BKKBN Pastikan Lancarnya Pasokan Alat Kontrasepsi di Masa Pandemi COVID-19

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. Pemimpin sejati kerja keras cerdas dan integritas. (Foto: Ist)

Jakarta, Gempita.co – Wabah COVID-19 memiliki dampak mendalam pada akses pelayanan Keluarga Berencana (KB) maupun informasi kesehatan reproduksi seksual. Setiap negara di seluruh dunia kini berjuang untuk memastikan bahwa pelayanan dalam program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi tetap tersedia.

“Kita berada ditengah masa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, dimana penyakit menular sangat mengubah cara hidup kita. Ketidakpastian dan pembatasan sosial dapat mempengaruhi upaya dalam mewujudkan kependudukan Indonesia yang bersaing,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, pada acara webinar “COVID-19 : Public Health and Economic Perspective”, Kamis (25/6/2020).

“Lapangan pekerjaan dan kemampuan tenaga kerja adalah faktor kunci dalam pemanfaatan bonus demografi,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Prof. Rizal Damanik, mengungkapkan, tercatat populasi dunia diperkirakan akan meningkat 2 miliar orang dalam 30 tahun ke depan; bertambah dari 7,7 miliar pada tahun 2019 menjadi 9,7 miliar pada tahun 2050.

“Sembilan negara termasuk Indonesia, akan mencapai lebih dari setengah proyeksi pertumbuhan antara sekarang dan 2050. Masih terlalu dini, jika saya berasumsi, bahwa wabah itu (COVID-19) mungkin merubah proyeksi populasi global,” ungkapnya.

Menurut Rizal, dari hasil pengamatan BKKBN, di Indonesia para wanita memilih untuk tidak datang ke fasilitas kesehatan karena khawatir tertular COVID-19 atau karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kemudian juga adanya potensi gangguan rantai pasok yang membatasi ketersediaan alat kontrasepsi di beberapa daerah.

“Tidak dapat diaksesnya pelayanan KB, khususnya di Indonesia, menjadi ancaman terjadinya putus penggunaan alat kontrasepsi dan kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Rizal Damanik.

Sementara itu, secara global sebanyak 47 juta wanita tidak dapat mengakses kontrasepsi modern, 7 juta dari mereka mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan 31 juta kasus kekerasan berbasis gender akan terjadi jika lockdown berlanjut hingga 6 bulan di 114 negara berpenghasilan rendah dan menengah (UNFPA, 2020).

Pandemi COVID-19 membuka kerentanan sistem kesehatan masyarakat kita. Penyebaran virus ini tidak pilih-pilih, dari pekerja dengan penghasilan rendah, orang yang tinggal di daerah kumuh maupun perkotaan, terutama perempuan dan anak perempuan, migran dan pengungsi adalah sub populasi yang paling rentan.

Uttara Bharath Kumar, Senior Technical Advisor John Hopkins Centre for Communication Programs, juga menjelaskan bahwa banyak masyarakat mendapatkan banyaknya terpaan informasi yang datang dari seluruh penjuru, rumor dan misinformasi yang ditampilkan sedemikian rupa membuatnya sangat sulit untuk dihilangkan dan mereka bisa saja mempercayai itu semua sebagai sebuah sumber informasi yang dapat dipercaya.

Menurutnya, hal tersebut dapat meningkatkan rasa takut mereka, yaitu takut pada orang lain, takut pergi ke pelayanan kesehatan, dan bahkan takut akan informasi itu sendiri yang mungkin menyampaikan berita-berita yang menyedihkan dan menakutkan. Sedangkan di waktu yang sama semua orang dianjurkan untuk memulai perilaku baru dalam mencegah wabah COVID-19 ini seperti mencuci tangan dan menjaga jarak sosial dengan orang lain yang membutuhkan usaha dan komitmen yang tinggi untuk mengubah perilaku tersebut.

Situasi informasi pelayanan KB di Negara lain selain Indonesia menurut Uttara juga menjadi sangat terbatas. Sehingga implementasinya berubah menjadi lebih virtual dengan membagikan informasi melalui saluran-saluran digital dan smartphone. Tapi Uttara menyayangkan karena ternyata banyak perempuan khususnya yang berada pada kelompok marjinal mempunyai keterbatasan atau bahkan tidak punya akses sama sekali kepada saluran-saluran digital tersebut.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali