Industri Penerbangan Global Ambruk, Maskapai Tak Sanggup Bayar Sewa Pesawat

Jakarta, Gempita.co – Akibat pandemi Covid-19, industri penerbangan global sepanjang tahun ini mengalami gejolak.

The International Bureau of Aviation (IBA) melaporkan tahun ini lebih dari 1.000 pesawat akan dikembalikan ke lessor tanpa kejelasan status.

IBA merinci sebanyak 1.300 pesawat, termasuk 200 widebody telah dijadwalkan untuk dikembalikan ke lessor tahun ini. Bahkan penjadwalan pengembalian ini telah dilakukan sejak sebelum pandemi Covid-19.

Presiden IBA Phil Seymour mengatakan awalnya sewa sebagian besar pesawat akan diperpanjang namun sayangnya opsi itu tersebut nampaknya sangat tidak mungkin dilakukan dengan adanya pandemi COVID-19 saat ini.

Berdasarkan laporan IBA, pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah penumpang pesawat turun drastis.

“Ini mengakibatkan maskapai tidak mampu melanjutkan sewa pesawat dan memilih mengembalikan ke pihak lessor,” ujar Phil dilansir dari Aviator Aero, Minggu (8/8:2021).

Adapun jumlah maskapai yang berencana mengakhiri masa sewa tidak sedikit. Awalnya kebanyakan maskapai tidak melanjutkan sewa karena sedang restrukturisasi.

Namun kemudian kondisi memburuk hingga menyebabkan banyak maskapai mengalami kerugian bahkan bangkrut. Hal ini membuat nasib armada-armada pesawat yang dikembalikan ke lessor semakin tak jelas masa depannya

“Ketidakpastian ini mematahkan pola yang selama ini sudah terbentuk. Biasanya ketika keuangan maskapai membaik, maka lessor akan mengirimkan ulang pesawat yang sempat dikembalikan,” tambahnya.

IBA juga memperkirakan bahwa penurunan aktivitas penyewaan pesawat ini akan berdampak negatif pada industri Maintenance, Repair, Overhaul (MRO), atau bengkel pesawat. Jumlah kunjungan ke bengkel pesawat dipastikan bakal menurun.

Sebelum COVID-19, jumlah kunjungan pesawat ke bengkel sempat diperkirakan akan meningkat dari 3.200 pada 2019 menjadi 4.500 kunjungan pada 2023.

“Namun dengan kondisi sekarang, jumlah kunjungan pesawat yang masuk ke bengkel perawatan diperkiaran hanya akan mencapai 1.000 kunjungan tahun ini. Bahkan kondisi ini akan memakan waktu hingga 2026 untuk mencapai tingkat perkiraan awal 2019,” ungkap Phil.

Menurut Phil, kondisi ini akan berdampak pada lessor dan MRO. Kedua industri ini diprediksi akan melakukan pengurangan karyawan dengan cara menawarkan pensiun dini pada staf berpengalaman.

“Ketidakpastian di pasar sewa pesawat komersial beberapa tahun terakhir tiba-tiba diperparah oleh COVID-19, dan kami memperkirakan dampak yang signifikan tidak hanya pada lessor tetapi juga di seluruh ekosistem pasokan– khususnya di sektor MRO,” terangnya.

IBA juga sempat membahas soal kondisi extraordinary yang dialami Boeing 737 MAX. Pesawat jenis ini telah digrounded sejak terjadinya kecelakaan pada Lion Air dan Ethiopia Airlines. Jenis MAX 8 diduga memiliki serangkaian masalah teknis yang perlu ditangani.

Saat diputuskan untuk digrounded, pesawat jenis MAX 8 ini masih tetap diproduksi. Kini pesawat-pesawat tersebut juga harus dikembalikan pada lessor. Secara total, lebih dari 750 pesawat akan dikembalikan ke pihak lessor.

“Sangat penting bagi Boeing untuk mempersiapkan kembali beroperasinya MAX 8 dan memastikan tanpa insiden. Mengingat banyaknya jumlah pesawat yang dikembalikan, kami memperkirakan proses ini akan memakan waktu hingga dua tahun,” pungkasnya.

Sumber: asiatoday

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali