Kepala BPOM: Vaksin Sinovac Tidak Mengandung Bahan Berbahaya

Obat Covid-19 yang sudah siap dipasarkan adalah vaksin dalam bentuk inhaler/Foto: Reuter

Jakarta, Gempita.co – Pemerintah telah mulai mendistribusikan vaksin Covid-19 ke berbagai daerah. Presiden Joko Widodo rencananya akan menerima suntikan vaksin pertama pada Rabu, 13 Januari 2021 mendatang.

Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum merilis izin penggunaan darurat bagi vaksin buatan Sinovac tersebut.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Kepala BPOM Penny K Lukito menyatakan, perizinan tersebut masih diproses. Namun, saat ini BPOM telah memastikan CoronaVac, vaksin Covid-19 produksi Sinovac dibuat dari bahan-bahan yang aman bagi manusia.

“Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan, Badan POM dapat memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya,” kata Penny kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/1).

Ia mengatakan untuk menjamin mutu CoronaVac, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin. Evaluasi mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.

BPOM bersama tim, kata dia, telah melakukan inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac di Tiongkok. BPOM akan terus mengawal keamanan vaksin tersebut meski nanti sudah mendapat izin penggunaan darurat atau EUA.

Dalam proses itu, lanjut dia, BPOM berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan serta Komite Nasional dan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas dan Komda PP KIPI) untuk melakukan pemantauan.

Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), kata dia, dilakukan terhadap pelaporan yang diterima dari tenaga kesehatan atau industri farmasi pemilik vaksin atau masyarakat untuk memastikan keamanan vaksin setelah beredar.

Kepala BPOM mengatakan sesuai pedoman Badan Kesehatan Dunia (WHO) akan terus mengamati (surveilans) secara aktif untuk CoronaVac terhadap Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) oleh Kemenkes, Komnas/Komda PP KIPI dan WHO.

“Jika ada efek samping serius, maka laporan harus disampaikan ke Badan POM dalam waktu 24 jam, sebagai laporan awal sejak mengetahui adanya informasi tersebut. Industri farmasi pemilik EUA juga harus memastikan terlaksananya pelaporan oleh distributor dan rumah sakit/puskesmas,” katanya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali