Jakarta, Gempita.co – Pakar hukum pidana Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH, MH, MBA, mengapresiasi penyidik Polda Metro Jaya atas penetapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Di negara hukum seperti Indonesia, siapa saja bisa jadi tersangka, sekalipun dia pejabat atau orang kuat. Tidak sedikit pejabat negara, aparat hukum seperti hakim, jaksa, polisi dan pengacara diadili karena dugaan tindak pidana yang dilakukannya,” kata advokat senior itu di kantornya bilangan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Sabtu (25/11/2023).
Menurut Prof. Suhandi Cahaya, demi memenuhi rasa keadilan, hukum harus ditegakan dan hukum jangan tebang pilih. Penetapan Ketua KPK tersangka oleh Polda Metro Jaya menjadi bukti bahwa polisi telah melakukan penegakan hukum, sehingga harus kita apresiasi.
“Harus kita apresiasi, karena untuk memproses kasus dugaan tindak pidana seperti kasus ini memang membutuhkan keberanian penyidik, bila unsur bukti dugaan tindak pidana terpenuhi siapa pun dia proses hukum harus tetap berjalan,” ujar dosen di berbagai perguruan tinggi yang banyak menulis buku tentang hukum itu.
“Tidak mudah menetapkan oknum aparat hukum yang juga petinggi instansi hukum sebagai tersangka. Perlu perjuangan panjang, keras dan maksimal. Terlebih lagi yang bersangkutan masih tercatat anggota kepolisian,” sambung pakar hukum pidana Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) tersebut.
Terkait langkah Firli Bahuri mengajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas penetapan tersangka, Suhandi menyebut upaya itu merupakan hak dari jenderal bintang tiga polisi tersebut yang telah diatur dalam KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Praperadilan yang dilakukan oleh Firli Bahuri seperti yang pernah dilakukan Budi Gunawan ketika ditetapkan tersangka oleh KPK. Begitu juga mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo dan lain-lain,” ungkapnya.
“Praperadilan berfungsi sebagai salah satu perwujudan penegakan hak asasi manusia dalam KUHAP. Hal ini dapat dilihat dari tugas praperadilan untuk memeriksa kelengkapan administratif dari sebuah tindakan upaya paksa oleh aparat penegak hukum agar dipastikan tidak melanggar hukum maupun hak asasi manusia tersangka. Praperadilan juga merupakan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya suatu proses hukum pidana,” sambung Profesor kelahiran Palembang yang banyak menangani perkara baik di Indonesia maupun luar negeri itu.
Seperti diketahui Polda Metro Jaya resmi menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Mentan SYL.
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan penetapan tersangka dilakukan penyidik gabungan bersama Bareskrim Polri usai melaksanakan gelar perkara, pada Rabu (22/11/2023) malam.
Firli diduga melanggar Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Praperadilan
Tak terima dijadikan tersangka, Firli melayangkan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto sebagai termohon dalam praperadilan tersebut.
Dilansir SIPP Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (24/11/2023), permohonan praperadilan Firli Bahuri sudah diterima pihak pengadilan dengan Nomor Perkara 129/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
“Pada hari Jumat, 24 November 2023, kepaniteraan pidana PN Jaksel telah menerima permohonan praperadilan atas nama pemohon Firli Bahuri,” kata Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto, Jumat (24/11/2023).
Djuyamto menjelaskan, pihaknya sudah menunjuk hakim tunggal Imelda Herawati untuk menelaah surat gugatan praperadilan Firli Bahuri.
“Selanjutnya, Hakim Tunggal telah menetapkan hari sidang pertama pada Senin tanggal 11 Desember 2023,” ucap Djuyamto.(tim)