Kampar, Gempita.co – Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menggenjot produksi budidaya ikan air tawar di masyarakat. Usaha budidaya ikan air tawar seperti patin dan lele menjadi populer di kalangan pembudidaya karena waktu pemeliharaan yang relatif singkat dengan modal yang terjangkau serta memiliki pasar yang cukup luas karena digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Peluang ini dimanfaatkan oleh masyarakat di dua desa di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau untuk melakukan usaha budidaya secara bersama-sama yakni Desa Koto Masjid dengan budidaya ikan patin dan Desa Hangtuah dengan budidaya ikan lele.
Kedua desa tersebut kini lebih dikenal dengan julukan kampung patin dan kampung lele. Melalui Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam, KKP bekerjasama dengan pemerintah daerah secara rutin melakukan pembinaan dan penyaluran bantuan untuk mengembangkan potensi dua desa tersebut.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyatakan bahwa gairah masyarakat untuk melakukan usaha budidaya menunjukkan nilai strategis dari perikanan budidaya sebagai pemasok kebutuhan pangan masyarakat berbasis ikan dan penggerak ekonomi nasional.
“Pertumbuhan produksi perikanan nasional yang terus naik, menunjukkan kebutuhan masyarakat akan protein hewani yang terus meningkat. Untuk itulah KKP terus mendorong kegiatan usaha budidaya di masyarakat yang dijalankan secara bertanggunjawab dan berkelanjutan” ujar Slamet, dalam keterangan, Minggu (25/10).
Menurut data sangat sementara produksi komoditas utama perikanan budidaya air tawar tahun 2019 mencapai 3,4 juta ton.
Slamet juga mengimbau kepada usaha budidaya yang dilakukan masyarakat hendaknya menerapkan praktik budidaya yang efisien dan berwawasan lingkungan. Pembudidaya diharapkan dapat terus mendukung program pemerintah seperti Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) maupun Cara Pembuatan Pakan Ikan yang Baik (CPPIB) guna meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.
“Dengan komunikasi dan koordinasi yang baik antar sesama pembudidaya maupun dengan tim teknis dan dinas perikanan setempat akan mewujudkan keberlanjutan usaha dan kesejahteraan bersama” imbuh Slamet.
Menyambung apa yang dikatakan Slamet, Kepala BPBAT Sungai Gelam, Boyun Handoyo mengatakan bahwa Kampung Patin di Desa Koto Masjid merupakan salah satu contoh proses budidaya yang terintegrasi mulai dari hulu hingga ke hilir, yakni mulai dari pembenihan, pembesaran, hingga pasca panen.
Sebagai informasi, tingkat produksi patin konsumsi di Kampung Patin mencapai 3-5 ton perhari. Selain menghasilkan panen ikan segar, masyarakat Kampung Patin juga mampu mengolah hasil panen dengan membuat salai Ikan Patin dengan kapasitas produksi mencapai 10 ton per hari.
“Guna mendukung produktivitas masyarakat, BPBAT Sungai Gelam secara aktif melakukan pembinaan dan menyalurkan bantuan berupa calon induk unggul dan penerapan inovasi teknologi penetasan dengan menggunakan corong pada Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang ada di Kampung Patin” tambah Boyun.
Boyun menilai bantuan calon induk yang disalurkan merupakan program strategis dari KKP yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan calon induk unggul yang akan menghasilkan benih bermutu yang beredar di masyarakat.
Menurut catatan, hingga bulan September 2020 BPBAT Sungai Gelam telah menyalurkan bantuan calon induk ikan air tawar seperti patin, lele, mas maupun nila sebanyak 7.160 ekor.
Kampung Lele
Sementara itu terkait Kampung Lele yang berada di desa Hangtuah, Boyun menyampaikan bahwa kampung tersebut telah berkembang sangat pesat menjadi pusat pembenihan ikan lele terbesar di pulau Sumatera. Ia mencatat UPR yang ada saat ini mencapai kurang lebih 300 unit dengan kapasitas produksi mencapai 10 juta ekor per bulan.
“Melihat potensi yang cukup bagus, selain rutin kami berikan bantuan calon induk unggul, tahun ini kami juga memberikan bantuan Revitalisasi UPR yang merupakan salah satu program prioritas KKP pada tahun 2020” pungkas Boyun.
Ketua Pokdakan Karya Mina Mandiri, Gatot yang merupakan penerima bantuan revitalisasi UPR tahun 2019 menyatakan bahwa bantuan ini memberikan pengetahuan yang baru bagi masyarakat Kampung Lele. “Sebelumnya masyarakat melakukan pembenihan dengan cara konvensional, kini sudah bisa dilakukan secara intensif dan bisa terukur karena masyarakat juga mendapatkan pembelajaran tentang berbudidaya ikan” ujar Gatot.
Gatot menjelaskan bahwa keuntungan yang didapatkan dari pembenihan ikan lele ini dapat mencapai hingga 200%. Hasil produksi tersebut didistribusikan ke wilayah Pekanbaru Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Sumatera Barat dan wilayah Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
“Kami menghaturkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP atas bantuan dan bimbingan yang diberikan untuk kemajuan kelompok kami dan masyarakat Kampung Lele pada umumnya” tutup Gatot.