Jakarta, Gempita.co – Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal tarif tertinggi swab test polymerase chain reaction (PCR) Covid-19 masih diabaikan sejumlah rumah sakit dan klinik. Tarif tes swab PCR lebih tinggi dari yang diinstruksikan Jokowi sebesar Rp 450.000 hingga Rp 550.000.
Sebelumnya, pada Minggu (15/8/2021), Presiden Jokowi menurunkan tarif test PCR antara Rp 450.000 hingga Rp 550.000.
“Saya berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp 450.000-Rp 550.000,” kata Jokowi dalam siaran yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden.
Presiden menegaskan, dengan harga tes PCR seperti itu, hasilnya harus bisa keluar selambat-lambatnya dalam 1 x 24 jam.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir menegaskan, tarif tes PCR yang disampaikan Jokowi sudah final. Tidak boleh ada tarif tambahan lain.
“Tidak boleh ada biaya yang lebih tinggi dari yang ditetapkan. Bisa di bawahnya, tapi tidak boleh di atasnya,” tegas Abdul, Kamis (19/8/2021).
Abdul menjelaskan, pihak RS dan klinik dilarang menambah komponen lain seperti biaya dokter dan administrasi ke dalam tarif tes PCR. Sebab hal itu akan melanggar aturan.
Menurutnya, tarif tes PCR maksimal Rp 550.000 itu sudah termasuk biaya jasa dokter dan administrasi. Pihak Kemenkes akan mengawasi pemberlakuan tarif tes PCR yang sudah ditetapkan Presiden Jokowi. Masih ada yang membandel Mesksi Presiden Jokowi menetapkan batas tarif maksimal tes PCR Rp 550.000, namun masih ada saja RS dan klinik yang membandel.
Berikut daftar RS dan klinik yang abai instruksi Jokowi.
1. Klinik Prodia Cideng, Gambir
Klinik Prodia di Cideng, Gambir, masih menetapkan harga tes PCR Rp 627.000 untuk layanan mandiri. Memang, klinik ini menyatakan bahwa tarif dasar tes PCR sudah sesuai instruksi Presiden Jokowi, yakni Rp 495.000. Namun pengguna tes PCR diwajibkan konsultasi terlebih dahulu ke dokter dengan biaya tambahan Rp 132.000.
“Biaya dokternya Rp 132.000 untuk konsul,” kata respesionis Prodia Cideng dilansir dari kompas.com.
Namun jika pengguna membawa surat dokter sendiri, maka tidak akan dikenai biaya konsultasi dokter.
Branch Manager Prodia Cideng, Ulul Azmi beralasan, konsultasi dokter diperlukan untuk membaca hasil tes PCR. Sebab, hasil tes tidak bisa diintepretasikan awam. Artinya, hasil pemeriksaan di Prodia secara kedokteran itu meggunakan istilah tedeteksi atau tak terdeteksi. “Untuk hasilnya itu, harus diinterpretaskan oleh dokter,” kata Ulul.
2. RS Yarsi Cempaka Putih
Instruksi Prsiden Jokowi soal tarif tes PCR juga diabaikan oleh RS Yarsi Cempaka Putih. Rumah sakit ini menetapkan harga tes PCR di atas standar pemerintah, yakni Rp 525.000. Resepsionis RS beralasan, tambahan tarif Rp 30.000 itu untuk biaya administrasi.
Selain itu, RS Yarsi juga tidak menetapkan hasil tes keluar dalam 1×24 jam sebagaimana diperintahkan Jokowi. Pihak RS menyatakan hasil tes PCR keluar maksimal 2×24 jam.
3. Bumame Farmasi
Bumame Farmasi memiliki 29 lokasi layanan di wilayah Jabodetabek. Sebanyak 20 layanan di antaranya tersebar di Jakarta. Perusahaan ini memang memberlakukan tarif sesuai instruksi Jokowi dan aturan Kemenkes, yakni Rp 495.000 dan hasilnya akan keluar dalam waktu 1×24 jam.
Namun perusahaan ini memberi cela untuk tarif lebih mahal dengan iming-iming hasil tes keluar lebih cepat. Misalnya, dengan tarif Rp 750.000, pengguna bisa mendapatkan hasil tes PCR dalam waktu 16 jam. Ada yang lebih cepat lagi 10 jam dengan tarif lebih tinggi Rp 900.000.
4. RS Mayapada Hospital
Hal sama juga diberlakukan RS Mayapada Hospital. Melalui akun Instagram rumah sakit, tes PCR memang diberlakukan sesuai aturan Kemenkes, Rp 489.000 dengan hasil 1×24 jam. Namun jika ingin lebih cepat, misalnya 12 jam, maka ada tarif tambahan Rp 500.000. Ada lagi hasil yang lebih cepat lagi, yakni hasil tes keluar dalam 6 jam, namun biaya tambahannya sebesar Rp 900.000.
Dinkes akan menegur Pejabat Humas Dinas Kesehatan DKI Jakarta Irma Yunita mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti informasi soal adanya klinik dan RS di Jakarta yang menetapkan tarif swab test di atas batas tertinggi.
“Info ini saya coba teruskan dengan pimpinan. Tim di bawah Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan nanti akan menindaklanjuti. Kami juga terbantu sih kalau ada info seperti ini,” kata Irma.
Jika ada klinik dan RS yang nantinya terbukti melakukan pelanggaran, ia memastikan Dinkes akan memberikan sanksi teguran.
Jika sudah diberi teguran tetapi masih abai, Dinkes DKI juga bisa memberi sanksi tegas berupa penutupan izin usaha.
“Pertama teguran lisan dulu, lalu tulisan. Kalau memang enggak berubah juga, izinnya ditarik nanti,” ujar Irma.