Jakarta, Gempita.co-Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Menteri Sosial (Mensos) yang baru. Risma menggantikan Juliari Batubara yang tersangkut kasus korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Keputusan Jokowi memilih Risma sebagai Mensos dalam reshuffle kabinet kali ini tidak begitu mengejutkan. Pasalnya, sudah dua pekan lebih ini namanya ramai dibicarakan sebagai kandidat kuat Mensos pengganti Juliari.
Jokowi mengumumkan Risma sebagai Mensos hari ini di Istana Merdeka bersama dengan Wapres Ma’ruf Amin. Risma adalah yang pertama diperkenalkan Jokowi.
“Yag pertama ibu Tri Rismaharini. Saya kira kita tahu semuanya, beliau wali kota surabaya dan saat ini Bu Tri Rismaharini akan kita berikan tanggung jawab untuk menjadi mensos,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (22/12).
Ditambah, masa jabatan Risma sebagai Wali Kota Surabaya akan berakhir pada Februari 2021. Sehingga, di sisa dua bulan ini, bisa dibilang Risma sudah mencapai batas akhir pucuk kepemimpinannya.
Seperti apa kiprah Risma yang menjadi Mensos ke-32 di RI?
Tri Rismaharini lahir di Kediri, Jawa Timur, 59 tahun silam. Ia merupakan Wali Kota Surabaya perempuan pertama dan menjabat selama dua periode terhitung 2010-2015 dan 2016-2021.
Ia menempuh pendidikan sekolah menengahnya di Surabaya, kemudian mengambil pendidikan S1 jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan lulus pada 1987. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota di kampus yang sama.
Wali Kota Surabaya
Kiprah Risma mengawali kariernya sebagai sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Surabaya sejak tahun 1990-an. Tercatat, ia pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) (1997-2000).
Kemudian, berlanjut di Dinas Bangunan Kota (2001-2002), Kepala Cabang Dinas Pertamanan (2002), Kepala Bagian Bina Pembangunan (2002-2005), dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (2005). Ia ditunjuk sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2005-2008) dan Kepala Bappeko (2008-2010).
Kariernya mulai melonjak saat ia memenangi Pilkada Surabaya 2010 melalui pemilihan langsung, dan saat itu diusung oleh PDIP. Dalam memimpin Kota Surabaya, ia berpasangan dengan Bambang Dwi Hartono, yang posisinya ia gantikan.
Ibu dua anak itu langsung menata Kota Surabaya sedemikian rupa menjadi tertata lebih baik dari sebelumnya. Mulai dari taman kota hingga jalur pedestrian ia tata dengan konsep yang lebih modern.
Namun, belum setahun menjabat, tepatnya pada Januari 2011, Risma diterpa isu pemberhentian usai Ketua DPRD Surabaya saat itu, Whisnu Wardhana, menurunkan Risma dengan hak angketnya. Risma dinilai melanggar UU usai mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 56/2010 yang intinya menaikkan pajak reklame hingga 25%.
Mendagri Gamawan Fauzi kala itu menegaskan Risma tetap menjabat sebagai wali kota dan menilai alasan pemakzulan Risma hanya mengada-ada. Lalu diketahui wacana pemberhentian Risma dikarenakan banyak kalangan di DPRD Surabaya yang tak senang dengan sepak terjang politiknya.
Langkah Risma merombak wajah Kota Surabaya berbuah manis dengan penghargaan Adipura pada 2011-2014 dan 2016. Kota Surabaya turut menerima Lee Kuan Yew City Prize pada Juli 2018, menjadikannya kota pertama di Indonesia yang memperoleh penghargaan bergengsi dunia tersebut.
Secara individu sebagai wali kota, ia juga pernah dinobatkan sebagai wali kota terbaik ketiga di dunia versi World City Mayors Foundation, dan masuk jajaran 50 tokoh berpengaruh di dunia versi majalah Fortune tahun 2015 bersanding dengan CEO Facebook Mark Zuckerberg, PM India Narendra Modi, dan lainnya.
Risma ikut menerima penghargaan anugerah tanda kehormatan Bintang Jasa Utama dari Presiden Jokowi pada 13 Agustus 2015, atas prestasinya sebagai kepala daerah yang mengabdi kepada masyarakat.
Pada Pilwalkot Surabaya 2015, Risma maju kembali untuk periode kedua bersama Whisnu Sakti Buana. Mereka diusung PDIP dan berhasil menang telak atas rivalnya, Rasiyo-Lucy Kurniasari, dengan perolehan suara 86,34 persen.
Karier Politik Risma
Prestasi Risma sebagai Wali Kota Surabaya yang dikenal tegas dan pemberani menarik perhatian banyak pihak dan masyarakat. Ia juga pernah menolak jabatan-jabatan strategis. Apa saja?
Pada 2014, Risma pernah menolak tawaran sebagai menteri di kabinet Jokowi-Jusuf Kalla. Ia beralasan telah berjanji kepada masyarakat Surabaya untuk tetap memimpin Kota Pahlawan tersebut.
Tak berhenti di situ, ia juga sempat dilirik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk maju Pilkada DKI Jakarta 2017, dan lagi-lagi ditolak. Risma memilih melanjutkan tugasnya memimpin Surabaya.
Kedekatan Risma dengan Megawati pun banyak tergambar dalam beberapa momen. Seperti dari bagaimana cara Risma memimpin Kota Surabaya selama dua periode hingga saat ia dinilai ikut mempengaruhi Megawati dalam memilih Eri Cahyadi sebagai penggantinya di Pilwalkot Surabaya 2020.
Tak satu dua kali saja Megawati memuji Risma. Dalam berbagai kesempatan, Risma sering disebut sebagai kepala daerah yang selalu mengutamakan pekerjaannya sebagai pemimpin daerah.
“Saya mikir, mbok saya ini ketum yang berikan rekomendasi ke begitu banyak orang, mbok ya 80 persennya, atau 100 persennya, itu semuanya kayak Mbak Risma,” kata Megawati saat memberikan pengarahan dalam pengumuman calon kepala daerah PDIP tahap ke-IV, Jumat (28/8).
Megawati juga menunjuk Risma sebagai Ketua DPP PDIP bidang kebudayaan dalam kepengurusan periode 2019-2024. Ia pun mengaku cukup kaget tawarannya diterima oleh Risma.
“Tadi malam dan tadi pagi saya coba menghubungi orang ini (Risma). Jadi, saya pikir ajaib juga kok mau. Jadi untuk bidang kebudayaan yang hari ini, mohon maaf (tidak hadir) karena sedang bongkar-bongkar sekolah, Ibu Tri Rismaharini,” kata Megawati, Sabtu (10/8/2019).
Begitu juga saat nama Risma muncul untuk menjadi Mensos pengganti Juliari Batubara. Ia tak ingin bicara banyak soal wacana tersebut dan memilih menyerahkan keputusannya kepada Megawati.
“Yang nawari sopo? Nanti kita lihatlah, saya ngikut Bu Mega saja,” ujar Risma di rumah dinas Walkot Surabaya, Senin (14/12).
“Istikharah dulu, entar ngomong iyo-iyo, enggak bisa. Kan ndak boleh sombong, ndak boleh takabur. Yang bisa ngukur aku ya aku, bukan orang lain,” lanjut Risma.
Menanti Kinerja Ciamik Risma di Kemensos
Kini, Risma mengemban tugas baru yang lebih berat dan cakupannya lebih luas, tak sekadar Kota Surabaya saja. Usai resmi ditunjuk sebagai Mensos, ia memiliki tugas tidak mudah, apalagi orang yang menempati posisi tersebut sebelumnya tersangkut kasus bansos bagi masyarakat terdampak pandemi COVID-19.
Meski begitu, Risma juga dinilai perlu menahan sifat emosionalnya yang tak jarang diluapkannya. Sebab, sikap emosional Risma yang terlihat saat memimpin Kota Surabaya justru dapat jadi bumerang bagi dirinya sendiri.
“Bu Risma itu orangnya sangat emosional, suka marah-marah. Kalau marah mengerikan, marahnya Bu Risma bahkan lebih mengerikan daripada Ahok. Saya kira emosionalnya harus ditahan, supaya jangan mengaburkan analisis dalam melihat persoalan,” kata pengamat politik, M. Qodari.
Kita nanti terobosan Risma untuk mengubah citra Kemensos, kabinet Jokowi-Ma’ruf, dan prestasi-prestasi lainnya.