Gunungsitoli, Gempita.co – Wacana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) memantik polemik dan penolakan serta desakan untuk menghentikan pembahasan tersebut dari berbagai elemen masyarakat.
Hal tersebut dikemukakan Ketua LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Wilayah Teritorial (Wilter) Kepulauan Nias Happy Agusman Zalukhu, Jum’at (19/6/2020) malam.
Menurut Happy Agusman Zalukhu, salah satu yang menjadi polemik adalah keberadaan pasal di draf RUU yang memuat klausul trisila dan ekasila, dengan tidak dimasukkannya Ketetapan MPRS XXV/1966 perihal Pembubaran PKI.
“Tidak dimuat (dalam RUU HIP) pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI bagi PKI, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis/marxisme-leninisme,” ujarnya.
Pancasila, kata Agusman, sudah final sebagai ideologi falsafah berbangsa dan bernegara sebagai kepribadian bangsa yang berdaulat, bermartabat, adil serta menjunjung keaneka ragaman sesuai Bhineka Tunggal Ika berbeda – beda tetapi satu.
Agusman juga menyebut, Pancasila adalah sumber dari segala hukum bahkan lebih tinggi dari UUD 1945 dan bukan menjadikannya mengecil dan menempatkan Pancasila menjadi di bawah.
“Adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP, justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta menciderai UUD Tahun 1945”, jelasnya.
“RUU HIP ini dinilai mengabaikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai-nilai pembukaan UUD NKRI dan nilai Pancasila,” sebutnya.
Untuk itu, menurut Agusman, atribut seperti Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhineka Tunggal Ika, tidak bisa diutak-atik lagi, sebagai bentuk penghormatan kepada para pendiri bangsa.
“Kalau ada yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini, tidak perlu diubah, tapi cukup dengan mengeluarkan ketetapan-ketetapan, sangat tidak setuju adanya RUU HIP, Pancasila sudah final !,” tegasnya.