Jakarta, Gempita.co – PT Garuda Indonesia mengalami krisis keuangan, pemerintah mengungkapkan penyebabnya.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan utang Garuda awalnya sekitar Rp20 triliun melambung menjadi Rp70 triliun.
Kartika mengatakan, tingginya utang tersebut akibat sewa pesawat yang tinggi.
“Sebagai contoh ada Boeing 737, Boeing 777, A330, A320, ada ATR, dan Bombardier sehingga memang efisiensinya jadi bermasalah,” ujar dia dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR yang disiarkan secara virtual, pada Kamis.
Kemudian, lanjut dia, banyak rute penerbangan yang tidak menguntungkan.
Sebetulnya, tutur dia, sebelum Covid-19 bisnis penerbangan dalam negeri mengalami keuntungan namun penerbangan luar negerinya mengalami kerugian.
“Nah ini memang penyakitnya yang lama,” tambah Kartika.
Tak hanya itu, kata dia, setelah pandemi Covid-19 Garuda menemui masalah baru yaitu perubahan pengakuan kewajiban sewa pesawat yang tadinya dicatat sebagai pembelanjaan operasional berubah menjadi utang.
Oleh sebab itu, menurut Kartika utang Garuda yang mencapai USD4,5 miliar tersebut harus diturunkan di kisaran USD1- 1,5 miliar dengan melakukan restrukturisasi yang sifatnya fundamental.
Untuk mengejar taget tersebut, dia mengatakan saat ini Kementerian BUMN tengah berbicara secara intensif dengan manajemen, pemegang saham minoritas juga Kementerian Keuangan soal bagaimana proses restrukturisasi Garuda ke depan harus mampu mengurangi utang tersebut.
“Kementerian BUMN sudah menunjuk konsultan hukum dan keuangan untuk memulai proses restrukturisasi Garuda,” kata dia.
Dia berharap jika Garuda bisa melakukan restrukturisasi secara massal dengan seluruh lender, lessor, dan pemegang sukuk global, dan juga melakukan pengurangan biaya maka biaya bisa turun 50 persen atau lebih.
“Sehingga Garuda bisa survive pasca restrukturisasi,” jelas Kartika.
Namun dia menjelaskan bahwa restrukturisasi ini butuh negosiasi dan proses hukum yang berat karena melibatkan banyak pihak.