Jakarta, Gempita.co – Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu di Jawa Barat mengalami peningkatan.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono, mengungkapkan, peningkatan vulkanik Gunung Tangkuban Parahu itu berupa hembusan gas berwarna putih dari Kawah Ecoma yang berada di dalam Kawah Ratu.
“Hembusan gas berwarna putih dengan tekanan sedang, tinggi sekitar 100 meter dari dasar kawah,” ujar Eko dalam siaran pers, Sabtu (12/2/2022).
Eko menjelaskan, hembusan gas itu diduga dipicu adanya air yang meresap ke bawah permukaan kawah. Sehingga resapan air terpanaskan oleh batuan di bagian dangkal di bawah permukaan kawah dan membentuk akumulasi uap air bertekanan tinggi.
“Sehingga terjadi over pressure dan keluar melalui rekahan sebagai zona lemah, berupa embusan yang cukup kuat,” kata Eko.
Embusan berwarna putih dari kawah tersebut menunjukan bahwa gas didominasi oleh uap air.
Aktivitas vulkanik di dekat permukaan ini, sebut Eko, dapat terjadi karena adanya perubahan kesetimbangan energi yang berasal dari faktor internal maupun eksternal. Biasanya berasal dari tekanan uap magma yang naik dari kedalaman.
Eko menambahkan, faktor lainnya dapat berasal dari curah hujan dan tingkat penguapan.
“Dominasi gempa hembusan selama periode 1 Januari – 11 Februari 2022 menunjukkan adanya aktivitas hydrothermal di bawah tubuh gunung api,” ucap Eko.
Badan Geologi juga mencatat, dalam jangka waktu yang sama terekam dua kali gempa vulkanik dangkal, satu kali gempa frekuensi rendah, serta 80 kali gempa embusan.
Energi gempa embusan itu terlihat di grafik real-time seismic amplitude measurement (RSAM) berfluktuatif dan tidak menunjukkan adanya pola kenaikan pada akhir periode pengamatan.
“Pengamatan deformasi (perubahan bentuk) dengan menggunakan EDM (Electronic Distance Measurement) tidak menunjukkan adanya gejala inflasi (penggembungan akibat kenaikan fluida) pada tubuh gunung api,” terang Eko.
Eko memperingatkan masyarakat soal erupsi freatik (semburan abu disertai uap air di sekitar gunung) yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala peningkatan aktivitas vulkanik yang jelas.
Erupsi freatik ini menghasilkan material piroklastik serta gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi di sekitar kawah.
“Sementara itu potensi hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin,” ungkap Eko.
Namun jika mengacu pada data pemantauan visual dan instrumental, potensi bahaya Gunung Tangkuban Parahu masih terlokalisasi di dalam kawah dan potensi erupsi besar belum teramati.
Eko menegaskan tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih dalam status normal atau Level I.
Pada status ini rekomendasi yang diterbitkan antara lain masyarakat tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan tidak mendekati atau beraktivitas di sekitar kawah-kawah aktif lain.
Tingkat aktivitas ini akan dievaluasi kembali selama dua hingga tiga hari ke depan untuk antisipasi jika terjadi gejala peningkatan aktivitas vulkanik yang signifikan.
Berdasarkan catatan PVMBG, Gunung Tangkuban Parahu terakhir kali erupsi pada 2 Agustus 2019 pukul 00:43 WIB. Erupsi terjadi dengan tinggi kolom abu tidak teramati. Erupsi yang terjadi pukul 00:43 WIB itu terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale) dan durasi ± 3 menit 6 detik.
Erupsi kembali terjadi pada pukul 01:45, 03:57 dan 04:06 WIB. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale).
Erupsi juga sempat terjadi sehari sebelumnya atau 1 Agustus 2019 pukul 20:46 WIB dengan tinggi kolom abu teramati ± 180 meter dari dasar kawah, atau sekitar 2284 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Kolom abu teramati berwarna kelabu condong kearah utara dan timurlaut. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale) dan durasi ± 11 menit 23 detik.
Secara visual, aktivitas permukaan, paska Erupsi yang terjadi pada tanggal 26 Juli 2019, masih didominasi oleh hembusan asap dari kawah utama (Kawah Ratu) dengan ketinggian sekitar 20-200 meter dari dasar kawah, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih dan intensitas tipis hingga tebal.
Erupsi dua hari berturut-turut tersebut terjadi pascaerupsi cukup besar di kawah Gunung Tangkuban Parahu, 26 Juli 2019 lalu. Erupsi kali itu sempat membuat masyarakat panik hingga kawasan wisata tersebut ditutup selama tiga pekan.
Sumber: ATN