Jakarta, Gempita.co- Ketua Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Peter Frans menyatakan realokasi anggaran akibat dampak COVID-19 mempengaruhi pekerjaan konstruksi mulai dari penundaan hingga ada yang terhenti.
“Mayoritas anggota kami mendapatkan pekerjaan yang bersumber dari APBD dan APBN, akibat adanya realokasi anggaran, mereka banyak yang terkena dampak,” kata Peter saat teleconference dengan media di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Peter mengakui beberapa proyek bisa diselesaikan sesuai perkembangan seperti pembangunan jalan layang Lenteng Agung dan Tanjung Barat yang rampung pada akhir tahun 2020, namun banyak juga pekerjaan terpaksa berhenti.
Terkait hal itu, Inkindo telah melaksanakan survei “Dampak COVID-19 Terhadap Konsultan” secara daring melibatkan 1.461 responden yang dilaksanakan dalam kurun waktu satu bulan (Juni-Juli 2020).
Survei menunjukkan 90 persen anggota Inkindo mendapatkan sumber pendanaan dari APBD, 64 persen dari APBN, 16 persen dari BUMN, 31 persen dari swasta dan 5 persen dari asing.
Dari survei tersebut juga memperlihatkan dampak dari realokasi anggaran di APBD meliputi realokasi kurang dari 25 persen berdampak terhadap 13 persen responden, 25 -50 persen berdampak terhadap 30 persen responden, 51-75 persen berdampak terhadap 23 persen responden dan di atas 75 persen berdampak pada 34 persen responden.
Frans mengatakan terkait survei itu pihaknya akan segera berkirim surat kepada pemerintah pusat dan daerah agar dapat memberikan perlindungan terhadap anggota berupa jaminan agar sektor konstruksi tetap bisa berjalan selama masa pandemi serta penghapusan bunga modal kerja.
“Hal ini karena ada temuan akibat dari wabah ini sebanyak 27 persen dari 6.400 anggota yang perusahaannya tutup akibat pandemi serta 35 persen anggota terpaksa telah melakukan PHK,” kata Frans.
Frans mengakui kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang membolehkan bekerja dari kantor sebanyak 50 persen dari kapasitas ruang kantor sangat membantu, namun ada problem juga dalam pelaksanaannya.
Survei memperlihatkan sebanyak 47 persen mengalami kesulitan dalam mengakses internet, 24 persen mengalami keterbatasan literasi dan kemampuan teknologi informasi, serta 65 persen belum sepenuhnya beradaptasi dengan budaya baru tersebut.