Dewan Pers Pertanyakan Status Wartawan Edy Mulyadi

Dok.dewanpers.or.id

Jakarta, Gempita.co – Adanya pernyataan pengacara terduga ujaran kebencian Edy Mulyadi yang meminta diberlakukannya UU Pers terhadap penyidikan kasus terkait, mendapat tanggapan dari jajaran Dewan Pers. Menurut Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun, permintaan semacam itu harusnya diajukan dulu ke pihaknya selaku Dewan Pers.

“Seharusnya kalau dia mengaku wartawan, menempatkan Dewan Pers sebagai pelindungnya. Itu dulu ya, tapi kami belum terima surat terkait itu,” ujar Hendry, baru-baru ini.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Nantinya ketika itu sudah diajukan, ujar Hendry, bisa menjadi pertimbangan Bareskrim dalam penyidikan.

Intinya nanti Dewan Pers yang akan menilai, apakah Edy Mulyadi layak diperlakukan sebagai wartawan atau juga meneliti video terkait (yang diklaim pihak Edy Mulyadi sebagai karya jurnalistik).

Hendry menegaskan, yang terpenting adalah mengajukan terlebih dulu, baru pihaknya nanti yang akan menganalisa. Menyangkut persoalan itu, Dewan Pers sendiri tidak dalam posisi jemput bola untuk kasus tersebut. Namun, apabila ada yang meminta pelayanan, jelas akan pihaknya layani. Untuk prosedur terkait, lanjut Hendry, biasanya diperlukan ketika sudah dilakukan pemeriksaan.

“Saya juga terkejut ketika melihat pernyataan EM. Ini jumpa pers atau apa, namun malah muncul di YouTube,” jelasnya.

Kondisi inilah yang dinilai menarik, karena YouTube sendiri tidak masuk ranah dari Dewan Pers, khususnya terkait pembinaan media massa.

Tidak dipungkiri, kata Hendry, bisa saja diberlakukan kalau memang memiliki badan hukum pers yang kuat. Namun, apabila tidak memiliki dasar yang kuat, jelas juga tidak bisa diberlakukan.

Secara keseluruhan Hendry menilai memang persoalan ini perlu dikaji, diteliti serta diperiksa terlebih dahulu oleh pihaknya. Memang kalau secara etika dan norma, pernyataan pengacara EM yang menyebut sebagai wartawan senior juga perlu jadi perhatian.

“Tidak sepantasnya seorang wartawan senior menyatakan sikap seperti itu. Apalagi kalau dari aturan, secara kode etik jurnalistik jelas terlihat pernyataan tersebut opini yang menghakimi,” tegasnya.

Yang kedua, jelas tidak akurat sehingga tidak menggambarkan sebagai sikap dan tidak sesuai kode etik jurnalistik seharusnya. Bahkan, ujarnya, juga tidak sesuai dengan asas praduga tak bersalah.

Berbagai Sumber

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali