Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya meningkatkan kompetensi pelaku utama kelautan dan perikanan guna membangkitkan ekonomi nasional. Pada 17-18 Maret 2021, KKP bekerja sama dengan DPD RI menggelar ‘Pelatihan Pembesaran Ikan Lele dengan Sistem Bioflok’ di Kalimantan Utara dan ‘Pelatihan Diversifikasi Produk Hasil Perikanan’ di Papua.
Pelatihan Pembesaran Ikan Lele dengan Sistem Bioflok yang difasilitasi Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Bitung diikuti oleh 60 pembudidaya ikan di Kab. Nunukan dan Kab. Tana Tidung, Kalimantan Utara. Sementara itu, tercatat sebanyak 60 orang di Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Biak Numfor, Papua, mengikuti Pelatihan Diversifikasi Produk Hasil Perikanan yang difasilitasi oleh BPPP Ambon.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja menjelaskan, alaminya lele hidup di media air berupa kolam tanah yang mengandung pasir, lumut, tumbuhan, dan plankton yang menjadi ekosistem tempatnya mencari makan. Namun, kapasitas lele yang bisa hidup di dalamnya terbatas tergantung dengan banyaknya makanan yang tersedia.
Menariknya, seiring dengan perkembangan teknologi, kini lele sudah dapat dibudidayakan dengan media buatan yakni bioflok. Bioflok adalah kolam buatan dari bahan terpal yang dilengkapi dengan ekosistem buatan yang yang lebih efisien dan produktif.
“Apa yang kita lakukan ini adalah meniru dari alam, kemudian beberapa kriteria kita perbaiki,” ucapnya.
“Jadi dengan kerapatan (kolam) alami menyerap oksigen dengan kapasitas tertentu, lele mungkin bisa tumbuh 5-10 ekor/m2. Tapi kalau kita budidayakan di kolam buatan dengan ditambahkan oksigen dan plankton yang lebih banyak maka kapasitasnya bisa sampai 50-100 bahkan 200 ekor/m2. Ini jauh lebih besar dari kapasitas ikan itu di alam,” jelas Sjarief.
Ia menyebut, bioflok tidak membutuhkan lahan yang terlalu besar sehingga sangat potensial untuk dibangun di belakang halaman rumah sebagai alternatif usaha dan pendapatan. Tak berhenti sampai di situ, hasil budidaya lele juga dapat diolah menjadi produk olahan yang bernilai tambah.
“Untuk menjadikan usaha ini lebih efisien, kita bisa juga kembangkan pakan mandiri. Kemudian pasca panen, lele itu bisa diolah sehingga semuanya terintegrasi,” ujarnya.
Semangat yang sama menjadi tujuan Pelatihan Diversifikasi Produk Hasil Perikanan yang diselenggarakan di Papua. Sjarief menyebut, pelatihan ini menjadi salah satu cara untuk mendorong nelayan setempat agar dapat memanfaatkan ikan hasil tangkapannya dengan optimal.
“Sebagian dari bapak/ibu pasti adalah nelayan yang pergi ke laut menangkap ikan sehari-harinya. Kalau kita menangkap ikannya berlebih maka ikan tersebut akan sulit sekali kita manfaatkan. Padahal, ikan segar mungkin hanya tahan 6 jam, sedangkan kalau diolah bisa tahan lebih lama. Nah, cara-cara pengolahan itulah yang perlu dipelajari bapak/ibu,” ucapnya.
Sjarief mengatakan, hal ini dapat dimanfaatkan seiring dengan kebiasaan masyarakat yang gemar duduk berbincang di warung-warung kopi. Ia mencetuskan, inovasi kudapan hasil olahan ikan seperti kroket, nugget, dan baso ikan bisa dikembangkan menjadi pengganti pisang dan singkong goreng yang dijajakan di warung-warung kopi.
“Ini bisa menjadi ide baru sehingga nanti bapak/ibu sekalian bisa mengolah ikan menjadi makanan yang menarik unut dijadikan teman minum kopi di sore hari. Bahkan mungkin bapak/ibu bisa buat toko baso ikan, toko nugget ikan, toko kroket ikan, dan sebagainya,” cetusnya.
Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya menambahkan bahwa hal ini menjadi salah satu upaya KKP menggencarkan program “Gemar Makan Ikan” (Gemarikan) dalam rangka meningkatkan konsumsi ikan masyarakat.
“Kami berharap pelatihan ini dapat memberikan keterampilan dan pengetahuan bagi masyarakat untuk mengolah berbagai jenis olahan ikan supaya menarik masyarakat untuk mengonsumsi ikan,” ujarnya.
“Misalnya, kita bisa olah ikan jadi nugget berbentuk Upin dan Ipin ataupun bentuk-bentuk lainnya yang menarik bagi anak-anak supaya mereka jadi tertarik makan ikan. Dengan begitu, gizinya pun akan menjadi baik, terutama di tengah pandemi Covid-19 saat ini,” tuturnya.
Ketua Komite II DPD RI yang juga merupakan perwakilan Kalimantan Utara, Hasan Basri, menyambut baik terselenggaranya pelatihan ini. Ia menyebut, peningkatkan kompetensi SDM sangat penting karena selama ini masyarakat Kaltara masih melakukan budidaya lele secara tradisional sehingga hasilnya belum optimal.
“Kalau masyarakat kita melakukan budidaya lele secara tradisional sendiri-sendiri maka hasilnya tidak akan seperti yang kita harapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dalam hal ini dari KKP melalui BRSDM dengan adanya pelatihan-pelatihan seperti ini,” ujarnya.
Guna mewujudkannya, pihaknya pun mendorong agar alokasi anggaran pelatihan kelautan dan perikanan dapat ditingkatkan ke depan melalui perubahan UU No. 16 Tahun 2006. Menurutnya, hal ini akan berperan penting untuk meningkatkan produktivitas perikanan maupun kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“Komite II mendukung sepenuhnya kegiatan-kegiatan ini dan berharap tahun 2022 bisa terus ditingkatkan lagi,” ucapnya.
Adapun Anggota Komisi II DPD RI perwakilan Papua, Yorrys Raweyai, yang diwakili oleh Anggota Komisi II DPD RI perwakilan Maluku, Anna Latuconsina, menilai bahwa pemanfaatan hasil perikanan menjadi berbagai produk bernilai tambah memiliki prospek yang sangat baik ke depan. Di beberapa negara maju, kesadaran untuk mengonsumsi ikan terus meningkat. Tren pola makan dan gaya hidup mereka dalam memenuhi kebutuhan proteinnya telah beralih dari produk pangan hasil peternakan menjadi produk hasil perikanan.
“Laju konsumsi perikanan semakin bertambah. Sementara itu, suplai hasil perikanan mengalami penurunan. Hal ini dapat diatasi melalui teknik penanganan dan pengolahan hasil perikanan yaitu diversifikasi produk,” ungkapnya.
Di samping itu, ia menilai bahwa pengolahan produk hasil perikanan dapat meningkatkan nilai tambah dari satu hasil tangkapan atau budidaya yang dapat meningkatkan ekonomi lokal maupun nasional. “Kegiatan pengolahan ikan sangat berpengaruh pada ekonomi nelayan pada skala kecil dan ekonomi nasional pada skala besar,” ucapnya.
Para peserta pun menyambut baik penyelenggaran kedua pelatihan kali ini. Mul, salah satu peserta peserta Pelatihan Pembesaran Ikan Lele dengan Sistem Bioflok asal Kabupaten Nunukan, Provinsi Kaltara memberikan apresiasinya kepada KKP atas layanan pelatihan masyarakat yang diterimanya.
“Terima kasih untuk KKP sudah menyelenggarakan pelatihan ini. Ini sangat membantu usaha kami, khususnya dalam budidaya lele. Jadi ada ilmu baru yang kami dapat untuk mempraktikan bioflok. Insya Allah dalam waktu dekat bisa diterapkan. Semoga bisa maksimal,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam rangka memanfaatkan tren ikan hias yang terus berkembang di tengah pandemi Covid-19, KKP melalui BPPP Medan turut menyelenggarakan ‘Pelatihan Pembenihan Ikan Komet’ secara daring dalam waktu yang bersamaan. Kegiatan ini disambut baik oleh 423 masyarakat dari 33 provinsi di seluruh Indonesia. Ke depannya, KKP akan terus menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pelaku utama kelautan dan perikanan maupun memberikan alternatif usaha bagi masyarakat umum.
Sumber: Humas BRSDM