Jakarta, Gempita.co-Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak adanya pasal-pasal yang berpotensi menghalangi kemerdekaan pers dalam draft Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah ke DPR.
“Kami menolak adanya Pasal 18 ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah yang mengatur sanksi administrasi terkait pelanggaran Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers,” ujar Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari di Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Atal menegaskan, UU Pers tidak boleh membuka pintu belakang dengan memberikan kewenangan melalui Peraturan Pemerintah. Selain itu, pihaknya juga menolak pasal-pasal yang memberi kewenangan pemerintah memberi sanksi kepada pers.
“Silakan sanksi diatur pada Pasal 18 ayat (3) UU Pers saja seperti sekarang ini. Namun bila nominalnya mau dinaikkan silakan, PWI setuju, asal tidak membunuh kemerdekaan pers,” tegasnya.
Kendati demikian, pihaknya mendukung kenaikan sanksi dalam pidana pers agar semakin profesional. PWI setuju terkait naiknya sanksi sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2) UU Pers. Hal tersebut sebagai bentuk kesetaraan di hadapan hukum, baik untuk orang yang menghalangi kerja jurnalistik maupun perusahaan pers pelanggar Pasal 5 ayat (1) UU Pers.
“Naiknya sanksi ini diharapkan bisa menjadi pengingat, baik kepada masyarakat atau pers itu sendiri. Sanksi pidana pers yang semula pidana dendanya Rp 500 juta naik menjadi Rp 2 miliar,” ujar Atal.
“Terkait Pasal 18 ayat (1), khususnya yang merujuk kepada Pasal 4 ayat (3), kami meminta narasinya diubah. Legal standing pasal ini tidak semata-mata perusahaan pers, tetapi juga wartawan. Setidaknya ada dalam penjelasan yang dimaksud pers nasional adalah perusahaan pers dan atau wartawan,” sambung Pemred Suara Karya ini.(rkm)