Dugaan Rekayasa Lelang Bank of India Indonesia Semakin Mengemuka, Berikut Paparannya

ilustrasi

Rita juga mengungkapkan sebelum terjadi proses lelang, pihaknya dinilai sebagai debitur bermasalah berdasarkan surat tertanggal 5 Juni 2009 127/KPO-SH/ext/FK/VI/2009 dengan total tagihan Rp 11,2 miliar lebih yang ditandatangani Ferry Koswara. Padahal sebelumnya pada tanggal 6 Mei 2009 dinyatakan sebagai nasabah kategori baik, sehingga jadi kontradiksi.

“Hak kami sebagai debitur mengajukan restrukturisasi juga ditolak tanpa solusi langsung diserahkan ke remedial dengan dalih kami ini debitur bermasalah, padahal di OJK saja belum kolektibilitas 4, namun sudah diajukan lelang,” bebernya.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“Yang paling mengejutkan setelah 2 bulan proses lelang, saat kami mengecek rekening koran jadi 0, namun berdasarkan keterangan OJK pada 6 April 2011 masih ada hutang sebesar Rp 3,769.000.000 dengan jaminan asset yang sama dan 8 April 2018 berubah menjadi Rp5.114.000, setelah itu pihak bank masih menagih lagi,” sambungnya Rita heran.

Dia mengatakan, permohonan restruktur sebanyak 5 kali ditolak. Pakai apraisal index hingga nilai asset menjadi Rp9,3 miliar tanpa sepengetahuan dan persetujuan debitur. “Berarti Bank Swadesi (BOII) salah donk, kasih kredit Rp10,5 miliar?” katanya.

“Lelang tidak sesuai SOP, dan SOP bisa dilanggar, menurut SOP menagih debitur harus setiap 3 minggu, tapi faktanya kirim surat setiap 10 hari. Melelang asset pihak bank merasa tidak perlu menunggu kolektibilitas 5,” tambahnya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali