Ilmuwan Atmosfir Bilang Penghuni Bumi Hadapi Ancaman Paling Dahsyat

Lautan memotong gletser es menjadi sebuah potongan es yang mengambang di wilayah Antartika Barat. Wilayah ini merupakan sektor paling rentan di Benua Antartika - Foto: Istimewa

Jakarta, Gempita.co – Akibat pemanasan global, membuat para ahli dunia khawatir nasib planet bumi ke depan.

Ketika pencairan lautan es di Samudera Arktik tak bisa dibendung, maka penghuni bumi menghadapi ancaman paling dahsyat.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Setiap tahunnya lapisan es utara atau es laut selalu menyusut pada musim semi dan musim panas dan mencapai batas minimumnya pada bulan September.

Pencemaran oleh karbon dioksida dan emisi gas rumah kaca di atmosfer terus memicu laju pemanasan bumi. Bahkan, area yang ditutupi oleh lautan es pada musim panas menjadi semakin kecil.

Efek rumah kaca ini telah menimbulkan perubahan yang sangat cepat terhadap bumi. Bahkan, sejak 1981 kondisi lautan es mulai memburuk hingga 2010.

“Sebuah peristiwa bersejarah sedang berlangsung di Arctic. Kita harus memperhatikan indikator perubahan iklim ini,” kata Zack Labe, ilmuwan atmosfer di Colorado University yang melacak peristiwa di Arktik, dikutip dari Live Science pada Sabtu (31/10/2020).

Labe kemudian membagikan diagram terkait bagaimana es laut bertambah dan menyusut di Laut Laptev, wilayah Samudra Arktik di utara Siberia antara 1979 hingga saat ini 2020.

Es laut Laptev menyusut jauh lebih awal pada 2020 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dan mencapai titik terendah pada akhir Agustus dengan lapisan es laut bahkan tidak mulai kembali hingga pertengahan Oktober.

Itulah bagian dari kenapa minimum es laut Arktik 2020 memecahkan rekor sebelumnya, menjadi minimum terendah kedua setelah 2012 menurut Pusat Data Salju dan Es Amerika Serikat (NSIDC).

Berdasarkan estimasi NASA kemungkinan minimum tahun 2020 adalah 3,74 juta km². Berarti 2,48 juta km² di bawah rata-rata 1981-2010. Es laut yang telah hilang setara dengan gabungan wilayah Texas, Alaska, dan Carolina Selatan.

NASA mengungkapkan gelombang panas Siberia pada musim semi 2020 memulai musim pencairan es laut Arktik tahun ini lebih awal, degan suhu Arktik yang lebih hangat 8 hingga 10 derajat Celcius dari rata-rata, tingkat es terus menurun.

Es laut yang mencair tidak serta merta menaikkan permukaan air laut karena es tersebut sudah berada di atas permukaan laut.

Namun para peneliti percaya bahwa itu mempercepat laju pemanasan secara keseluruhan.

“Jika es mencair, maka akan memaparkan lebih banyak air yang menyebabkan permukaan yang lebih gelap menyerap lebih banyak sinar matahari dan menyebabkan pemanasan lebih cepat,” imbuhnya.

Sumber: AsiaTodayNetwork

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali