Jakarta, Gempita.co – Dengan berbagai parameter elektabilitas Puan Maharani sangat layak menjadi Presiden Republik Indonesia.
Jika diukur dari variabel elektabilitas seperti kapabilitas, integritas dan populeritas, elektabilitas Puan Maharani berpeluang besar, punya modalitas yang cukup bertanding di Pilpres 2024-2029, bukan hanya karena trah Soekarno, tapi karena capaian kepemimpinan dirinya selama ini.
Akademisi dari Universitas Islam As-Syafi’iyah, Bambang Haryanto, menilai Puan Maharani sudah sangat layak diusung sebagi Capres, “PDI-P harus bangga punya kader seperti dia, bukan kader kaleng-kaleng, peluang menang juga besar jika ditangani secara benar”
“Jika kita melihat rekam jejak dan fakta, Puan bukan kader karbitan atau orbitan, punya sejumlah kriteria yang dibutuhkan. Dari aspek kapabilitas Puan sudah pada level kepemimpinan nasional. Menjadi Menko sudah, berkarir di parlemen mulai dari anggota, ketua fraksi dan sekarang menjadi perempuan pertama Ketua DPR RI. Sudah pada level puncak di eksekutif maupun legeslatif. Ini bukan cuma prestasi tapi prestisius. Tidak mudah untuk mencapai level ini ”
“Saya melihat Puan seperti Halimah Yacob. Karirnya hampir sama, berasal keturunan Minang pula. Bedanya kalau Halimah Yacob kini Presiden Singapura. Bukan tidak mungkin Puan Presiden 2024-2029.”
Ketika ditanya mengapa begitu optimis, sementara sejumlah hasil survey Puan tergolong rendah, Bambang Haryanto yang juga seorang Wakil Rektor menjelaskan.
“Tidak elok saya mengevaluasi survey, itu produk akademis meski bukan tanpa cela, tapi mungkin karena itu yang saya lihat PDI-P masih kurang yakin. Sehingga isu pencapresan memunculkan dua spekulasi yang arahnya menurut Saya bisa keliru.
“Pertama; Puan akan dipasangkan dengan Prabowo Subianto ; Kedua; PDIP akan mengusung calon kandidat lain, satu diantaranya adalah yang didengungkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, meski tentu ini bukan sesuatu yang haram.”
“Pertanyaan mendasar yang perlu diajukan atas dua “isu” tersebut adalah, atas dasar apa Puan dicalonkan hanya sebagai calon Wapres mendampingi Prabowo Subianto, mengapa tidak sebaliknya? Hanya karena ingin memenuhi perjanjian Batu Tulis-kah? Prabowo memang Menteri tapi bukan Menko, tidak punya pengalaman di Parlemen meski ketua umum, Gerindra memang partai besar tapi PDI-P yang terbesar”
“Kemudian apakah karena pertimbangan beberapa survey yang mengunggulkan Ganjar Pranowo sehingga PDI-P seperti terasa ragu untuk menghadirkan Puan?”
“Mudah-mudahan karena ada kalkulasi lain yang menjadi alasan strategis bagi PDI-P untuk tidak terlalu dini mencapreskan Puan? Sebab memang 2024-2029 adalah momentum bagi trah Soekarno untuk melanjutkan kepemimpinan nasional dan apakah akan tetap menjadi pengendali PDI-P untuk waktu-waktu selanjutnya. Ini tentu pertaruhan besar yang harus dihitung cermat. Suksesi juga jadi faktor pertimbangan”
“Terkait kapabilitas Puan dan survey, tentu menjadi pertanyaan yang relevan ditujukan sebagai calon, tapi pilihan publik by desgn seringkali digiring oleh; penciptaan opini, pencitraan dan survey untuk menghadirkan figur tertentusebagai pilihan bakal calon diluar Puan Maharani, padahal cipta kondisi seperti ini hanya menciptakan elektabilitas semu dan sekedar untuk mempengaruhi keputusan Partai dalam hal Pencapresan.”
“Menghadirkan calon tentu melalui asesmen dan penelitian rekam jejak bakal calon, untuk menghadirkan elektabilitas yang genuine. Diperlukan kematangan alami dan bukan karbitan.”
“Penciptaan emosi dan keyakinan personal pemilih dan pendukung memang perlu, bagi PDI-P bukan sesuatu yang sulit karena sudah menjadi basis, tapi untuk menciptakan loyalitas total harus berdasar rasionalitas dan pertimbangan elektabilitas yang parameternya adalah; kapabilitas, integritas dan populeritas secara seimbang.”
“Kapabilitas dan integritas sebagai tolak ukur elektabilitas bersifat kualitatif seringkali marginal, sementara sistem informasi pemilu tidak cukup menyediakan informasi detail tentang kandidat disamping pemilih memiliki “kemalasan” dan “kemiskinan” akses prefernsi secara benar. Ini masalah demokrasi dan pemilu kita dari waktu ke waktu.”
“Survey untuk mengukur elektabilitas yang bersifat “ujug-ujug” dan sekedar mengukur kepantasan kurang relevan jika dilakukan sebelum adanya kandidat yang sudah mendapat tiket dan sudah resmi diusulkan, karena pooling atau survey prakondisi atau bahkan cipta kondisi sifatnya nisbi dan untuk sementara waktu, dan cilakanya hanya bisa menghadirkan populeritas, memang bukannya tidak penting, tapi kita butuh kehadiran calon kandidat yang mumpuni. Disini Puan Maharani punya nilai unggul.”
“Jika kita menggunakan SERP (Search Engine Results Page), misalnya google search engine sebagai data yang bisa diakses siapapun, dari potensial kandidat, Puan Maharani memang berada diperingkat lima (5) dibawah Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Eric Tohir dan Sandiaga Uno, masalahnya adalah dari keempat nama-nama tersebut mau menggunakan partai yang mana? Masih kesulitan tiket! Pengecualian untuk Sandiaga Uno sebagai Pimpinan Gerindra, itupun jika Prabowo Subianto berhalangan tetap atau tidak berkeinginan dicalonkan atau mencalonkan diri.”
“Google search engine juga menunjukan bahwa peringkat Puan Maharani masih berada diatas Moeldoko, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Kofifah Indar Parawansa dan Agus Harimurti Yudhoyono.”
“Bahkan jika populeritas Search Engine Results Page menjadi acuan, peringkat Puan Maharani jauh diatas semua ketua umum partai parlemen.”
“Integritas Puan Maharani cukup membanggakan jika dibanding dengan kandidat yang ada. Tidak banyak hal yang menjadi masalah untuk citra sebagai Pejabat Publik selama ini.”
“Untuk dapat diketahui dalam pertandingan elektabilitas, untuk Pemilu 2014-2019 Puan memang berada di peringkat dua peraih suara terbanyak untuk suara DPR RI, tapi diperiode 2019-2024 Puan Maharani menjadi puncak peraih terbanyak suara mengalahkan tokoh politik manapun yang menjadi anggota DPR RI. Ini tentu bukan sekedar prestasi tapi prestisius juga.”
Ketika ditanya jika di dibanding Ganjar Pranowo (PDI P), Bambang Haryanto pun menjawab, “Puan tentu menang jauh, bahkan jika Jakob Tobing tidak dijadikan Duta Besar untuk Korea Selatan oleh Presiden Megawati, mungkin Ganjar Pranowo tidak bisa masuk parlemen karena alasan pergantian antar waktu. Suaranya tidak cukup.”
Lantas bagaimana jika elektabilitas Puan Maharani di Capres?
“Puan memang belum mendeklarasikan atau dideklarasikan sebagai calon, sehingga belum bisa diukur. Dari seluruh capaiannya dan apa yang dimiliki, mudah bagi Puan untuk menaikan elektabilitas. Sangat optimis!!!”
Sementara terkait siapa Pasangan Puan Maharani.
“Puan Maharani sesungguhnya memiliki kedewasaan dan kemandirian yang tidak dilihat banyak orang, mengalami juga fase-fase sulit yang membuatnya lebih matang, punya modalitas yang sangat cukup dan satu-satunya kandidat yang bisa diusung secara mandiri oleh satu partai (PDIP), dengan demikian Puan memiliki keleluasaan untuk mancari pasangan wapresnya sebagai pengungkit suara.”
“Dengan pwrtimbagan tertentu Puan bisa mencari tokoh Millennial seperti Erik Tohir, Ridwan kamil, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Erwin Aksa, Muahaimin, bahkan AHY, disamping nama-nama lain yang cukup senior seperti Ketua MPR Bambang Soesetyo dan Gubernur Kaltim Irsan Noor. Dari kalangan permpuan ada Kofiffah dan Trirismaharini. Dikalangan Jendral ada Prabowo Subianto, Andika Perkasa, Muldoko bahkan Tito Karnavian”