Ini Baru Kejutan Tenis Sulawesi Tidak Terwakili di PON XX Papua

Gempita.co- Sebagai bentuk hadiah dalam rangka HUT ke 76 Kemerdekaan RI adalah tanpa wakil dalam cabor Tenis di Pekan Olahraga Nasional ( PON ) XX Papua bagi provinsi provinsi di pulau Sulawesi, salah satu pulau besar di Tanah Air.

Sebagai provinsi gudang atlet tenis dikenal selama ini dari provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, bisa terjadi di saat Indonesia merayakan HUT Kemerdekaan RI ke 76 .Ini memang aneh tapi nyata.

Setelah ditelusuri ternyata banyak kebijakan Pelti provinsi di Sulawesi yang tidak mau atau tidak bangga ikut PON dengan menggunakan bukan atlet binaan sendiri, tidak seperti daerah daerah lainnya justru memanfaatkan kemampuan dana Provinsi untuk menggaet petenis daerah lainnya ( mayoritas dari Jawa dan lainnya) untuk kepentingan Prestise bukan Prestasi. Salut atas keteguhan prinsip prinsip pembinaan yang seharusnya diikuti tindak lanjut sehingga bisa membuktikan prinsip prinsip pembinaan yang sudah benar mulai sirna itu dilakukan daerah besar lainnya tidaklah patut ditiru.

Ingar bahwa ada kebanggaan tersendiri bagi petenis daerah bisa mewakili daerahnya diajang Pekan Olahraga Nasional yang awal tujuannya sebagai pemersatu bangsa. Justru saat ini kebanggaan tersebut karena pengaruh dana besar didapat dan bisa dimanfaatkan dan bahkan sudah dimanfaatkan jika daerah tersebut mengejar Prestise belaka.
Setiap petenis top nasional Indonesia telah menikmati aroma PON tersebut

Sekarang kita simak bagaimana caranya agar keinginan petenis daerah bisa menikmati ajang multi event PON tersebut.
Ketentuan untuk mengikuti PON adalah memiliki 1-2 petenis yang memiliki Peringkat Nasional Pelti ( PNP) kelompok Umum terbaik. Maka dipilih hanya 11 provinsi yang memiliki PNP þerbaik dan 1 provinsi tuan rumah. Berarti provinsi lainnya sekitar 22 harus melalui kualifikasi Pra-PON. Untuk tuan rumah , walaupun tidak memiliki atlet dengan PNP berhak diterima langsung. Tetapi faktanya kembali mayoritas tuan rumah gengsi kalau tidak kejar juara umum sehingga mengejar atlet yang dari daerah lain bisa mendapat medali dengan secara gamblang mengeluarkan dana sebanyak mungkin.
Cara kedua adalah ikut PraPON yang biasanya setahun sebelum PON diselenggarakan.. Dari 22 provinsi hanya 4 provinsi yang lolos ke PON.

Tolak ukur keberhasilan Pelti provinsi adalah keikut sertaan dalam ajang multi event PON. Untuk mengejar prestasi tersebut tentunya dibutuhkan upaya bukan hanya membiarkan saja berlarut larut.

Caranya dengan mengejar Peringkat Nasional Pelti (PNP) tersebut bagi atlet binaannya. PNP didapat melalui Turnamen Diakui Pelti ( TDP ) Nasional kelompok Umum atau dikenal sebagai kejuaraan nasional.

Dahulu ketika gencarnya2 TDP Nasional ada yanģ disebut Piala Gubernur, piala Walikota, piala Bupati, kemudian ada juga piala Bhayangkara, piala Kapolda, piala Kapolres, piala Pangdam, piala Danrem, piala Dandim. Kejuaraan tenis memperebutkan piala nama2 petinggi tersebut ternyata masih ada disuasana pandemi Covid-19 ini. Hanya saja event tersebut event kelompok Veteran. Disini menunjukkan daerah masih bisa selenggarakan turnamen untuk pembinaan atlet sendiri.
Belum lagi jika memanfaatkan Hari Ulang Tahun Provinsi atau Kotamadya dan Kabupaten maupun instansi lainnya. Bahkan klub tenis yang populer didaerah tersebut mempunyai kemampuan untuk turut andil dalam peningkatan TDP tersebut asalkan diberi kesempatan. Ingat saja , kalau klub atau perkumpulan adalah ujung tombak pembinaan olahraga.

Bagaimana caranya petenis tuan rumah sebagai pelaku aktif, bukan jadi penonton. Caranya dengan diselenggarakan turnamen TDP Nasional dengan prize money sekecil mungkin agar petenis nasional tidak hadir sehingga PNP bisa milik petenis lokal. Tapi juga tidak bisa dilarang petenis nasional ikut serta TDP Nasional tersebut, karena secara nasional dan internasional tidak ada atau minimnya TDP Nasional dan Internasional di Indonesia.

Bisa dimulai dengan prize money Rp 10 juta atau Rp 20 juta atau Rp 30 juta.
Kelemahan petinggi didaerah justru menghendaki petenis nasional ikut hadir di TDP tersebut. Tapi bagi Pelti provinsi bisa mulai dengan prize money terendah dulu, karena tujuannya agar petenis lokal mendapat kesempatan mengejar poin PNP, kecuali permintaan sponsor seperti diatas. Ya, diikuti saja.

Setiap Pelti kota dan kabupaten bisa dianjurkan adakan TDP Nasional kelompok Umum piala Walikota atau piala Bupati.
Dari sini dimulai sehingga Tenis didaerah tersebut bisa tambah bergairah.

Ada suatu kelemahan dalam pelaksanaan TDP tersebut. Yaitu pemborosan anggaran dalam pekaksanaannya. Dalam pelaksanaan sebaiknya anggaran TDP tersebut bukan dihabiskan Karena anggaran lebih yang merupakan sumber pendapatan bagi Pelti untuk pembinaan seperti dana try out atlet keluar daerah bahkan keluar negeri.

Keuntungan adanya TDP Nasional di kota sendiri selain untuk atlet bisa juga untuk para wasit maupun Referee lokal. Dulu di Sulawesi ada 2 tenaga Referee yang digunakan oleh Pelti yaitu Polce Rompas ( Sulawesi Tengah ) dan Yusuf ( Sulawesi Selatan ), karena aktivitas diluar tenis menuntut mereka non aktif sebagai Referee. Dan juga dampak sosialnya beberapa outlet seperti hotel, restauran dan taxi setempat ikut menikmatinya dengan adanya TDP tersebut.

Sekarang kembali kepada akar masalahnya. Dengan mengaktifkan kembali TDP Nasional maupun Internasional seperti yang pernah terjadi berapa puluh tahun silam. Di Manado dan Makassar pernah sebagai tuan rumah ITF event.

TDP Nasional kelompok nasional dengan prize money terendah dalam setahun bisa 2-3 kali disetiap provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan sebagai prioritas pertama. Kemudiian Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat bisa juga dimulai. Lapangan yang dibutuhkan tidak butuh banyak. Jika itu merupakan kendala.
Kebetulan secara pribadi belum pernah ke Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat sehingga belum melihat lapangan tenis yang tersedia.

Sekarang tinggal pembagian tugas antara Pelti Provinsi dengan Pelti Kotamadya dan Pelti Kabupaten dan juga klub klub tenis besar diprovinsi tersebut untuk program TDP tersebut.

Sekiranya terencana dengan baik asalkan ada niat yang baik , Tuhan akan beri jalan. Karena keberadaan anggota pengurus duduk di kepengurusan Pelti punya niat bersama untuk meningkatkan pertenisan daerah sebagai ujung tombak pembinaan nasional. Jangan lupa pertandingan juga adalah bagian dari pembinaan. Turnamen adalah kebutuhan atlet. Pemikiran seperti diatas bisa juga ditiru daerah daerah lain yang belum menikmati PON. ( penulis August Ferry Raturandang, pemerhati tenis nasional)

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali