Jakarta, Gempita.co – Ibu-ibu rumah tangga di kota Sampit menolak keras rencana pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sembilan bahan pokok.
”Pandemi saja sudah sangat memukul perekonomian apalagi dengan diberlakukannya PPN,” kata Ratih, salah seorang ibu rumah tangga di Sampit, Kamis, 10 Juni 2021.
Hal senada diungkapkan Mardiana, dia mencurahkan kejengkelannya terkait rencana itu di media sosialnya. Dia merasa cemas bila hal itu benar-benar diberlakukan.
”Ketika lihat berita sembako akan dikenakan pajak, mau makan apa yang hidupnya harus bertahan Senin-Kamis,” katanya seperti dikutip Borneo.com.
Para ibu-ibu itu berharap agar pemerintah mengkaji ulang rencana kebijakan itu. Apalagi saat ini masyarakat masih berjuang bertahan hidup di tengah pandemi.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menjadikan bahan pokok atau sembako sebagai objek pajak.
Dengan demikian, produk hasil pertanian, peternakan, perkebunan, dan kehutanan bakal menjadi barang kena pajak yang dikenai tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
Kebijakan itu tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Meski demikian, sejauh ini pemerintah belum menentukan tarif mana yang akan diberlakukan. Terdapat beberapa pilihan yang menjadi pertimbangan, yakni PPN Final 1 persen, tarif rendah 5 persen, atau tarif umum 12 persen.
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, bahan pokok menjadi kelompok barang yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Peraturan Menteri Keuangan No. 99/2020 menyebutkan setidaknya ada 14 kelompok barang yang tidak dikenai tarif PPN, di antaranya adalah beras dan gabah, jagung, sagu, garam konsumsi, gula konsumsi, susu, kedelai, telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan.