Jakarta, Gempita.co – Kehadiran teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan merupakan keniscayaan, tidak bisa dihindari, lambat laun akan terus merambah ke berbagai aspek kehidupan termasuk ke dalam sistem hukum dan peradilan.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, H. M. Syarifuddin, dalam menjadi keynote speaker seminar Persatuan Purnabakti Hakim Indonesia (Perpahi) bertajuk “Artificial Intelligence (AI) dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Hukum dan Peradilan” di Ancol Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Dalam siaran pers yang diterima Sabtu (16/12/2023), Syarifuddin menyatakan bahwa di dalam praktik peradilan sendiri peran teknologi sudah sedemikian dominan. Mulai dari sistem pendaftaran perkara, persidangan sampai dengan pembacaan putusan sudah mulai memanfaatkan bantuan teknologi. Bahkan, saat ini MA sudah mulai menggunakan AI atau kecerdasan buatan untuk penunjukan majelis hakim melalui aplikasi Smart Majelis. Aplikasi tersebut dapat menunjuk majelis hakim secara random dengan memperhitungkan beban kerja, jenis perkara, dan kompetensi para hakim. Hal ini dapat menghilangkan unsur subjektivitas dalam proses penunjukan majelis yang akan menangani suatu perkara.
“Perkembangan teknologi AI tidak bisa lagi kita hindari, lambat laun akan terus merambah ke berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk ke dalam sistem hukum dan peradilan. Pada satu sisi, kehadiran AI adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin kita hindari, namun di sisi yang lain ada terbersit kekhawatiran bahwa suatu saat kita (umat manusia) akan mulai tersisih dengan kehadiran robot-robot yang cerdas dan terampil, yang mana mereka bisa berfikir layaknya seorang manusia dan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang selama ini dikerjakan oleh manusia,” papar Ketua MA.
Syarifuddin berharap kecerdasan buatan atau AI ke depannya bisa digunakan untuk membantu para hakim dalam menganalisa suatu perkara berdasarkan pertimbangan dari berbagai faktor, sehingga bisa memberikan masukan dan gambaran tentang kesimpulan yang terbaik bagi setiap penyelesaian perkara.
“Sekalipun pada akhirnya tetap hakim lah yang akan menentukan putusannya. Paling tidak, sebelum menjatuhkan putusan, hakim telah memiliki data dan informasi yang lengkap dan akurat terkait dengan perkara yang ditanganinya,” ujar Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang pernah menjabat Kepala Badan Pengawasan MA ini.
Ketua MA berharap pemaparan para narasumber dan diskusi akan menghasilkan gagasan dan pemikiran bagi perkembangan AI ke depannya, khususnya dari perspektif hukum dan praktik peradilan.
“Sehingga kita sudah dapat mengantisipasi segala kemungkinan buruk atas perkembangan AI dalam kehidupan manusia,” ucapnya.
Sebagai informasi, seminar dengan moderator Nur Anis Hidayat ini menghadirkan para narasumber antara lain Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli (Guru Besar Cyberlaw dan Kekayaan Intelektual FH Unpad), Dr. Agung Harsoyo, S.T., M.Sc., M.Eng (Dosen Institute Tekologi Bandung), Dr. Edmon Makarim, S.Kom (Dosen Hukum Kekayaan Intelektual dan Telematika FH UI) dan Dr. DipI Ing. Asril Jarin, M.Sc, Perekayasa Ahli Madya Pusat Riset Sains dan Data dan Informasi (BRIN).
Turut hadir Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, para Ketua Kamar MA, Hakim Agung, Ketua Umum Perpahi, Pejabat Eselon I dan II serta para Pimpinan Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama dil ingkungan MA, dan para undangan lainnya.(PR)