JAKARTA, Gempita.co- Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman kurang setuju dengan rencana pemerintah menerapkan PPKM Level 3 di semua daerah mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Sebab, kata dia, penetapan level PPKM didasarkan pada indikator epidemiolog.
“Misalnya kasusnya, kematiannya, beban di rumah sakit. Nah dari itu semua belum ke arah PPKM level 3. Kenapa ini menjadi penting? Karena kita harus selalu mendasarkan perubahan status tingkatan PPKM ini berbasis data kan,” ujarnya, Senin (22/11/2021).
Selain itu dia mengingatkan pentingnya menjaga kepastian strategi dalam penanganan Covid-19. Di sisi lain dalam pelaksanaan PPKM ini ada aspek motivasi setiap pemda, masyarakat dan pelaku usaha untuk mencapai level PPKM terbaik.
“Ada aspek motivasi setiap daerah untuk mengarah level terbaiknya yaitu level 1. Dan ini tentu bukan hanya peran dari pemerintah. Yang besar itu peran masyarakat, sektor industri, sektor usaha dan lain sebagainya. Sehingga leveling dicapai sudah level 1 berarti kita harus percaya dalam kondisi yang memang terkendali sesuai levelnya,” ungkapnya.
Menurutnya, jika untuk antisipasi Nataru maka tidak perlu menyamaratakan semua level PPKM daerah. Dia menilai cukup menambah larangannya. “Larangan berkumpul, larangan merayakan. Tapi masih dalam levelnya daerah masing-masing. Level 1 ya 1, level 2 ya 2. Tapi ada pengetatan, sehingga tidak jadi demotivasi. Sehingga tidak jadi ada kebingungan,” ujarnya.
Dicky mengatakan bahwa di tengah berbagai kekurangan Indonesia saat ini sudah berada di jalur yang benar dengan menerapkan PPKM bertingkat. Hanya beberapa hal yang perlu diperbaiki.
“Tinggal ditingkatkan deteksi dininya, surveilansnya. Termasuk genomic surveilansnya. Termasuk di sini literasi. Komunikasi kepada publik bahwa pandemi belum usai,” ujarnya.
Dia mengatakan pemerintah harus terbuka bahwa kondisi saat ini melandai tapi tetap terbatas. “Jadi berita-berita yang disampaikan jangan baik-baik terus. Harus disampaikan keterbatasan kita, kelemahan kita, ancaman-ancaman ya itu disampaikan. Dan itu konsisten komunikasinya,” ujar Dicky.
Jika demikian, dia yakin kewaspadaan masyarakat akan terjaga. “Dan mereka juga akan paham dalam konteks Nataru ada pelarangan-pelarangan karena ada risiko-risiko,” ucapnya.
Kendati demikian, Dicky setuju dengan upaya pemerintah melakukan pembatasan atau pengetatan aktivitas dan mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru 2022 (Nataru). Menurut Dicky, hal tersebut langkah intervensi yang tepat untuk meredam potensi penularan.
“Misalnya larangan orang berkerumun, orang merayakan, membatasi beberapa pergerakan atau interaksi. Itu penting,” pungkasnya.