Jakarta, Gempita.co – PT Profita Puri Lestari Indah, sebuah perusahaan pengembang, gagal menguasai lahan yang dibelinya dari Wijanto Halim. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi terkait perkara gugatannya terhadap Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang. Dalam putusannya dengan Nomor: 66K/TUN/2022 tertanggal 24 Febuari 2022, Majelis Hakim pimpinan Supandi dengan anggota Yodi Martono Wahyudi dan Is Sudaryono, menyatakan menolak permohonan kasasi perusahaan pengembang tersebut.
Sebelumnya, gugatan perusahaan ini juga ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Banten. Dalam gugatan dengan Nomor: 40/G/2020/PTUN-SRG tertanggal 14 September 2020, penggugat meminta agar Kepala Kantor BPN Kota Tangerang membatalkan sertifikat 9 (sembilan) SHM atas tanah seluas ± 59.823 m² di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang.
Suherman Mihardja, melalui kuasa hukumnya Peter Wongsowidjojo, bersyukur dan mengapresiasi MA yang telah menolak permohonan kasasi PT Profita. Ia menegaskan, putusan kasasi MA ini semakin menegaskan dan menguatkan bahwa dirinya adalah pemilik yang sah atas lahan tersebut.
“Klien kami Bapak Suherman Mihardja, SH, MH, adalah Tergugat II Intervensi dalam perkara gugatan yang dilayangkan PT Profita ke PTUN Serang Banten. Klien kami selaku pemilih yang sah atas lahan seluas ± 59.823 m² yang berlokasi di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, sangat dirugikan dengan PT Profita yang diduga kongkalikong dengan Wijanto Halim,” ungkap Peter, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Peter mengungkapkan, kasus ini bermula saat adanya gugatan di PTUN Serang oleh PT Profita terhadap Kepala Kantor BPN Kota Tangerang. Kliennya Suherman Mihardja merasa dirugikan dan melakukan intervensi dalam gugatan tersebut.
“Dalam gugatan dengan Nomor: 40/G/2020/PTUN-SRG tertanggal 14 September 2020, penggugat meminta agar Kepala Kantor BPN Kota Tangerang membatalkan sertifikat 9 (sembilan) SHM atas tanah seluas ± 59.823 m² di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, milik klien kami. Ini kan aneh,” ungkap Peter, dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (1/3/2022).
Jual Beli
Peter menjelaskan kronologi permasalahan berawal saat PT Profita sekitar tahun 2013 lalu, melakukan transaksi jual beli beberapa bidang tanah yang terletak di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang seluas ± 59.823 M² dengan nilai Rp11.964.800.000,- (sebelas miliar sembilan ratus enam puluh empat juta delapan ratus ribu rupiah) dari Wijanto Halim selaku penjual.
“Dokumen kepemilikannya ternyata berasal dari girik-girik yang terdapat pada 23 (dua puluh tiga) Akta Jual Beli tahun 1978 yang sebenarnya girik-girik tersebut telah dilebur atau disatukan menjadi satu Girik C/Kohir Nomor 2135 pada tahun 1981 atas nama Johanes Gunadi,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Peter, transaksi jual beli tanah tersebut ditindaklanjuti dengan pembuatan 22 (dua puluh dua) Akta Pelepasan Hak sesuai Nomor:16 sampai dengan Akta Pelepasan Hak Nomor 38. Keseluruhannya dibuat pada tanggal 3 Oktober 2013, dan ditandatangani di hadapan Yan Armin, SH, Notaris di Jakarta Utara. Semua Akta Pelepasan Hak menggunakan 23 (dua puluh tiga) girik yang sesuai AJB tahun 1978.
“Wijanto Halim pada transaksi dengan PT. Profita berdasarkan dan bertindak sebagai penerima kuasa dari Johanes Gunadi sesuai dengan Surat Kuasa Nomor 82 dan 83 tertanggal 23 Januari 1981 yang dibuat oleh Notaris Raden Muhamad Hendarmawan di Jakarta dan diketahui faktanya Johanes Gunadi selaku pemberi kuasa telah meninggal dunia,” katanya.
“Bahwa PT. Profita pada Juni 2020, mengaku baru mengetahui bidang tanah yang dibelinya tersebut telah terbit 9 (sembilan) SHM atas nama klien kami, Bapak Suherman Mihardja, SH, MH. Maka atas itu, PT Profita melakukan gugatan di PTUN Serang terhadap Kepala Kantor BPN Kota Tangerang untuk membatalkan ke-9 (kesembilan) sertifikat tersebut,” sambung Peter.
Dalam gugatan PTUN tersebut, Peter mengaku heran dan mempertanyakan PT Profita yang tidak melakukan upaya hukum terhadap Wijanto Halim, baik secara pidana maupun perdata.
“Seharusnya PT Profita terlebih dahulu melakukan upaya hukum terhadap Wiyanto Halim, baik secara pidana maupun perdata, karena bidang tanah yang dijual oleh Wijanto Halim kepada PT Profita, faktanya telah dijual terlebih dahulu kepada almarhum Surya Mihardja, ayah dari klien saya Suherman Mihardja, pada tanggal 19 Desember 1988,” ujarnya.
“Wijanto Halim selaku pemegang kuasa dari Johannes Gunadi berdasarkan Surat Kuasa Nomor: 82 dan Nomor: 83 tanggal 23 Januari 1981. Sesuai dengan ke-23 AJB sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Nomor: 82 dan Nomor: 83 tanggal 23 Januari 1981, dengan menggunakan Girik/Kohir/C hasil peleburan/penyatuan, yaitu C 2135 dan dijual kepada Surya Mihardja di hadapan Camat Batu Ceper, Drs. Darmawan Hidayat yang tertuang dalam 5 (lima) AJB,” lanjut Peter.
Ia menyebut kelima AJB itu yaitu AJB No. 703/JB/AGR/1988 sampai dengan AJB No. 707/JB/AGR/1988, seluruhnya menggunakan C 2135 atas nama Johanes Gunadi.
Pengacara muda itu melanjutkan, bahwa atas tanah-tanah tersebut telah dimohonkan pendaftaran hak milik SHM oleh Surya Mihardja melalui Ketua Panitia Ajudikasi/Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang, sehingga terbitlah 9 (sembilan) sertifikat atas nama kliennya Suherman Mihardja dan (alm) Surya Mihardja.
Langkah Hukum Wijanto Halim
“Bahwa Wijanto Halim yang secara jelas telah menjual tanahnya kepada Surya Mihardja, tetapi kemudian tidak mengakui transaksi jual beli tersebut, dan aneh nya merasa belum pernah menjualnya, bahkan malah menuduh bahwa tanda tangannya di Akta-akta tersebut telah dipalsukan oleh Surya Mihardja. Kemudian Wijanto Halim melaporkan Surya Mihardja ke pihak kepolisian, yang kemudian kasusnya bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang dengan register perkara No. 111/Pid.B/1992/PN.Tng, yang berdasarkan keterangan saksi-saksi dan fakta persidangan, maka pada tanggal 12 April 1993 Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan bahwa Surya Mihardja tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan, oleh karenanya membebaskannya dari segala dakwaan,” paparnya.
Putusan Pengadilan Negeri Tangerang tersebut telah dikuatkan oleh putusan Kasasi MN Nomor: 666 K/PId/1993 tertanggal 10 Februari 1998, yang menyatakan tidak dapat menerima permohonan kasasi dari pemohon kasasi Jaksa Penuntut Umum.
Wijanto Halim pada 30 September 2013 kemudian mengajukan gugatan perdata terhadap Suherman Mihardja Cs di Pengadilan Negeri Tangerang dengan register perkara Nomor 542/PDT.G/2013/PN.TNG. Perkara tersebut telah diputus dengan memenangkan Wijanto Halim. Padahal kliennya sudah bisa membuktikan bahwa Johanes Gunadi sudah meninggal dunia.
“Atas putusan Pengadilan Negeri Tangerang, klien kami banding ke Pengadilan Tinggi Banten, dan melaporkan Majelis Hakim ke komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dan sudah diberikan sanksi. Dalam amar putusannya Pengadilan Tinggi Banten dengan Nomor 99/PDT/2014/PT BTB tanggal 15 Januari 2015 membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 12 Juni 2014, Nomor : 542/Pdt.G/2013/PN.Tng,” tandasnya.
Tak puas, Wijanto Halim kemudian mengajukan kasasi ke MA atas putusan Pengadilan Tinggi Banten. Namun langkahnya kandas, permohonan kasasinya ditolak oleh MA berdasarkan putusan Kasasi MA Nomor: 3221 K/Pdt/2015 tanggal 24 Febuari 2016.
“Masih tidak terima atas putusan Kasasi MA, Wijanto Halim mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke MA. Lagi lagi langkah hukumnya kandas. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali MA Nomor: 481 PK/Pdt/2018 tanggal 30 Juli 2018, dalam amar putusannya MA menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Wijanto Halim,” tuturnya.
Tidak Beritikad Baik
Peter menegaskan, sesuai kronologi yang disampaikan seharusnya tanah-tanah milik kliennya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inchracht). Tidak ada urusannya dengan gugatan PT. Profita yang mengajukan pembatalan atas sertifikat milik kliennya tersebut.
Peter menduga ada persekongkolan antara Wijanto Halim dengan Profita atas transaksi tanah milik kliennya itu. Menurutnya, kedua belah pihak diduga sengaja menutup-nutupi transaksi agar tidak diketahui orang, baik aparat desa (Lurah, Camat dan instansi lainnya).
“Padahal tanah yang dijualbelikan luasnya besar dan nilai transaksi miliaran rupiah. Semua itu dituangkan dalam gugatan Wijanto Halim terhadap klien kami sesuai gugatan Nomor 919/Pdt.G/2021/PN.Tng tertanggal 22 September 2021 yang kemudian dicabut. PT Profita yang mengajukan gugatan PTUN ini sebenarnya tidak ada urusan dengan klien kami, karena klien kami sudah bersengketa dengan Wijanto Halim sejak orang tua klien kami (alm) Surya Mihardja dilaporkan ke polisi pada tahun 1990 hingga gugatan perdata tahun 2013 yang semua perkara baik pidana, perdata, PTUN serta Prapradilan dengan Wijanto Halim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inchracht) yang dimenangkan oleh Suherman Mihardja,” ungkapnya.
Terakhir, tegasnya, sesuai dengan putusan MA yang menolak permohonan Peninjauan Kembali Wijanto Halim pada tahun 2018 dalam gugatan perdatanya.
“Bahwa dengan ditolaknya permohonan Kasasi di MA tersebut sudah jelas sejak awal putusan PN PTUN Serang hingga putusan PT PTUN yang semuanya menolak gugatan PT Profita, sudah jelas PT Profita bukanlah pembeli yang beritikad baik dan tidak mempunyai legal standing dalam mengajukan gugatan PTUN tersebut, karena telah bersekongkol dengan Wijanto Halim yang mana membeli tanah yang sedang bersengketa dan tanah yang sudah dijual juga, dan sepatutnya melakukan proses hukum kepada Wijanto Halim baik pidana maupun perdata,” tutup Peter mengakhiri.(tim)