Denpasar, Gempita.co – Harga telur yang kian anjlok, membuat kekecewaan peternak telur di Bali, karena hampir dua bulan ini membuat mereka tak berdaya.
Bahkan pupus harapan lantaran tidak tahu mengadu dan menyampaikan aspirasi kepada siapa lagi.
Kekecewaan mendalam dirasakan para peternak ayam petelur di Pulau Dewata. Harga telur yang kian anjlok hampir dua bulan ini membuat mereka tak berdaya. Bahkan pupus harapan lantaran tidak tahu mengadu dan menyampaikan aspirasi kepada siapa lagi.
Hal tersebut dikeluhkan Bendahara Pinsar Layer Bali Sang Made Raka Suyadnya ketika dihubungi RRI di Denpasar, Jumat (1/10/2021). Harga telur yang kian merosot, turut sertai dengan meroketnya harga pakan seperti jagung, bahkan ketersediaan jagung kian langka, menambah kegalauan peternak.
“Kita tidak bisa berdaya, kita mau audiensi kemana, trus jagung kayak kemarin dapat 30 ribu ton turun di Blitar saja sudah habis, Bali tidak kebagian,” tuturnya.
Meski dalam titik nadir ini, Suyadnya masih memiliki asa kepada pemerintah agar dapat melakukan langkah kongkrit untuk mendongkrak harga telur . Pasalnya jika peternakan ini sampai tutup, akan berimbas terhadap kehidupan orang banyak, lantaran ditengah mati surinya sektor pariwisata , ditambah lagi di sektor peternakan tidak jalan, ini akan memicu pengangguran.
“Kami berharap kedepannya, dengan gebrakan Bapak Jokowi membantu harga jagung turun, didongkrak dengan langkah kongkrit dari Bapak Presiden melalui menteri sosial berupa PKH, mungkin bisa mendongkrak sedikit harga telur, untuk menanggung biaya ini,” harapnya.
Suyadnya lebih lanjut menjelaskan rendahnya harga telur selain karena pandemic covid-19, juga menurunnya daya beli masyarakat, persaingan pakan jangung dengan pabrik dan meroketnya harga pakan import turut menjadi pemicu. Saat ini rata-rata harga telur negeri diangka Rp14.300/kg di tingkat peternak. Padahal untuk harga normal dikisaran Rp18.000-Rp19.000/kg.
“Yang riil saja segitu, tetapi ada yang bilang 14.500 rupiah, ada yang bilang 15 ribu, saya jual segitu tidak ada yang mau beli. Selain itu ada persatuan bakul juga punya kekuatan. Kami ini di produksi, hasil produksi ini diambil oleh bakul, bakul lah yang memainkan.
Karena rentetan di peternak ini kan panjang, mulai dari penyuplay dedak, komponen jagung, dan lainnya. Kita tidak bisa berdiri sendiri ketika produksi berupa telur, ini didistribukan ke pengepul,- pengecer-masyarakat,” bebernya.
Belum lagi produksi ayam, pasca pelarangan AGP pertumbuhan ayam lambat dan sering sakit. Produksi rata-rata 87, maksimal 90. Jika dibandingkan dulu bisa sampai 92 produksinya. Kalau sekarang dapat spelling harga BP 78 persen.
“Sekarang itu sudah mulai, ayam umur 80 minggu, ini sudah harus di keluarkan, produksi 78 – 80 itu sudah mulai out, kalau tidak akan rugi, bahkan kalau 90 persenpun akan rugi sekarang, dengan harga saat ini,“ pungkasnya.