Jakarta, Gempita.co – Di tengah keterbatasan akibat pandemi Covid-19, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak henti membangun masyarakat kelautan dan perikanan. Salah satunya yaitu dengan membangun 12 percontohan penyuluhan yang tersebar di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2020.
Di Kab. Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan hadir Percontohan Budidaya Patin Menggunakan Pakan Mandiri Fermentasi. Sementara di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dihadirkan Percontohan Budidaya Magot Black Soldier Fly (BSF) dan Pemanfaatannya.
Guna memperkenalkan teknologi pakan mandiri ini secara lebih luas, KKP melalui Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) menggelar kegiatan Temu Lapang Percontohan Penyuluhan di kedua lokasi secara berturut-turut pada 4-5 November 2020.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan teknologi budidaya pakan mandiri sebagai alternatif kepada pembudidaya ikan guna mengurangi biaya pakan. Pasalnya, sekitar 60-70% biaya usaha budidaya dialokasikan untuk suplai pakan.
“Selama ini, mayoritas pembudidaya disuplai dari pabrikan dengan harga yang cukup tinggi sehingga keuntungan yang didapat pembudidaya ini sangat tipis. Oleh sebab itu, kita selalu berupaya mencari pakan alternatif, salah satunya adalah pakan fermentasi dan magot ini,” ujar Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja.
Pakan Mandiri Fermentasi
Percontohan penyuluhan pakan budidaya patin menggunakan pakan mandiri fermentasi difasilitasi oleh Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) Palembang melalui Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Sajiwo Usaha yang berlokasi di Desa Kurungan Nyawa, Kec. Buay Madang, Kab. OKU Timur.
Wilayah ini dipilih karena memiliki potensi budidaya air tawar yang cukup luas dengan daya dukung dari irigasi teknis dan hamparan sawah yang luas. Hampir seluruh budidaya ikan di kabupaten ini berkembang baik dari hulu ke hilir. Ada yang menggunakan kolam tanah, kolam terpal maupun keramba. Sistem budidayanya pun beragam mulai dari intensif, semi intensif, harga tradisional.
“Selain itu, Kab. OKU Timur merupakan salah satu produsen patin terbesar di Sumatera Selatan yang memenuhi kebutuhan pasar setempat maupun beberapa provinsi lainnya di Indonesia. Bahkan, patin ini mampu menembus pasar ekspor, ” tambah Sjarief.
Percontohan pakan mandiri fermentasi yang dilakukan oleh Pokdakan Sajiwo Usaha ini telah berhasil menunjukkan hasil yang baik.
“Sebelum menggunakan pakan ini, pertumbuhan ikan cukup lambat, lama pemeliharaannya bisa mencapai 8 bulan. Namun setelah menggunakan pakan mandiri yang difermentasi dengan probiotik, pertumbuhan ikannya menjadi cukup baik. Masa pemeliharaanya jadi lebih singkat. Sekitar 6 bulan untuk mendapatkan bobot yang sama,” tutur Sjarief.
Untuk itu, ia berharap agar percontohan ini dapat menginspirasi Pokdakan lainnya yang ada di Kab. OKU Timur dan wilayah lainnya di Sumatera Selatan. Dengan begitu, para pembudidaya dapat memproduksi pakan alternatif dengan harga yang lebih terjangkau secara mandiri.
Pakan Mandiri Magot BSF
Dengan semangat yang sama, KKP melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal membangun Percontohan Budidaya Magot BSF dan Pemanfaatannya di Pokdakan Mina Clarias di Kel. Jurang, Kab. Temanggung, Jawa Tengah.
Budidaya magot merupakan pemanfaatan limbah organik menjadi pakan. Melalui kegiatan temu lapang kali ini, masyarakat diberikan pengetahuan dan demonstrasi tentang cara membudidayakan magot hingga memanfaatkannya menjadi berbagai produk. Beberapa di antaranya yaitu magot kering, magot basah, telur magot, pelet magot, tepung magot, POC, pupuk cair, dan kompos.
Dalam kesempatan ini, 30 orang perwakilan pembudidaya ikan dari Temanggung hadir secara langsung di lokasi. Turut hadir ratusan penyuluh perikanan yang hadir secara daring. Diharapkan, mereka dapat mendorong para pembudidaya di lokasinya masing-masing untuk memproduksi pakan secara mandiri.
Dalam sambutannya, Sjarief mengajak seluruh peserta berpikir secara menyeluruh agar budidaya magot ini berkelanjutan. Untuk itu, ia mengajak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Temanggung untuk menginventarisasi seluruh luasan kolam yang ada, jumlah produksi ikan, dan pakan yang diperlukan. Dengan begitu, produksi magot untuk memenuhi kebutuhan para pembudidaya pun dapat ditentukan.
“Saya usul, marilah kita segera membentuk kelompok-kelompok budidaya magot di sentra-sentra perikanan. Jadi di tiap sentra ada 1-2 kelompok pengusaha budidaya magot,” ucapnya.
Selain itu, ia juga mendorong agar para penyuluh dan kelompok usaha bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat untuk memastikan pasokan bahan baku yang diperlukan. Ia mendorong agar dibentuk sentra-sentra limbah organik untuk mengumpulkan limbah dari pasar, rumah makan, maupun rumah tangga.
“Jadi, ada kelompok-kelompok untuk mengumpulkan bahan organik. Kemudian setelah itu mengerucut pada kelompok budidaya magot. Kemudian mengerucut lagi pada kelompok budidaya ikan,” jelasnya.
“Ini adalah satu rangkaian dari hulu sampai hilir yang harus kita pertimbangkan keberlanjutannya. Teknologi akan bermanfaat kalau keseluruhan proses bisnis ini berjalan,” tekan Sjarief.
Selanjutnya, ia menyebut bahwa perhitungan keekonomian usaha juga tak kalah penting. Untuk itu, Sjarief mendorong agar para pihak menghitung biaya produksi, transportasi, maupun distribusi yang dibutuhkan. Menurutnya, keuntungan yang didapat harus dibagi secara adil agar seluruh pihak bisa mendapatkan pendapatan yang layak.
“Jadi kita harus berbagi secara ekonomi. Hitungan dari pembudidaya magot harus dihitung berapa yang cukup layak untuk membuat pembudidaya magot menjadi profesi yang menarik,” ucapnya.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati berharap agar hasil dari pemanfaatan budidaya magot tak hanya digunakan sendiri namun juga bisa dijadikan usaha untuk menambah pendapatan masyarakat.
Hal tersebut telah dibuktikan oleh Pokdakan Mina Clarias yang berhasil menjual sebagian produknya, baik secara langsung maupun online.
“Telur magot dijual dengan kisaran harga Rp6.000/gram, magot segar berkisar Rp7.000/gram, dan magot kering berkisar Rp70.000/gram. Sementara itu, pre pupa dan pupa memiliki kisaran harga jual Rp75.000/gram,” ujarnya.
Usaha yang menjanjikan ini juga telah menarik beberapa kelompok pokdakan lainnya maupun pelaku usaha di Temanggung untuk mengkloning percontohan budidaya magot BSF. Beberapa di antaranya yaitu Kelompok Mina Makmur, Kelompok Mina Raharjo, BumDes Gundisari, Ria (PT ABP Maron Temanggung), Kholil, dan Imam Fauzi.
Lilly berharap, para kelompok pelaku usaha lainnya dapat terinspirasi dan mencontoh teknologi budidaya magot BSF di wilayahnya masing-masing.
“Dengan temu lapang ini, kami berharap setidaknya ada transfer teknologi yang disampaikan dari penyuluh kepada pelaku usaha di lapangan, yang pada ujungnya dapat membantu pelaku usaha meningkatkan kesejahteraannya,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Perikanan Budidaya Gemi Triastutik menyampaikan apresiasinya kepada BRSDM atas kegiatan temu lapang percontohan penyuluhan di bidang alternatif pakan yang diselenggarakan kali ini.
“Kita berusaha terus memperbaiki, berinovasi mencari alternatif-alternatif pakan yang murah, efisien, tapi tetap tidak mengurangi kualitas pakan itu sendiri. Untuk itu, kami berharap dapat terus bersinergi dengan kawan-kawan penyuluh untuk bisa sama-sama melakukan pendampingan kegiatan budidaya magot ini,” tukasnya.
Sebagai informasi, turut hadir dalam kesempatan ini Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. OKU Timur Tubagus Sunarseno, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Temanggung Slamet Saryono, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kab.
Temanggung Entargo Yutri Wardana, Kepala BRPPUPP Palembang Arif Wibowo, Kepala BPPP Tegal Muchlisin, Kepala BBAT Sungai Gelam – Jambi Boyun Handoyo, serta para narasumber, kelompok pembudidaya, dan penyuluh perikanan.
Sumber: HUMAS BRSDM