Covid-19 di Jakarta Cenderung Menurun, Sayang Angka Kematian Masih Terbilang Banyak

TPU Pondok Ranggon - Foto: Istimewa

JAKARTA, Gempita.co- Kasus harian Covid-19 di Jakarta cenderung menurun dalam beberapa waktu terakhir.

Kendati demikian, angka kematian akibat Covid-19 cenderung stagnan dan tak ikut melandai.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Dalam dua pekan terakhir, baru dua kali penambahan kasus harian di Ibu Kota menyentuh angka lebih dari 1.000 kasus.

Tren penurunan kasus mulai terlihat sepekan setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selesai dilakukan.

Pada 17 Oktober, kasus harian Covid-19 mulai menurun ke angka 974 kasus. Tren kasus harian tak lebih dari 1.000 kasus per hari kemudian terus berlanjut.

Pada 24 Oktober barulah kasus harian kembali meningkat jadi 1.062 kasus.Hari selanjutnya, kasus harian Covid-19 di Ibu Kota kembali menurun.

Barulah pada Senin (2/11/2020) kemarin, kasus Covid-19 di Jakarta kembali melonjak di angka 1.024 kasus.

Pada periode yang sama, angka kematian akibat Covid-19 di Jakarta tidak menunjukkan tanda-tanda melandai.

Dalam dua pekan terakhir, kematian akibat Covid-19 per harinya berada di kisaran angka belasan sampai 20-an kasus.

Pada Senin kemarin, ada 18 orang yang dinyatakan meninggal dunia akibat Covid-19 di Jakarta.

Penambahan itu menyebabkan total 2.291 orang yang meninggal akibat Covid-19.

Jika dilihat dari total jenazah yang dimakamkan dengan protokol Covid-19, jumlahnya akan lebih besar.

Menurut epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, penurunan kasus positif Covid-19 harusnya berpengaruh kepada angka kematian yang juga menurun.

Oleh karena itu, ia menilai masih tingginya angka kematian justru mengonfirmasi bahwa kasus Covid-19 sebenarnya belum turun.

Masih banyak kasus yang belum bisa terdeteksi.

“Justru tingginya angka kematian ini menunjukkan kasus belum turun, malah cenderung banyak kasus yang belum terdeteksi sehingga terjadilah kematian,” kata Dicky Selasa (3/11/2020).

Dicky menilai, kasus Covid-19 saat ini ibarat gunung es, hanya sebagian yang terlihat ke permukaan karena berhasil dideteksi.

Sementara itu, banyak kasus yang tidak terdeteksi, khususnya pada orang tanpa gejala (OTG).

Banyak OTG yang tak sadar telah terpapar Covid-19 dan menjadi penyebar virus kepada kelompok rentan.

“Ini indikator valid yang menunjukkan kontradiksi dengan adanya penurunan kasus. Jadi penurunam itu bukan hal yang sesungguhnya terjadi,” kata Dicky.

Untuk menekan angka kematian akibat Covid-19, Dicky menekankan bahwa Pemprov DKI harus terus menggencarkan tes dan pelacakan kasus yang disebut testing, tracing, dan treatment (3T).

Dengan metode itu, Pemprov DKI bisa menemukan sebanyak-banyaknya kasus positif Covid-19 di lingkungan masyarakat, mengisolasi atau merawat pasien sehingga tak menyebarkan SARS-CoV-2, khususnya kepada kelompok rentan.

“Yang harus dilakukan tidak ada lain selain penguatan testing, tracing, treatment sehingga kasus makin banyak ditemukan,” kata dia.

Dicky menilai tes Covid-19 di DKI Jakarta sudah relatif baik ketimbang daerah lainnya.

Di saat daerah lain belum bisa mencapai standar organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk mengetes satu orang per 1.000 penduduk per pekan, DKI Jakarta sudah jauh melesat.

Sepekan terakhir, Pemprov DKI sudah melakukan tes swab atau polymerase chain reaction (PCR) kepada 52.181 orang, lima kali lipat standar WHO.

Kendati demikian, Dicky mengingatkan, positivity rate di Jakarta masih cukup tinggi.

Dari keseluruhan orang yang telah dites, ada 9,9 persen yang dinyatakan positif Covid-19.

“Belum lima persen. Malah yang ditarget itu 1-3 persen. Ini menggambarkan kasus yang belum terdeteksi di masyarakat masih sangat banyak,” kata Dicky.

Untuk menurunkan positivity rate ini, Dicky menyarankan pemprov DKI meningkatkan lagi kapasitas testing.

Meski sudah lima kali lipat standar WHO, Dicky menilai testing yang dilakukan di Ibu Kota belum sesuai dengan eskalasi pandemi.

Strategi lanjutan dari testing itu, yakni tracing atau pelacakan, juga belum maksimal.

“Tracing juga belum sesuai, target WHO kan 40 persen minimal,” ujarnya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali