Jakarta, Gempita.co – Fluktuasi harga yang masih terjadi pada bahan kebutuhan pokok (bapok) dipengaruhi oleh beberapa hal. Di antaranya cuaca, distribusi, ketimpangan antara produksi dalam negeri dan permintaan, serta tidak berjalan lancarnya penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Perizinan Impor (SPI) untuk kebutuhan importasi komoditas tertentu.
“Berdasarkan pantauan dan data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Bu RT) CIPS pada Maret, terlihat ada kenaikan harga pada beberapa komoditas, seperti ayam, bawang merah, bawang putih, dan cabai merah. Meskipun demikian, harga daging sapi mengalami penurunan tipis,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan lewat keterangannya di Jakarta, Selasa (20/4/2021).
Salah satu komoditas strategis yang menunjukkan tren peningkatan harga adalah daging ayam. Indeks Bu RT menunjukkan peningkatan harga sebesar Rp1.693 dari Rp35.580 pada Februari menjadi Rp37.273 pada Maret.
Kenaikan harga ayam turut andil terhadap kenaikan inflasi keseluruhan, yakni sebesar 0,01 persen.
”Kenaikan harga pakan menjadi salah satu penyebab naiknya harga daging ayam yang disebabkan oleh naiknya harga produksi, kesulitan peternak rakyat mendapatkan bibit Day Old Chicken (DOC), dan harga DOC yang merangkak naik,” terang Indra.
Kondisi serupa dapat ditemui di komoditas bawang, baik bawang merah maupun putih. Data Indeks Bu RT menunjukkan kenaikan harga bawang merah sebesar Rp3.155 dari yang mulanya Rp69.867 pada Februari menjadi Rp73.022.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan kemungkinan naiknya harga bawang akibat tingginya permintaan menjelang puasa dan Idul Fitri 2021. Ia juga menyampaikan alasan lain di balik naiknya harga bawang merah, yakni musim hujan dan pandemi COVID-19.
Beriringan dengan bawang merah, lanjut Indra, harga bawang putih juga mengalami peningkatan. Indeks Bu RT mencatat kenaikan sebesar Rp2.287 dari Rp30.742 menjadi Rp33.029 dalam kurun waktu satu bulan dari Februari ke Maret.
Menurut Indra, salah satu alasan yang kemudian dapat menjelaskan kenaikan ini adalah Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan SPI yang rumit. Proses penerbitan RIPH dan SPI yang tidak transparan dan berbelit berpotensi memperlambat proses impor.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk merelaksasi proses RIPH dan SPI, terutama untuk komoditas penting yang ketersediaannya sebagian besar berasal dari luar negeri, sebagaimana yang sempat dilakukan tahun lalu. Tentu saja tanpa mengabaikan proses pemeriksaan,” ujar Indra.
Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan signifikan adalah harga cabai rawit. Dalam Indeks Bu RT, terlihat kenaikan harga sebesar Rp7.033 dari yang semula berkisar Rp90.700 pada Februari menjadi Rp 97.733.
Ada beragam faktor yang mempengaruhi harga cabai rawit ini, seperti cuaca ekstrem yang menyebabkan peningkatan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), kerusakan tanaman, dan banjir di beberapa wilayah sentra produksi.
Sementara itu, tingginya harga daging sapi sempat menyebabkan pedagang daging sapi melakukan demonstrasi dan menolak berjualan.
Hal itu disebabkan oleh harga daging sapi yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar Rp120.000 per kilogram.
“Tingginya harga daging sapi perlu diatasi dengan melihat ke persoalan di hulu, salah satunya adalah rantai distribusi yang panjang yang bisa menimbulkan biaya tambahan yang tidak sedikit yang pada akhirnya berpengaruh kepada harga jual,” tandas Indra seperti dilansir Antaranews.