Beijing, Gempita.co – Secara terukur dan sistematis Amerika Serikat (AS) terus bergerak meningkatkan tekanan dan pengaruhnya di Laut China Selatan.
Situasi ini rupanya menjadi ancaman nyata bagi China dan membuat Beijing makin terusik. Berdalih hendak menjaga perdamaian, China justru memandang AS sebagai sumber kekacauan.
Utusan China di PBB baru-baru ini bahkan menyebut Negeri Paman Sam tidak memenuhi syarat untuk membuat pernyataan apa pun tentang masalah Laut Cina Selatan.
Pernyataan tersebut keluar dari mulut Dai Bing, kuasa usaha misi permanen China untuk PBB, pada debat terbuka Dewan Keamanan tentang keamanan maritim pada hari Senin (9/8/2021).
Bing menegaskan bahwa AS telah menimbulkan masalah tanpa alasan, dengan sewenang-wenang mengirim kapal dan pesawat militer canggih ke Laut China Selatan sebagai provokasi.
“Mereka tidak bergabung dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, tetapi menganggap dirinya sebagai hakim Konvensi, menuding negara lain dan mencampuri secara sewenang-wenang. Mereka tidak memiliki kredibilitas dalam masalah maritim,” ungkap Bing, sebagaimana dilaporkan Global Times.
Pada 12 Juli lalu, tanpa izin dari pemerintah China, kapal perusak dengan rudal berpemandu AS USS Benfold secara ilegal masuk tanpa izin ke perairan teritorial China di Xisha.
Kapal tersebut dilacak, dipantau dan diperingatkan oleh angkatan laut dan udara yang diorganisir oleh Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat China.
Kehadiran kapal AS tersebut juga bertepatan dengan ulang tahun kelima putusan Arbitrase Laut China Selatan, yang menyatakan bahwa klaim China atas sejumlah wilayah perairan Laut China Selatan telah melanggar hukum internasional.
Bing mengatakan bahwa saat ini China dan para anggota ASEAN sedang bersama-sama menjaga stabilitas umum di Laut China Selatan dan memastikan semuanya menikmati kebebasan navigasi dan penerbangan sesuai dengan hukum internasional.
“China dan anggota ASEAN berkomitmen untuk sepenuhnya dan efektif menerapkan Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan dan berusaha untuk mencapai kode etik di Laut China Selatan lebih awal,” ungkapnya.
AS Pimpin Latihan Militer di Asia Tenggara
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) akan memimpin latihan militer Kerja Sama dan Pelatihan Asia Tenggara (SEACAT) di Singapura.
Latihan militer yang memasuki tahun ke-20 itu dimulai pada Selasa (10/8), dan melibatkan angkatan laut dari 21 negara.
Mereka yang bergabung dalam latihan militer tersebut termasuk Australia, Bangladesh, Brunei, Kanada, Prancis, Jerman, India, dan Indonesia. Selain itu, negara lainnya yang bergabung adalah Jepang, Malaysia, Maladewa, Selandia Baru, Filipina, Korea Selatan, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Inggris Raya, AS, dan Vietnam .
Dalam sebuah pernyataan, armada ke-7 Angkatan Laut AS mengatakan, latihan tahun ini mencakup 10 kapal dan lebih dari 400 personel. Latihan tersebut dirancang untuk mendorong negara-negara menggunakan kekuatan maritim mereka, dalam meningkatkan pemahaman tentang lingkungan operasional, membangun kapasitas untuk misi dukungan kemanusiaan, dan menegakkan hukum dan norma internasional.
Latihan SEACAT berlangsung saat China dan Rusia juga melakukan latihan militer bersama di wilayah Ningxia utara, China tengah. Di sisi lain, AS bersiap untuk latihan militer gabungan dengan Korea Selatan.
Selama latihan SEACAT, sebuah pos operasi di International Fusion Centre di Singapura akan berfungsi sebagai pusat koordinasi krisis dan berbagi informasi. Hal itu karena angkatan laut yang berpartisipasi dalam simulasi untuk melacak kapal dagang yang mencurigakan di seluruh laut Asia Tenggara.
“Skenario dirancang untuk mendorong negara-negara bekerja sama melalui aset kesadaran domain maritim, agar lebih memahami operasi dan kepatuhan terhadap norma-norma internasional,” kata Komandan Destroyer Squadron 7 AS Tom Ogden, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera, Rabu (11/8/2021).
“Mempraktikkan intersepsi multilateral, multi-platform membantu mitra Asia Tenggara kami bersiap untuk kemungkinan keterlibatan dunia nyata di masa depan,” ujar Ogden.
SEACAT dimulai pada 2002, dan dikenal sebagai Kerjasama Asia Tenggara Melawan Terorisme. Latihan tersebut diluncurkan setelah serangan September 2001 di AS. Latihan ini kemudian berganti nama pada 2012 untuk fokus memajukan pelatihan di antara angkatan laut regional, serta penjaga pantai di Asia Selatan dan Tenggara. Hal itu terutama untuk mengatasi pembajakan dan penyelundupan.
Beberapa organisasi internasional dan non-pemerintah juga mengambil bagian dalam latihan tahun ini. Mereka termasuk United Nations Office of Drugs and Crime (UNODC), EU Critical Maritime Route Wider Indian Ocean (CRIMARIO), dan International Committee of the Red Cross (ICRC).
Sumber: ATN