Kasus ‘Bilik Asmara’: KPK Kritik MA ‘Sunat’ Vonis Suami Inneke Koesherawati

Jakarta, Gempita.co – Putusan sidang pengajuan kembali Mahkamah Agung (MA) terhadap terpidana koruptor Fahmi Darmawansyah, dikritik keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

MA menyunat vonis suami artis Inneke Koesherawati dari 3 tahun 6 bulan menjadi hanya 1 tahun 6 bulan dalam kasus suap jual beli fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“Sekalipun putusan hakim haruslah tetap kita hormati, namun di tengah publik yang saat ini sedang bersemangat dalam upaya pembebasan korupsi, penggunaan terminologi ‘kedermawanan’ dalam putusan tersebut mengaburkan esensi dari sifat kedermawanan itu sendiri,” ujar Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/12).

Majelis hakim agung PK yang dipimpin Salman Luthan dengan anggota Abdul Latif dan Sofyan Sitompul menilai, Fahmi tetap terbukti menyuap secara bersama-sama dan berlanjut. Perbuatan Fahmi terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Namun, majelis hakim agung PK menegaskan putusan Pengadilan Tipikor Bandung pada 20 Maret 2019 harus dibatalkan. Menurut majelis, hukuman 3 tahun 6 bulan penjara sangat tidak adil. Untuk itu, MA mengadili kembali perkara ini di tahap PK.

Ali menjelaskan, KPK menilai perbuatan pemilik dan pengendali PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) itu sebagai perbuatan tercela karena ada kepentingan di balik itu.

“Bahkan dalam konteks penegakan hukum hal tersebut dapat masuk kategori suap atau setidaknya bagian dari gratifikasi yang tentu ada ancaman pidananya,” Ali menegaskan.

Kasus ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 20-21 Juli 2018 di Bandung, termasuk di Lapas Sukamiskin dan Jakarta. Saat itu, KPK menciduk Kalapas Wahid Husein, Fahmi, PNS Hendry Saputra, Andri Rahmat, dan artis Inneke Koesherawati (istri Fahmi).

Pengadilan Tipikor Bandung menyatakan Fahmi dan Andri Rahmat menyuap Wahid melalui Hendry Saputra. Suap berupa 1 unit mobil Mitsubishi Triton, sepasang sepatu boot, sepasang sandal merk Kenzo, 1 buah tas clutch bagLouis Vuitton, dan uang Rp 39,5 juta.

Fahmi alias Emi alias Fahmi Saidah saat itu adalah terpidana kasus suap kepada para pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam pengurusan proyek satelit monitoring dan drone di Bakamla. Sedangkan Andri Rahmat narapidana perkara pidana umum dan tahanan pendamping untuk Fahmi.

Suap tersebut terbukti karena Fahmi memperoleh berbagai fasilitas istimewa narapi dari Wahid Husen. Antara lain berupa ‘bilik asmara’.

Sumber: Berbagai Sumber

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali