Jutaan Tahun yang Lalu, 1 Hari Tidak Sampai 24 Jam

Penelitian ilmuwan menyebutkan bahwa dalam 70 juta tahun belakangan ini, perputaran (rotasi) bumi melambat setengah jam. Dari temuan tersebut diketahui berjuta tahun yang lalu 1 hari di bumi tidak sampai 24 jam sehari.(Foto: Net)

Gempita.co-Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan menyebutkan bahwa dalam 70 juta tahun belakangan ini, perputaran (rotasi) bumi melambat hampir setengah jam. Berdasarkan temuan tersebut diketahui berjuta tahun yang lalu 1 hari di bumi tidak sampai 24 jam sehari.

Dilansir Cosmos Magazine, Selasa (17/3/2020), hasil penelitian itu diungkapkan para ilmuwan yang mempelajari pita pertumbuhan dalam fosil moluska (kerang) yang hidup tidak lama sebelum dinosaurus punah.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Hewan air tersebut berasal dari kelompok yang telah punah yang dikenal sebagai kerang rudist. Menurut ilmuwan, kerang ini telah ada sekitar 65 juta tahun lalu. Hewan ini dikenal suka membuat cangkangnya satu lapis pada suatu waktu.

“Berbanding sedikit dengan cincin pohon,” kata Niels de Winter, ahli  paleoklimatologi di Vrije Universiteit Brussel, Brussels, Belgia, yang juga penulis utama jurnal Paleoceanography dan Paleoclimatology.

Cincin pohon merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur usia pohon. Dengan menggunakan laser, de Winter mengatakan, timnya mampu menembak lubang kecil dalam fosil.

Mereka lalu memeriksa komposisinya pada skala mikron. Hal itu disebut tidak mungkin bisa dilakukan manusia yang melakukan penelitian dengan mikroskop.

“Ini memungkinan kita untuk mengukur bagaimana komposisi kerang berubah selama periode waktu yang singkat dan meneliti perubahan yang sangat cepat di lapisan cangkang itu. Dari itu kita bisa menghitung jumlah hari dalam satu tahun, karena kita juga bisa melihat siklus musiman,” kata de Winter.

Melalui penelitian serupa, para peneliti bisa merekonstruksi tingkat detail cuaca jauh di masa lalu, terutama di era hangat seperti di masa kerang hidup.

“Kami para ilmuwan iklim sangat tertarik dengan rekonstruksi seperti itu, karena mereka dapat mengajari kami bagaimana pola dalam cuaca ekstrem dan iklim akan berevolusi dalam waktu dekat,” pungkasnya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali