KKP Galakkan Sosialisasi Pencegahan AHPND pada Budidaya Udang

Sitobondo, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya agar serangan Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) dapat dicegah sehingga tidak membahayakan usaha budidaya udang. Untuk itu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo menyelenggarakan webinar dalam rangka Sosialisasi Pencegahan AHPND pada Budidaya Udang pada Kamis (5/11).

“Sosialisasi semacam ini sangat penting dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pembudidaya dan seluruh stakeholder tentang langkah-langkah pencegahan dan penanganan AHPND sesuai dengan Perdirjen Perikanan Budidaya No. 165 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan AHPND, baik melalui webinar maupun secara langsung,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto saat memberikan sambutan pada webinar tersebut.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Slamet menjelaskan KKP juga telah membentuk Satgas Pengendalian Penyakit Ikan Nasional melalui Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 184/KEP-DJPB/2020 pada tanggal 20 Mei 2020.

“Upaya koordinatif telah dilakukan Tim Satgas dengan melakukan rencana aksi dalam hal penanganan AHPND,” kata Slamet.

“Upaya tersebut diantaranya surveilan, zonasi dan peningkatan kapasitas laboratorium pengujian AHPND, serta sosialisasi yang menjadi salah satu poin penting yang masuk kedalam rencana aksi,” sambungnya.

Slamet mengingatkan langkah-langkah dalam pencegahan AHPND yaitu persiapan wadah budidaya yang baik, lalu penggunaan benur, calon induk, induk serta pakan alami yang bebas AHPND. Kemudian tidak menggunakan induk yang berasal dari tambak dan penerapan biosecurity secara ketat dan konsisten.

“Penerapan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) dan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) juga perlu dilakukan. Selain itu, harus melakukan monitoring AHPND pada air, sedimen, pakan alami, larva, benur, udang dan feses secara rutin. Serta jangan lupa menerapkan sistem pengolahan limbah budidaya,” tambah Slamet.

Slamet juga menekankan penerapan SOP pencegahan AHPND sesuai dengan Perdirjen Perikanan Budidaya No. 165 Tahun 2019 secara konsisten telah terbukti mampu mengeliminir AHPND.

“Kita pelaku budidaya harus tetap optimis. Tanpa optimisme berarti kita berjalan setengah-setengah dalam menjalankan budidaya. Selain itu, kita punya target produksi, dimana kita juga harus tetap memenuhi target produksi udang nasional tersebut,” kata Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI) Banyuwangi, Yanuar Toto Raharjo yang menjadi salah satu narasumber dalam webinar tersebut.

Menurut Yanuar, antisipasi pencegahan AHPND dapat dilakukan mulai dari perencanaan produksi dengan menghitung dengan cermat carrying capacity (daya dukung), lalu persiapan tambak menggunakan pengapuran pada lahan dan air media budidaya. Kemudian, menggunakan benur yang bebas AHPND dan pengelolaan kualitas air yang baik. Dan terakhir manajemen pakan dengan penerapan autofeeder dan menjaga kualitas pakan sehingga akan mendukung vitalitas udang.

Profesor dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Sukenda menambahkan bahwa pencegahan dan penanganan AHPND memerlukan pendekatan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dalam pengembangan dan impementasi biosekuriti.

“Sistem manajemen risiko HACCP ini dapat diterapkan dalam kegiatan budidaya, terutama untuk mencegah peluang introduksi penyakit dan untuk menurunkan risiko penyakit,” tutur Sukenda.

Sebagai informasi, HACCP merupakan sistem manajemen risiko berdasarkan hazard analysis dan telah digunakan secara luas untuk mengindentifikasi dan mengontrol risiko bahaya baik secara kimia, fisika dan biologi untuk kesehatan manusia dalam sistem pengolahan makanan.

Sumber: Humas Ditjen Perikanan Budidaya

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali