Jakarta, Gempita.co – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM tengah memprioritaskan agenda modernisasi koperasi dalam menghadapi tantangan-tantangan baru di tengah perkembangan dan kemajuan teknologi.
Meskipun di tengah pandemi, namun KemenKopUKM tetap konsisten mengawal pencapaian target 500 koperasi modern pada 2024 mendatang.
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi dalam konferensi pers menjelaskan proses modernisasi terbagi menjadi empat tahap, yakni fase permodelan yang digelar tahun ini, fase replikasi pada tahun 2022, fase masifikasi pada tahun 2023, dan pemantapan serta pengembangan lanjutan pada 2024.
Zabadi menjelaskan setidaknya ada enam pendekatan umum untuk memodernisasi koperasi, antara lain akses pembiayaan, fasilitasi kemitraan dan akses pemasaran, adopsi teknologi, restrukturisasi kelembagaan melalui amalgamasi, spin off atau pemekaran usaha, hingga pengembangan model koperasi multi pihak.
Khusus untuk pendekatan dari aspek akses pembiayaan, Zabadi menyebut pihaknya siap menyalurkan dukungan pembiayaan pada koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM (LPDB-KUMKM) dengan dua skema, yakni modal kerja dan investasi.
“Investasi diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan pabrikasi, sedangkan di on farm, kami arahkan petani untuk memanfatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR),” imbuhnya di Jakarta, Jumat (12/11).
Sedangkan untuk pendekatan fasilitasi kemitraan, Zabadi mengatakan hal itu dilakukan agar koperasi mendapat kepastian terkait akses pemasaran dimana produk-produk mereka ke depan sudah ada yang menyerap lewat kerja sama dengan pihak swasta.
Terkait hal itu, ia menyebut koperasi yang akan menjadi role model modernisasi ialah mereka yang sudah memiliki offtaker, seperti Koperasi Tani Hijau Makmur di Tanggamus, Lampung yang bergerak pada komoditas pisang cavendish dengan offtakernya PT Great Giant Pinneaple (GGP).
“Alhamdulillah pada September 2021 lalu, telah dilakukan ekspor perdana ke Singapura. Pisang cavendish ini memang kita arahkan untuk ekspor dan kita bangun dengan model korporatisasi pangan melalui koperasi,” kata Zabadi.
Tak hanya itu, KemenKopUKM juga akan melakukan pendekatan lewat adopsi teknologi. Adanya dukungan teknologi menurut Zabadi diperlukan pada aspek pabrikasi dalam rangka meningkatkan produktivitas sehingga ia terus mendorong koperasi masuk ke ekosistem digital.
“Misalnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) kita dorong untuk bertransformasi digital dan kita ajak tech provider terlibat dalam proses itu,” sebutnya.
Berikutnya, Zabadi memaparkan pendekatan melalui restrukturisasi kelembagaan dilakukan untuk mendorong koperasi-koperasi kecil yang tidak memiliki skala ekonomi agar mereka melakukan merger atau dalam dunia perkoperasian kerap disebut sebagai amalgamasi.
Ia menuturkan bahwa proses amalgamasi bukanlah hal yang baru dalam dunia koperasi. Amalgamasi itu sudah menjadi tradisi yang kuat dan telah ada sejak era 1980-1990an, seperti KUD yang hadir dari proses merger pada masanya. Contoh lain, misalnya, Kospin Jasa Pekalongan, yang saat ini asset mencapai 11 trilyun lahir dari merger 4 koperasi. Koperasi Telekomunikasi Seluler (Kisel) yang memiliki aset sekitar 7 triliun merupakan hasil merger 11 koperasi.
Sedangkan terkait proses pemekaran usaha atau spin off, saat ini telah terdapat sejumlah koperasi dengan jumlah anggota yang masif tengah didorong untuk melakukan pendekatan tersebut demi melayani kebutuhan anggotanya.
Tak terbatas pada kebutuhan simpan pinjam, Zabadi mengatakan proses spin off nantinya akan memenuhi kebutuhan layanan nonfinansial bagi para anggota.
“Dalam beberapa hal memang perlu untuk memberi opsi luas bagi koperasi di tanah air sehingga kita bisa lihat akhirnya ada koperasi besar dalam satu grup holding company berbadan hukum koperasi,” sambungnya.
Untuk itu, ia mendorong koperasi-koperasi, khususnya KSP, untuk menginisiasi pembentukan kelembagaan di sektor riil, seperti Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI) yang tengah menyiapkan koperasi jasa konstruksi dan perumahan.
“Lebih dari 10 koperasi sedang melakukan spin off yang meningkatkan layanan secara komprehensif, bukan saja di aspek pembiayaan, tetapi juga mendukung layanan nonfinansial lewat konsolidasi dalam wadah koperasi sektor riil sesuai potensi usaha yang dikembangkan anggota,” tandas Ahmad Zabadi.
Sedangkan pada pendekatan melalui model koperasi multipihak, Ahmad Zabadi menerangkan bahwa hal itu tak lepas dari upaya KemenKopUKM untuk menangkap kalangan muda, khususnya para pelaku startup agar mau bergabung dengan entitas koperasi.
“Namun koperasi multipihak ini juga sangat relevan ketika kita akan mengembangkan korporatisasi di sektor pangan karena keterlibatan berbagai pihak bisa menimbulkan hal baik untuk mengonsolidasikan petani-petani kecil menjadi bagian dari koperasi itu sendiri,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sepanjang tahun ini KemenKopUKM telah berhasil menjaring sebanyak 100 koperasi sebagai role model koperasi modern, terdiri atas 40 unit koperasi pangan dan 60 unit di sektor lain yang meliputi KSP, koperasi pariwisata, pemekaran koperasi, koperasi digital, dan koperasi milenial.
Proses modernisasi koperasi akan dilakukan secara bertahap dan Zabadi menegaskan bahwa untuk tahun ini adalah tahap permodelan. Artinya, hasil permodelan yang dilakukan tahun ini bukan sebuah hasil akhir, melainkan proses kick off modernisasi koperasi.
“Terutama untuk koperasi yang kita jadikan piloting, akan kita beri akses pembiayaan supaya bisa melakukan pengembangan bisnisnya,” pungkas Zabadi.