Hari Anti Narkotika Internasional: Indonesia Pasar Narkoba Terbesar di Asia

ilustrasi

Jakarta, Gempita.co – Forum diskusi Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2021 yang disiarkan di Universitas Gunadarma TV, Sabtu (26/6/2021), menyoroti Indonesia kini telah menjadi basis pasar terbesar Narkoba di Asia.

Fatalnya, peredaran narkoba menyasar kalangan generasi Muda.Situasi ini membawa Indonesia kini dalam ancaman Lost Generation.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Pengurus Dewan Pengurus Pusat (DPP) Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (Artipena) Aam Bustaman menyebutkan, sebanyak 27 persen pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

Menurut dia, kolaborasi perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri di seluruh Indonesia sangat mendesak dalam upaya mencegah peredaran narkoba di lingkungan kampus.

“Mengatasi peredaran narkoba tidak dapat dilakukan per institusi, tetapi harus kolektif. Karena itu, perguruan tinggi di Indonesia harus punya tekad bersama menciptakan kampus yang bersih dan bebas dari narkoba,” kata Aam Bustaman.

Aam merujuk data Badan Narkotika Nasional (BNN), penyalahgunaan narkoba di Indonesia mengalami peningkatan 0,03 persen pada 2019 dibandingkan 2017. Dengan kata lain, pada 2019, tercatat ada 3,6 juta pengguna narkoba, 63 persen di antaranya pengguna ganja.

Dari angka 3,6 juta pengguna narkoba, Aam mengungkapkan, 70 persen di antaranya adalah masyarakat dalam usia produktif, yakni 16-65 tahun.

“Bisa dibayangkan kalau ini menyentuh golongan produktif, lalu kita tidak mengatasi sejak dini pencegahan penyalahgunaan narkoba, maka akan mengganggu produktivitas negara ini. Tentu akan sangat berat bagi bangsa dan negara Indonesia,” ujar Aam Bastaman.

Yang paling menyedihkan lagi kata Aam, dari angka tersebut, sebanyak 27 persen pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

“Itu merupakan jumlah yang cukup besar. Ini menjadi gambaran bahwa peredaran narkoba di kalangan generasi sudah sangat parah. Maka sangat penting kampus seluruh Indonesia secara bersama-sama untuk membebaskan diri dari peredaran narkoba ini,” terang Aam Bastaman.

Lebih jauh Aam mengungkapkan, penyalahgunaan narkoba di lingkungan kampus tidak hanya menyentuh mahasiswa saja, tetapi unsur dosen dan guru besar pun sudah ada yang terpapar narkoba.

“Ini miris sekali. Kita melihat kondisi ini memprihatinkan, karena itu kita harus fokus bagaimana kampus bisa menjadi bersih. Karena itu perlu koordinasi dan komunikasi dengan perguruan tinggi dalam mengimplementasikan program BNN. Di antaranya membentuk satgas antinarkoba yang terdiri dari mahasiswa dan dosen di tiap perguruan tinggi,” papar Aam Bustaman.

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Polisi Sulistyo Pudjo Hartono mengungkapkan, peredaran narkoba justru semakin meningkat di saat pandemi Covid-19.

“Memang betul, di awal pandemi terjadi peningkatan peredaran narkoba,” kata Sulistyo Pudjo Hartono di forum tersebut.

Menurut Sulistyo, ada dua jaringan narkoba yang memproduksi narkotika kemudian memasarkannya di Indonesia, yaitu Segitiga Emas (Golden Triangle) dan Bulan Sabit Emas (Golden Crescent). Baik Polri maupun BNN mendapatkan informasi bahwa kedua jaringan ini telah memasukkan narkotika ke Indonesia dalam jumlah yang besar.

“Artinya, mereka tetap memproduksi narkotika dan mendistribusikan ke negara kita. Makanya, banyak terjadi penangkapan dalam 6 bulan terakhir ini. Kita lihat, mobilitas orang pada 3 atau 4 bulan terakhir ini sudah kembali seperti semula,” papar Sulistyo.

Dari Januari hingga Juni 2021, lanjut Sulistyo, BNN sudah menangkap 1,9 ton sabu yang berasal dari Golden Triangle dan Golden Crescent.

“Ini jumlah yang besar. Bahkan dari informasi yang kita dapat pada 2019, Golden Triangle sendiri memproduksi sekitar 115 ton sabu. Itu jumlah yang sangat besar dan ada jumlah cukup besar yang masuk ke Indonesia. Begitu juga pada 2021 ini,” terang Sulistyo.

Sumber: ATN

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali