Jakarta, Gempita.co – Saat ini, ekspor buah segar Indonesia ke Jepang, Korea, Pakistan, dan Eropa dikenakan tarif yang lebih tinggi dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Kenya.
Bahkan, ada negara pengekspor yang sama sekali tidak terkena tarif. Hal ini membuat buah segar Indonesia menjadi kurang kompetitif.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang UKM, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) Hanung Harimba Rachman pada Rapat Kerja Forum Perdagangan Indonesia 2021, Kamis (4/3).
“Untuk itu, kita perlu memperjuangkan agar produk buah kita juga tidak dikenakan tarif yang begitu besar,” kata Hanung.
Sebagai perbandingan, ekspor nanas segar Indonesia ke Korea Selatan dikenakan tarif sebesar 30 persen, sedangkan dari Vietnam dikenakan tarif 18 persen. Ekspor pisang segar Indonesia ke Jepang dikenakan tarif sebesar 10 persen dan 20 persen, sedangkan Filipina dikenakan tarif 8 persen dan 18 persen, serta Vietnam sebesar 10 dan 18 persen.
Selain itu, lanjut Hanung, Indonesia juga perlu mengupayakan pembukaan pasar baru untuk ekspor buah segar yakni ke Tiongkok, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat.
“Untuk meningkatkan ekspor buah segar, kita kolaborasi program dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kemenkop UKM berperan menciptakan kualitas yang baik dan kapasitas produk yang besar,” ucap Hanung.
Berbagai program yang dijalankan antara lain dukungan pelatihan dan rekomendasi UMKM unggulan, Korporatisasi Petani, Konsolidasi dan Kemitraan dengan Perusahaan Besar, factory sharing, dan pengembangan rantai pasok UMKM.
“Kementerian Perdagangan dan K/L lainnya dapat memberikan Informasi pasar serta dukungan lainnya seperti perjanjian kerja sama perdagangan yang meminimalisir tarif dan non-tariff barriers, pameran, serta kemudahan perizinan dan NIB,” tandas Hanung.
Hanung menambahkan, upaya meningkatkan perdagangan UMKM dalam negeri dan luar negeri dilaksanakan melalui beberapa program. Antara lain, optimalisasi UMKM dalam platform e-commerce serta pemanfaatan 30 persen infrastruktur publik untuk tempat pengembangan usaha dan tempat promosi UMKM.
Selain itu, alokasi 40 persen belanja pengadaan barang/jasa pemerintah bagi UMKM dan kemitraan strategis UMKM untuk masuk dalam rantai pasok industri.
“Termasuk kemitraan strategis di lima kawasan atau klaster UKM hingga pembiayaan UKM Ekspor dan penyediaan sistem informasi UKM Ekspor,” pungkas Hanun