Apartemen Bagi Cacing Sutra, Solusi Pakan Ikan Alternatif

JAKARTA, Gempita.co- Apa yang ada di benak kita jika mendengar kata apartemen? Pastinya gedung tinggi yang di dalamnya terdiri dari banyak unit tempat tinggal bagi masyarakat perkotaan. Namun ternyata apartemen tidak diperuntukkan bagi manusia saja, tapi juga hewan, seperti ikan, bahkan cacing. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), memfasilitasi pelaku usaha budidaya cacing sutra sistem apartemen. Apa saja ya faktor-faktor yang melatarbelakanginya?

Sektor budidaya perikanan merupakan salah satu sektor unggulan yang dapat dioptimalkan dalam meningkatkan produksi perikanan nasional sekaligus pendapatan pelaku usaha perikanan. Namun demikian, budidaya perikanan masih menghadapi permasalahan harga pakan yang terus meningkat. Tingginya harga pakan ini disebabkan sebagian besar bahan baku pakan sangat bergantung pada bahan impor dari berbagai negara.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Disamping itu, kebutuhan akan pakan alami juga sangat tinggi pada kegiatan budidaya ikan. Untuk itu perlu adanya siasat penggunaan pakan alami yang dapat dibudidayakan serta diproduksi secara massal dan mandiri oleh para pembudidaya ikan.

Cacing sutra atau cacing rambut (Tubifex sp.) merupakan pakan hidup bagi ikan yang berpotensi besar untuk mendukung kebutuhkan pakan alami pada budidaya ikan. Disebut demikian karena memiliki tubuh lunak dan lembut seperti sutra atau rambut. Cacing ini memiliki ukuran panjang 1-2 cm dengan warna kemerah-merahan dan hidup berkoloni.

Cacing sutra termasuk organisme hermaprodit. Pada satu individu organisme ini terdapat dua alat kelamin. Perkembangbiakannya dilakukan dengan cara bertelur dari betina yang telah matang telur.

Selama ini cacing sutra diperoleh secara alami di saluran irigasi/persawahan warga sehingga ketersediaan tidak stabil bahkan kurang, terlebih di musim hujan. Keterbatasan itu bisa dipecahkan dengan budidaya cacing sutra. Dengan adanya adopsi dan percontohan untuk penyuluhan dapat mendukung penyediaan pakan alami di sentra-sentra perbenihan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap cacing sutra alam dan mendukung perkembangan industri dalam rangka meningkatkan produksi perikanan budidaya.

Sistem apartemen merupakan desain wadah budidaya cacing sutra yang tersusun secara vertikal dan menggunakan aliran air dengan sistem resirkulasi. Keuntungan budidaya sistem apartemen antara lain, efisiensi lahan; mengurangi penetrasi cahaya matahari secara langsung; lebih terkontrol; dan tidak tergantung musim.

“Usaha budidaya cukup banyak. Kalau hanya bergantung pada pakan pabrikan akan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, sehingga tingkat keuntungan masyarakat semakin menipis. Jika para pelaku utama mampu membudidayakan cacing sutra tentu dapat meningkatkan penghasilan. Dengan model apartemen ini, budidaya cacing sutra tidak butuh lahan luas, bisa dibuat secara bertingkat dan sederhana. Dengan metode ini, Anda akan memiliki peluang untuk menjadi pengusaha baru di bidang cacing sutra,” ujar Kepala BRSDM Sjarief Widjaja.

Pengenalan teknologi baru ini tak lepas dari peran serta penyuluh perikanan yang berhadapan langsung dengan masyarakat di lapangan. Penerapan teknologi di lapangan tentunya memerlukan tahapan-tahapan pengaplikasian, terutama karena beberapa teknologi bersifat spesifik sehingga butuh formula yang tepat untuk diterapkan di berbagai lokasi. Di sinilah penyuluh diuji baik secara teknis maupun manajerial untuk dapat memberikan pendampingan tentang teknologi yang tepat dengan hasil yang efektif bagi masyarakat.

Terkait hal tersebut, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati berharap agar transfer teknologi yang disampaikan dari para penyuluh kepada pelaku usaha di lapangan dapat membantu pelaku usaha meningkatkan kesejahteraannya. Ia meminta penyuluh untuk menuangkan penerapan teknologi dalam bentuk tulisan yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai pedoman.

“Para penyuluh harus selalu berpikir kritis dan berinovasi untuk menemukan teknologi yang tepat guna untuk menyelesaikan persoalan pelaku usaha atau pelaku utama di lapangan,” harap Lilly.

Kepala Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal Moch. Muchlisin menyampaikan, usaha budidaya cacing sutra memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan. Budidaya ini dapat dilakukan dengan bahan yang murah, sedangkan kebutuhan pasar masih tinggi untuk mencukupi kebutuhan pelaku usaha perbenihan ikan air tawar terutama ikan lele dan untuk ikan hias. Selain itu harganya masih cukup bagus yaitu Rp40.000–Rp60.000 di tingkat pembudidaya. Pada akhir 2020, pihaknya menyelenggarakan pelatihan budidaya cacing sutra sistem apartemen ini di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lalu bagaimana cara membudidayakannya? Tahapan pertama pada budidaya cacing sutra sistem apartemen adalah menyiapkan wadah budidaya berukuran 2 x 1 x 0,2 m3, yang dilapis terpal. Wadah disusun ke atas seperti apartemen menggunakan rak besi. Dalam satuan rak apartemen dapat disusun 4-5 bak. Wadah teratas merupakan bak filter yang dilengkapi suplai air dengan sistem resirkulasi tertutup, sebagai sumber air mengalir pada setiap bak di bawahnya.

Media budidaya yang digunakan adalah lumpur yang diperkaya bahan organik dengan perbandingan 80% lumpur, 20% campuran organik, terdiri dari ampas tahu, dedak, kotoran hewan, sayuran ditambah probiotik dan molase 1 ml/liter per kg bahan.

Setelah media tersedia, dilakukan penebaran cacing sutra dewasa berumur 40-45 hari dengan jumlah penebaran sebanyak 0,5 liter/m2 dan dibiarkan selama dua minggu. Pemeliharaan dilakukan dengan cara memberi pakan bahan organik hasil fermentasi yang disimpan di dalam drum plastik dengan cara disebar ke media budidaya cacing sebanyak 50-100 ml/m2 setiap pagi dan sore hari. Perkembangbiakan cacing sutra akan terjadi setelah 10-12 hari.

Akhirnya, tibalah saatnya panen. Panen dilakukan pada pagi hari. Cacing dipanen dengan teknik memungut koloni cacing yang biasanya berkumpul pada bagian inlet atau pada spot gumpalan pakan. Hasil panen ditampung pada wadah/ember. Setelah terkumpul, dilakukan pemisahan lumpur yang terbawa saat panen dengan gumpalan cacing dalam bak dengan sistem air mengalir. Hasil panen dikumpulkan pada bak khusus yang dialiri air. Panen selanjutnya dapat dilakukan setiap 4-5 hari sekali. Dalam setiap bak dapat dihasilkan 1,2 liter/m2 setiap bulan.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali