Di Balik Viralnya Seorang Ibu Perjuangankan Legalisasi Ganja Medis

Aksi seorang ibu meminta ganja medis Dilegalkan saat CFD di Bundaran HI Jakarta (Foto:dok.Twitter - Andien Aisyah)

Jakarta, Gempita.co – Santi Warastuti, seorang ibu menjadi sorotan. Ia viral setelah menyuarakan legalisasi ganja medis di car free day (CFD) Bundaran HI Jakarta pada Minggu (26/6/2022).

Ibu mengaku anaknya menderita cerebral palsy. Itulah alasan dirinya menyuarakan legalisasi ganja medis.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Di CFD, Santi datang bersama suami dan tampak pula buah hatinya PK (14) yang berada di kereta dorong.

Santi terlihat memegang satu papan dengan bertuliskan “TOLONG ANAKKU BUTUH GANJA MEDIS”.

Santi mengungkapkan, awalnya ia tinggal dan bekerja di Bali. Kemudian, saat hamil, Santi bersama suami memutuskan untuk pulang ke Sleman, Yogyakarta.

“Jadi saya hamil posisi 7 bulan, saya pulang ke Yogya, karena cuma berdua sama suami (di Bali) tidak ada saudara. Ini kan lahiran anak pertama agak ribet tidak ada yang membantu, ya saya pulang ke Yogya,” ujar Santi.

Pada 25 September 2008, Santi melahirkan di Yogyakarta. Hadirnya sang buah hati membahagiakan bagi Santi dan suami.

“Anak kami lahir dengan operasi caesar, dengan berat 3,4,” ucapnya.

Setelah Pika umur dua bulan, Santi dan suami membawanya ke Bali. Pasalnya Santi dan suami masih harus bekerja di Bali.

Buah hatinya ini tumbuh menjadi anak yang periang dan beraktivitas seperti anak pada umumnya.

Pada saat akan lulus Taman Kanak-kanak (TK), ia mulai muntah-muntah dan lemas. Pihak sekolah kemudian menghubungi Santi untuk menjemput anaknya agar istirahat di rumah.

“Saya ditelepon suruh membawa pulang, nanti istirahat besok sudah segar lagi, begitu beberapa kali. Kemudian muncul kejang,” ungkapnya.

Mengetahui kondisi anaknya itu, Santi kemudian membawanya ke rumah sakit untuk periksa. Awalnya, dokter memvonis epilepsi.

“Karena kejang tanpa demam (dokter menyampaikan) epilepsi begitu, kemudian diperiksa lanjutan. Mulai saat itu minum obat kejang,” katanya.

Santi menerangkan, kondisi anaknya saat itu masih baikmasih bisa berjalan. Namun seiring berjalannya waktu mulai kesulitan untuk berjalan dan kesulitan memegang sesuatu.

“Jadi motorik kasarnya, motorik halusnya mulai terganggu karena kejang pun masih ada kan. Saat itu saya sudah melakukan terapi juga waktu di Bali,” tuturnya.

Santi yang merasa kesulitan mencari lokasi terapi di Bali pada tahun 2015 memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Ia kembali ke Yogyakarta bersama buah hatinya.

Sedangkan suaminya tetap berada di Bali untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Selama di Yogyakarta, anaknya harus keluar masuk rumah sakit karena kejang masih sering muncul. Seiring berjalanya waktu, kondisinya pun mulai menurun.

“Lama-lama kondisinya menurun, menurun. Kondisi seperti itu disebut oleh dokter cerebral palsy,” ucapnya.

Saat ini berusia 14 tahun, kondisi motoriknya yang terganggu. Ia tidak lagi bisa melakukan apapun sehingga tergantung kepada kedua orang tuanya.

Santi mengaku saat itu tidak terlalu memikirkan tentang diagnosa dokter. Sebagai seorang Ibu, Santi lebih fokus mengupayakan kesembuhan sang buah hati.

Berbagai upaya dilakukan oleh Santi dan suaminya demi buah hatinya. Selain medis, Santi juga mencoba ke berbagai pengobatan tradisional.

“Wah kalau orang bilang, kayak orang mau promil itu, coba ke sana, coba ke sini, coba makan ini, coba makan itu. Saya juga seperti itu, tapi saya tetap juga ke medis tidak terus menghentikan medis. Pijat ke sana, pijat ke situ, ditipu orang ya perjalanannya seperti itu,” imbuhnya.

Secercah Harapan

Ia menemukan secercah harapan setelah mengetahui informasi ganja bisa dimanfaatkan untuk medis saat masih bekerja di Bali.

Pada waktu itu, atasannya yang merupakan warga negara asing memberikan informasi tersebut. Di negara atasannya tersebut, ganja medis sudah legal.

‘Atasan saya itu orang asing, jadi beliau kan sering keluar masuk Indonesia. Waktu posisi beliau di luar Indonesia, beliau mengirimkan foto botol kepada saya. Beliau bilang, Santi ini kalau di negaraku dipakai untuk obat kejang,” ujar Santi.

Santi kemudian melihat foto yang dikirimkan oleh atasannya. Di foto botol tersebut terdapat tulisan “cannabis”. Mengetahui di Indonesia belum legal, Santi menolak tawaran atasannya yang akan membawakan minyak ganja tersebut.

Saat berada di Yogyakarta, Santi bertemu dengan Dwi Pertiwi yang tidak lain adalah ibu dari almarhum Musa.

Dwi Pertiwi, lanjut Santi, pernah membawa Musa ke Australia untuk terapi medis. Hasilnya kondisi Musa mengalami perkembangan yang baik.

“Musa itu kondisinya lebih berat dari pada anak saya CP (cerebral palsy) nya itu tapi kondisinya ada perkembangan yang signifikan, kejangnya banyak berkurang, tidurnya yang sering begadang jadi lebih bagus tidurnya, kekakuan tubuhnya itu melemas,” tuturnya.

Santi mengetahui itu setelah bertanya kepada Dwi Pertiwi terapi yang diberikan kepada Musa.

“Dikasih apa tho Bude (Dwi Pertiwi), oh terapi gini, gini. Saya kan nggak bisa dapat di sini, bukan berarti saya mengesampingkan obat medis,” tuturnya.

Santi selama ini telah melakukan usaha pengobatan bagi anaknya secara medis yang ada saat ini. Namun, setelah bertahun-tahun tidak terlihat perkembangan yang signifikan terhadap kondisi anaknya.

“Saya tujuh tahun ngasih obat kejang itu, bukan waktu yang sebentar. Kalau saya sudah ngasih obat itu dan belum ada hasil yang signifikan, kemudian ada sedikit harapan yang bisa saya berikan, saya upayakan ya saya kejar harapan itu,” paparnya.

Di sisi lain, kondisi ekonomi keluarga Santi, tidak memungkinkan untuk membawa anaknya ke luar negeri untuk menjalani terapi ganja medis.

Santi pun kemudian membaca banyak literatur dan di beberapa negara sudah dilegalkan untuk medis. Apa yang diperjuangkan Santi saat ini pun untuk keperluan medis, bukan yang lainnya.

“Jadi yang saya perjuangkan untuk medis. Kalau misalnya dilegalkan untuk proses distribusi, proses penelitian, pasti dari pihak-pihak terkait, pihak berwenang yang mempunyai kewenangan untuk itu, bukan di ranah saya. Kalau ranah saya cuma seorang ibu, yang berjuang untuk anaknya. Untuk teknis, petunjuk dan pelaksanaannya nanti kan sudah ada pihak-pihak yang berkompeten,” ungkapnya.

Gugatan ke MK

Santi kemudian membulatkan tekad pada November 2020 untuk memasukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) uji materi terhadap UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

“Di awal karena Musa perkembangannya bagus, Saya kepingin juga tapi saya tidak bisa memberikan di Indonesia. Jadi kalaupun nanti bisa digunakan sebagai obat medis bukan hanya untuk anak saya, tapi untuk anak-anak (cerebral palsy) yang lain,” terangnya.

“Apa salahnya sih yang dipakai di luar, kita pakai di sini. Ya tentu dengan pengawasan yang ketat dari aparat,” tambahnya.

Sembari menunggu keputusan MK, Santi masih terus melanjutkan pengobatan anaknya secara medis yang ada saat ini.

“Setiap obat itu pasti ada efek samping, dan anak saya juga mengalami. Pernah dikasih obat kejang, itu konsumsi dua minggu langsung muncul ruam-ruam merah, bibir pecah-pecah, sariawan berdarah-darah gitu. Kemudian diganti obat, karena konsumsi jangka panjang awal bulan kemarin muncul ruam-ruam merah di perut leher, kaki tangan kemudian oleh dokter dihentikan dulu,” ungkapnya.

Ia tak lantas berdiam diri, Santi bersama suami dan buah hatinya kemudian berangkat ke Jakarta agar MK agar segera memutuskan.

Di Jakarta Santi datang ke CFD Bundaran HI dengan membawa papan berwarna putih. Di papan tersebut terdapat tulisan ” TOLONG ANAKKU BUTUH GANJA MEDIS”. Aksi tersebut kemudian viral setelah penyanyi Andien Aisyah mengunggah di media sosial.

Santi pun mengaku tidak menyangka apa yang dilakukanya akan menjadi viral. Sebab sebagai seorang ibu, Santi hanya ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya yang menderita cerebral palsy.

“Saya paham tidak akan mudah, tapi yang terpenting Saya sudah berjuang, sudah berusaha. Hasilnya biar nanti Tuhan yang menentukan,” pungkasnya.

Sumber: Kompas

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali