Dukung Ketahanan Nasional, Menteri Edhy Ajak Alumni Akabri 94 Majukan Sektor Kelautan dan Perikanan

Foto: Biro Humas dan Kerjasama Luar Negeri

Jakarta, Gempita.co – Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo mengajak para perwira alumni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Angkatan 1994 (Palagan’94) untuk turut memajukan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.

Menurutnya, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki tradisi dan jiwa maritim yang kuat. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa bukti sejarah, seperti adanya 10 relief kapal layar yang terpahat di Candi Borobudur, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Singasari dan Majapahit dan banyaknya pelaut ulung yang berasal dari Bugis, Bajo, Banten, Madura, Ambon, Ternate/Tidore, Sangire Talaud, dan Riau/Melayu.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“Dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil dengan dua per tiga wilayahnya meliputi lautan,” kata Menteri Edhy saat menjadi pembicara webinar Lemhanas bertajuk “Semangat Sumpah Pemuda Di Era Covid-19: Rekonstruksi Karakter Bangsa Guna Mendukung Ketahanan Nasional, dengan fokus Aspek Geografi Sebagai Negara Bahari dan Bangsa Pelaut”, Senin (26/10).

Dalam kegiatan yang digelar oleh Palagan 94 ini, Menteri Edhy memaparkan posisi Indonesia yang terletak diantara benua Asia dan Australia serta antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, pada posisi silang yang sangat strategis dan kaya akan sumberdaya alam hayati, non hayati dan energi dan menyimpan kekayaan yang luar biasa. Bahkan, merujuk proyeksi Profesor Rokhmin Dahuri, nilai ekonomi sektor kelautan dan perikanan Indonesia bisa mencapai USD1.338 miliar/tahun. Sektor ini juga diproyeksikan dapat memberikan lapangan kerja kepada 45 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia.

Atas potensi tersebut, diperlukan sinergitas berbagai pemangku kepentingan serta upaya keras dengan extra ordinary untuk meningkatkan pemanfaatan seperti pemanfaatan wisata bahari di pulau-pulau kecil, mineral laut, benda muatan kapal tenggelam dan lain sebagainya.

“Belum lagi kita memanfaatkan ALKI I, II, III untuk menjadi jalur transportasi, logistik dan konektivitas yang bisa menjadi salah satu potensi besar Bangsa Indonesia karena letak geografis negara kita,” urainya.

Stok Ikan

Tak hanya itu, stok ikan nasional saat ini mencapai 12,54 juta ton. Menteri Edhy menilai perlunya lompatan-lompatan besar dalam menata ekosistem industri perikanan dan kelautan, mulai dari hulu sampai ke hilir.

“Ini harus kita manfatakan secara optimal. Stok banyak, nilai tukar nelayan juga harus meningkat, artinya kesejahteraan nelayan kita juga semakin baik,” sambungnya.

Adapun KKP telah melakukan terobosan di antaranya perizinan SILAT yang hanya 1 jam setelah semua dokumen terpenuhi sesuai persyaratan. Selain itu, KKP juga telah punya kerjasama dengan Kementerian Perhubungan untuk mempermudah perizinan kapal penangkap ikan dan memberikan perlindungan kepada para nelayan melalui asuransi nelayan.

Dari sisi perlindungan awak kapal dan pekerja di sektor perikanan, KKP juga terus melakukan upaya-upaya seperti per September 2020, sebanyak 54.240 awak kapal perikanan telah melakukan Perjanjian Kerja Laut di seluruh Pelabuhan Perikanan. Kemudian pemilik kapal perikanan telah mengasuransikan 231.306 awak kapal perikanannya.

Selanjutnya sertifikasi kompetensi layak tangkap kepada pengusaha perikanan sebanyak 5.610 sertifikat dan sertifikasi kompetensi layak simpan sebanyak 10.068 sertifikat.

Sektor Perikanan Budidaya

Sementara di sektor perikanan budidaya, Menteri Edhy memastikan masih banyak potensi lahan yang dapat dimanfaatkan bersama.

“Kurang lebih baru sekitar 10% dari potensi yang telah dimanfaatkan dan itu pun belum maksimal,” terangnya.

Sebagai contoh Tambak udang vaname dahulu dari 1 ha hanya menghasilkan dibawah 1 ton per tahun, kini sudah bisa berproduksi 40 ton per tahun, bahkan satu kali panen. Ke depan, KKP menargetkan luasan budidaya
tambak 100.000 ha sampai tahun 2024, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Dari sisi perizinan, sudah dilakukan penyederhanaan, yakni dari 21 izin menjadi 1 izin terkoordinasi melalui BKPM.

“Dengan produktivitas 40 ton per tahun, maka nilai ekonominya bisa mencapai USD 20 miliar, dengan asumsi harga USD 5 per kg,” tandasnya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali