Area Infastruktur Publik 30 Persen Bagi Koperasi dan UMKM Dapat Meningkatkan Omzet

Jakarta, Gempita.co – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 (PP Nomor 7/2021)
tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM telah resmi diundangkan.

Peraturan Pemerintah tersebut merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

“Pada UU Cipta Kerja, Koperasi dan UMKM mendapatkan porsi yang signifikan dan diharapkan pengaturan tersebut dapat memberikan kepastian usaha dan pengembangan usaha bagi Koperasi dan UMKM,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki dalam keterangannya, Selasa (23/2).

Menurutnya salah satu prioritas Kemenkop UKM yang akan dilakukan melalui PP adalah penyusunan basis data tunggal usaha mikro, kecil, dan menengah yang akurat.

“Penyusunan data tunggal ini akan bekerja sama dengan BPS untuk melakukan sensus, tidak untuk menghitung jumlah tapi untuk mendapatkan data UMKM berdasarkan by name by address,” jelas Teten.

Selain itu, PP juga mengatur tentang pengalokasian 30 persen area infrastruktur publik bagi koperasi dan UMKM.  Mengenai poin ini, Ia mengatakan KemenkopUKM akan bekerja sama lintas kementerian/lembaga karena pengelolaannya di luar KemenkopUKM dan akan dituangkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB).

Teten mengharapkan masuknya koperasi dan UMKM ke infrastruktur publik seperti bandara, rest area, dan stasiun kereta api akan meningkatkan daya saing dan omzet pelaku UMKM.

“Misalnya, UMKM yang masuk ke bandara akan melalui kurasi sehingga bersaing dengan produk-produk lain yang dipamerkan di sana,” ujar Teten.

Teten juga menekankan pelaksanaan pelatihan kewirausahaan yang lebih mengedepankan sistem inkubasi. Model pelatihan on off akan ditinggalkan dan pelatihan akan membentuk pelaku usaha yang mampu mengawal pembentukan wirausaha pemula.

“Melalui PP ini, pemerintah bukan hanya regulator, tetapi pendamping, motivator, dan partner bagi calon wirausaha pemula,” tegasnya.

Teten menegaskan akan mengawal pelaksanaan PP ini sehingga terealisasi dengan tepat. Menurut Teten, PP masih memerlukan aturan pelaksana lainnya seperti keputusan menteri atau surat keputusan bersama (SKB) dengan berbagai K/L. Kerja sama dengan semua pihak, termasuk K/L dan pemerintah daerah akan ditindaklanjuti untuk memastikan PP berjalan dengan baik.

“PP ini tidak punya kaki, kita yang akan mengawal dan aktif melaksanakan serta  memantau pelaksanaannya sehingga PP berdampak terhadap perkembangan koperasi dan UMKM,” imbuhnya.

Teten juga menegaskan prioritas lain KemenkopUKM adalah kemitraan usaha antara Koperasi dan UMK dengan usaha menengah dan besar dalam rantai pasok. Selama ini, kemitraan dengan UMKM yang terjadi di hilir sana akan didorong kemitraan mulai dari hulu.

”Contohnya ekspor pisang ke AS dan Eropa sulit karena harus ada 21 sertifikasi yang harus dipenuhi di negara tujuan. Hal ini seharusnya bisa diatasi jika ada agregator sebagai pelaku ekspor. Dengan demikian pelaku UKM tidak harus terkendala dengan kesulitan mengadakan 21 sertifikasi,” tandas Teten.

Sementara itu Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Sesmwnkop UKM) Arif Rahman Hakim mengatakan poin-poin yang diatur dalam PP No. 7 Tahun 2021 sudah mengatur semua yang menjadi cakupan klaster koperasi dan UMKM dalam UU Cipta Kerja.

PP No. 7 Tahun 2021 ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada  3 Februari 2021. Secara keseluruhan, PP berisi 10 Bab yang terdiri dari 143 Pasal. Dengan ditetapkannya PP ini, pemberian kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan bagi Koperasi dan UKM dapat lebih optimal, komprehensif dan dapat terkoordinasi dengan baik. PP diharapkan mendorong Koperasi dan UMKM dapat tangguh dan kuat serta dapat menjadi tulang punggung perkonomian Indonesia.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali