Jakarta, Gempita.co – Dalam rangka mengatasi permasalahan limbah plastik, khususnya pencemaran plastik di laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM), mengembangkan bioplastik, yang diambil bahan-bahannya dari laut.
Untuk membahas hal tersebut, BRSDM melalui Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRPPBKP) menggelar _International Conference on Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnology 2020_, dengan tema _“Advancing Marine Biodegradable Plastics: Challenges, Solutions, Opportunities”_, Selasa (08/12).
Di dunia modern, sulit membayangkan hidup tanpa plastik. Selama setengah abad plastik telah menjadi bahan yang paling umum digunakan untuk gelas, botol, dan wadah makanan. Namun demikian, penggunaan plastik telah menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan yang besar.
Bahan kimia yang ditemukan di banyak bahan plastik konvensional berbahaya bagi kesehatan manusia. Tidak hanya bagi manusia, plastik juga berdampak buruk bagi hewan. Jumlah satwa liar yang memakan plastik dilaporkan meningkat secara signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa sampah plastik telah ditemukan di usus pada lebih dari 90% burung laut dunia serta di perut pada lebih dari setengah penyu dan biota laut lainnya.
Kekhawatiran tersebut membuat para ilmuwan menghasilkan banyak penelitian untuk mengembangkan bioplastik dari sumber alternatif bahan yang aman dan ramah lingkungan. Bioplastik terbuat dari bahan biologi atau biomassa seperti minyak kedelai, tebu, tepung jagung dan kentang.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan sumber energi tak terbarukan, mengurangi emisi CO2 dan limbah plastik. Namun, tidak semua bioplastik dapat terurai secara hayati dan tidak semua plastik yang dapat terurai adalah bioplastik.
Bioplastik yang dihasilkan secara kimiawi identik dengan plastik konvensional, sehingga tidak mudah terurai. Selain itu, penggunaan bahan terbarukan seperti jagung dan tepung kentang akan memicu persaingan antara pemanfaatannya untuk pangan dan untuk plastik. Tantangan ini memunculkan ide untuk mengembangkan bioplastik dari biota laut.
Chitosan yang berasal dari krustasea dan cangkang kepiting serta agar-agar dan karagenan yang dihasilkan dari makroalga laut merupakan sumber potensial bioplastik, namun masih sangat jarang dibahas. Dukungan dari pemerintah, industri, dan ilmuwan sangat dibutuhkan untuk mendorong penelitian dan pengembangan bioplastik berbasis biota laut. Untuk membahas hal tersebutlah _International Conference on Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnology 2020_ ini digelar.
“Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi 70% sampah laut pada tahun 2025, sebagaimana tertuang dalam Rencana Aksi Sampah Laut, sebuah rencana kerja sama di tingkat nasional yang bertujuan untuk mengembangkan kebijakan untuk mengurangi dan menanggulangi sampah laut. Rencana aksi tersebut diharapkan dapat menyelesaikan masalah sampah plastik di laut, dengan lima langkah kuncinya yang berfokus pada peningkatan pengelolaan sampah, mengurangi atau mengganti penggunaan plastik untuk mencegah konsumsi 1 juta ton per tahun, mendesain ulang produk dan kemasan plastik untuk digunakan kembali dan didaur ulang, menggandakan tingkat pengumpulan sampah plastik, serta memperluas fasilitas pembuangan sampah,” tutur Kepala BRSDM Sjarief Widjaja pada sambutannya di konferensi tersebut.
Jika rencana tersebut dilaksanakan dengan baik, _Indonesia National Plastic Action Partnership (NPAP)_ memproyeksikan hal itu dapat mengurangi jumlah plastik yang masuk ke laut hingga 70 persen pada tahun 2025, dan dapat mendekati nol pada tahun 2040, karena hingga 16 juta ton plastik akan dicegah agar tidak bocor ke laut sampai tahun 2040.
Sjarief mengatakan, sebagai bagian dari komitmen tersebut, BRSDM bergabung ke dalam proyek _Plastic Innovation Hub_, sebuah kemitraan Australia-Indonesia, hasil kerja sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi RI. _Plastics Innovation Hub_ akan berlangsung selama tiga tahun dan menciptakan kemitraan lintas sektor, sebagai proyek pertama di dunia untuk mendorong transisi menuju ekonomi nol sampah plastik laut.
BBRPPBKP, dibawah supervisi Pusat Riset Kelautan BRSDM, akan mengambil bagian dalam inisiatif ini sebagai bagian dari komitmen untuk mengurangi sampah plastik.
“Saya berharap semua orang akan menganggap konferensi ini informatif dan berwawasan. Saya berterima kasih kepada BBRPPBKP yang telah menyelenggarakan acara ini,” tutup Sjarief.
Sebagai informasi, _International Conference on Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnology 2020_ diselenggarakan secara daring dihadiri narasumber antara lain dari _Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO)_, Wasser 3.0, LIPI, UI, Universiti Putra Malaysia, ITS, dan Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Ketua Panitia Fera Roswita Dewi mengatakan, konferensi ini memiliki tujuan untuk mengkomunikasikan temuan penelitian terkini tentang pengolahan produk kelautan dan perikanan dan bioteknologi kepada para ilmuwan, ahli dan masyarakat luas, memperkuat jaringan kerja sama penelitian dengan komunitas nasional dan internasional, serta meningkatkan kapabilitas peneliti.
Sumber: HUMAS BRSDM