Kartu Prakerja Indonesia Dikritik Pejabat World Bank

Jakarta, Gempita.co – Program perlindungan sosial untuk penanganan dampak pandemi Covid-19, dinilai tidak ideal karena perlu bantuan tambahan selain dana, seperti pelatihan dan pendidikan.

Demikian diungkapkan Managing Director of Development Policy and Partnerships World Bank, Mari Elka Pangestu menyoroti penyelenggaraan kartu pra kerja di Indonesia.

Mari mengungkapkan hal itu saat berbicara dalam 19th Economix International Dialogue. Forum itu digagas oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tema A Rising Promise: Social Protection in Southeast Asia.

Mari memandang, perlindungan sosial berupa cash plus sangat diperlukan oleh negara berkembang yang terdampak pandemi Covid-19. Cash plus artinya terdapat tambahan manfaat dari program perlindungan sosial selain bantuan dana tunai, yakni dapat berupa pendidikan, pelatihan, maupun kesehatan.

“Program perlindungan sosial sebaiknya juga membangun modal manusia dengan memberikan pelatihan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan di masa depan. Program juga harus bisa beradaptasi dan lincah, termasuk terhadap wilayah-wilayah yang membutuhkan,” terang Mari, dikutip dari keterangan resmi pada Selasa (9/11/2021).

Menurut mantan Menteri Perdagangan serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI itu, program kartu prakerja termasuk ke dalam perlindungan sosial cash plus.

“Program kartu prakerja cukup ideal sebagai salah satu model perlindungan sosial. Namun model perlindungan sosial yang ideal selain memberikan bantuan keuangan juga harus memiliki elemen pengembangan modal manusia dan bersifat inklusif. Artinya, program perlindungan sosial cash plus harus dapat menjangkau sektor informal, perempuan, dan penyandang disabilitas,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Purbasari mengklaim bahwa poin-poin dari pemaparan Mari Elka sudah termaktub dalam Program Kartu Prakerja. Hal tersebut bahkan telah diimplementasikan sejak 11 April 2020 dengan jumlah peserta mencapai 11,4 juta orang saat ini.

Menurut Denni, Kartu Prakerja juga menjadi pionir program government to person (G2P) di Indonesia yang melibatkan layanan teknologi finansial (fintech) dengan bank. Hal tersebut membantu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia, terlihat dari 27 persen peserta yang sebelumnya tidak memiliki rekening tabungan maupun e-wallet kini memilikinya.

“Program Kartu Prakerja juga terbukti inklusif, menjangkau peserta perempuan, penyandang disabilitas, mantan/calon pekerja migran Indonesia, lulusan sekolah dasar ke bawah, dan orang-orang dari daerah tertinggal,” tandas Denni.

Sumber: ATN

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali