Anies Tarik Rem Darurat, PSI: Sudah Telat

Anggota DPRD DKI Fraksi PSI William Aditya Sarana bersama Plt Ketum PSI Giring Ganesha saat blusukan di Kapuk, Jakarta Barat/dok.FB William

Jakarta, Gempita.co – Keputusan Gubernur Anies Baswedan yang akan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara total mulai Senin (14/9/2020), ditanggapi anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana.

“Keputusan rem darurat PSBB ini sebenarnya agak terlambat dan masih perlu banyak perbaikan. PSI sudah mengingatkan Gubernur dan Pemprov DKI sejak awal Agustus untuk mulai mempersiapkan rem darurat. Jika saja Gubernur memperhatikan indikator medis, maka sebenarnya DKI Jakarta sudah bisa diprediksi akan memasuki keadaan darurat sejak awal Agustus lalu,” kata William, dalam keterangannya di akun Facebook pribadinya, Kamis (10/9/2020).

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Menurutnya, positivity rate DKI Jakarta pada pekan pertama Agustus mencapai 7,8%, sudah merangkak naik sejak akhir Juli dan sempat menembus 10% pada pertengahan Agustus. Bahkan sedari awal Agustus, positivity rate telah melebihi standar rekomendasi WHO, yakni 5%.

“Pekan pertama Agustus pula, penambahan kasus positif per pekan melebihi 500, dan terus naik drastis. Saat itu klaster-klaster baru juga bermunculan seperti klaster perkantoran, klaster pasar, dan lain-lain. Seharusnya tanda-tanda ini menjadi lampu kuning untuk Pemprov DKI segera menarik rem darurat,” sebut William.

6 Perbaikan

Ia mengatakan ada 6 perbaikan yang harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam penanganan Covid-19.

Keenam perbaikan itu, yakni peningkatan ruang isolasi dan fasilitas kesehatan, meningkatkan kapasitas tes dan tracing, mengubah bentuk bansos menjadi BLT dan perbaikan data penerima.

“Kemudian, Pemprov DKI harus mengeluarkan indikator penarikan rem darurat, jangan membuat kebijakan kontraproduktif, dan harus membuat sanksi yang tegas dengan penindakan yang tegas pula bagi masyarakat yang melanggar aturan protokol kesehatan,” ujar alumni FH Universitas Indonesia (UI) itu.

“Pemprov DKI sudah mengeluarkan aturan sanksi progresif, yakni Pergub No.79 Tahun 2020. Sanksi tersebut terbukti efektif, nominal dendanya membuat masyarakat kapok dan shock therapy pada razia-razia yang dilakukan Satpol PP. Namun, penerapan sanksi tersebut masih belum optimal. Ini disebabkan karena alat pendukung sanksi progresif, yakni aplikasi pencatatan Jak-APD bagi Satpol PP, sampai saat ini belum keluar,” pungkas William.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali