Jakarta, Gempita.co – Terkenal dengan kualitas dan bernilai ekonomi tinggi, ikan sidat di Indonesia sering disebut sebagai salah satu ikan sidat terbaik di dunia.
Terus meningkatnya permintaan ekspor membuat penangkapan ikan sidat di alam semakin masif. Apabila tidak dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin perikanan sidat mengalami penurunan stok di alam.
Hal tersebut nampaknya terbukti dengan indikasi menurunnya hasil tangkapan nelayan di Danau Poso, Sulawesi Tengah. Sejak 2 tahun terakhir para nelayan di kawasan ini mengeluhkan produksinya menurun bahkan pemasarannya pun mengalami hambatan.
Melalui Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Ditjen Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mendorong para nelayan mengelola perikanan sidat secara berkelanjutan.
Selain aturan penangkapan juga diperlukan pedoman bersama melalui rencana pengelolaan perikanan sidat, dengan karakteristiknya yang unik untuk menjamin berlangsungnya pemanfaatan yang optimal dan tetap lestari.
Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi Maritim, Laode M. Kamaluddin menegaskan terjadinya eksploitasi berlebih perikanan sidat di Indonesia diakibatkan terus meningkatnya permintaan pasar.
Apabila tidak dikelola dengan baik Sidat yang ada di Indonesia dapat masuk ke dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam.
“Perlu adanya pengaturan terkait lokasi, ukuran dan alat tangkap yang digunakan dalam pemanfaatan perikanan sidat. Kegiatan budidaya pembesaran sidat selama ini masih menggunakan benih dari alam. Kita perlu ketahui juga berapa kebutuhannya untuk mengatur tingkat pemanfaatan sidat, khususnya benih sidat,” ujarnya dalam kegiatan Uji Petik Penyusunan RPP Sidat Wilayah Timur yang digelar di Palu, 2 hingga 4 November 2020.
Ia menambahkan, para nelayan di Danau Poso harus patuh pada aturan yang dikeluarkan KKP. Salah satunya yang tercantum dalam rencana pengelolaan perikanan sidat adalah untuk tidak menangkap sidat stadium glass eel setiap bulan gelap pada tanggal 27 dan 28 Hijriah.
Selain itu juga bersedia untuk tidak menangkap ikan sidat jenis Anguilla marmorata diatas ukuran 5 kg dan Anguilla bicolor diatas 2 kg. Hal ini sesuai amanat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80/KEPMEN-KP-2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat.
“Dapat kita lihat di Danau Poso terdapat dua bendungan dan keduanya terdapat fishway (jalur ruaya ikan). Dulu pernah ada sidat stadia elver yang pernah ditemukan berhasil keluar dari fishway menuju Sungai Poso. Namun hal ini perlu dikaji ulang dan dilakukan penelitian tentang keberhasilan ruaya sidat melalui fishway tersebut,” imbuh Laode.
Sidat merupakan ikan yang fenomenal karena dapat hidup di perairan tawar dan laut (catadromous). Jenis ikan ini memijah di laut, kemudian bermigrasi ke air tawar kemudian mereka tumbuh berkembang menjadi dewasa sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk bertelur.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Trian Yunanda menjelaskan uji petik yang dilakukan di wilayah timur ini adalah kali ketiga. Sebelumnya DJPT KKP telah melakukan kegiatan yang sama di wilayah barat (Lampung) dan wilayah tengah (Yogyakarta).
“Uji petik ini kita lakukan untuk menjaring informasi terkini dari pengelolaan sidat di masing-masing daerah. Kita perlu tahu status dan isu terkini ikan sidat tersebut untuk menyusun draf final rencana pengelolaan perikanan sidat di Indonesia,” ungkapnya.
Rencana pengelolaan perikanan sidat ini nantinya akan menjadi pedoman bersama bagi seluruh stakeholders perikanan sidat. Kedepannya, pedoman ini akan menjadi acuan dalam pengelolaan sumber daya ikan sidat di Indonesia yang bermanfaat secara optimal dan berkelanjutan.
“Tak hanya para nelayan sebagai aktor penangkapan sidat, kita gandeng juga akademisi, peneliti, dan unsur pemerintah pusat dan daerah untuk bersinergi membahas pengelolaan ikan sidat ini. Sudah menjadi tugas dan peran DJPT KKP menggelar uji petik dan konsultasi publik sebelum menetapkan sebuah kebijakan, agar nantinya tidak membebani masyarakat,” tandasnya.
Sumber: HUMAS DITJEN PERIKANAN TANGKAP