi menjadi risiko rendah, risiko menengah rendah, risiko menengah tinggi dan risiko tinggi.
Persyaratan dasar perizinan berusaha mengintegrasikan dan menyederhanakan sejumlah UU yang mengatur persyaratan dasar Perizinan Berusaha.
“Sektor kelautan dan perikanan pada PP Nomor 5 Tahun 2021 memiliki subsektor diantaranya pengelolaan ruang laut, penangkapan ikan, pengangkutan ikan, pembudidayaan ikan, pengolahan ikan dan pemasaran ikan,” ujar Edy.
Sedangkan mengenai implementasi perizinan berusaha, Direktur Penguatan Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Heru Suseno menegaskan bahwa penerapan perizinan berusaha berbasis risiko menggunakan prinsip “trust but verify”.
Prinsip ini digunakan untuk menentukan jenis perizinan berusaha dan intensitas pengawasan. Perizinan berusaha dan pengawasan merupakan paket instrumen pemerintah dalam rangka pengaturan kegiatan usaha agar berjalan dengan baik.
Sumber: HUMAS DITJEN PENGELOLAAN RUANG LAUT