Jakarta, Gempita.co – Sinergitas antara pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan, menjadi kunci penguatan sektor kelautan dan perikanan. Tak hanya dari sisi kegiatan, melainkan juga dari aspek pembiayaan.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti mengungkapkan sektor swasta bisa berperan vital mengingat adanya keterbatasan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD).
Senada, Reghi Perdana dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan bahwa kerangka pendanaan infrastruktur 2020 – 2024 mencapai Rp. 6.445 T yang terbagi atas 37% pemerintah, 21 % BUMN dan 42% swasta. “Diharapkan peran swasta menjadi lebih besar ke depan,” ujar Reghi.
Artati menambahkan, “Pemerintah sedang mencoba menarik minat sektor swasta dengan menawarkan berbagai skema dibawah Public-Private Partnership (PPP) untuk membiayai pembangunan. Tidak terbatas pada infrastruktur fisik saja, tetapi juga infrastruktur sosial,” katanya saat membuka FGD PPP bertema “Peluang dan Tantangan Public-Private Partnership pada Sektor Kelautan dan Perikanan yang Berkelanjutan” di Bogor, Rabu (11/11).
Saat ini, telah banyak praktik kemitraan usaha yang berkembang, salah satunya melalui kerja sama usaha dalam konteks PPP atau Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Artati menambahkan, KPBU adalah skema penyediaan infrastruktur publik yang melibatkan peran pihak swasta dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU.
Melalui skema KPBU, pemerintah dan swasta dapat berbagi tanggung jawab dan risiko atas pembangunan infrastruktur publik. Selain mempercepat ketersediaan infrastruktur publik yang memadai, berkesinambungan, efektif dan efisien, skema ini juga mendorong optimalisasi APBN/APBD untuk menjalankan program prioritas pemerintah lainnya.
Menurut Artati, kemitraan usaha yang terbangun antara pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan dengan swasta dalam pengembangan sektor usaha juga sudah berkembang dengan baik. Termasuk dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang cukup berperan dalam mendorong pengembangan PPP di Indonesia.
“Contohnya dengan membangun model-model kemitraan dengan negara buyer serta penguatan kapasitas dan kelembagaan pelaku usaha mikro kecil (nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar) untuk bermitra dengan pelaku pasar global,” terang Artati.
Mengingat karakteristik usaha sektor kelautan dan perikanan saling terkait antara hulu dan hilir, maka kemitraan usaha secara horisontal (usaha dari sisi hulu hingga hilir) dan vertikal (usaha skala kecil hingga besar) serta peran pemerintah dalam menjembatani kegiatan tersebut menjadi penting.
“Untuk itu, kita perlu mengidentifikasi skema-skema yang telah ada, agar kita mampu mendapatkan informasi yang utuh terkait pelaksanaan PPP di Indonesia,” kata Artati.
Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Budhi Wibowo menjabarkan beberapa skema kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk mendukung peningkatan suplai bahan baku perikanan. Skema tersebut diantaranya, pembentukan kawasan budidaya dengan memanfaatkan tanah pemerintah, tanah milik BUMN, dan tanah milik rakyat.
“Pemanfaatan tanah pemerintah dijadikan tambak oleh investor swasta, bisa menggunakan pola kerja sama bagi hasil. Setelah kerja sama selesai, maka aset diserahkan kembali ke pemerintah,” terang Budhi.
Namun, skema tersebut akan lain jika memanfaatkan tanah milik BUMN. Pemerintah hanya mendukung pembangunan infrastruktur berupa irigasi, listrik, dan jalan. Selanjutnya investor swasta membangun tambak, peralatan dan modal kerja dengan menggunakan pola kerja sama bagi hasil. Setelah kerja sama selesai, maka aset diserahkan kembali ke BUMN.
Tujuan
Adapun aset pemerintah yang berada di pelabuhan perikanan bisa dikerjasamakan dengan swasta yang membangun atau melengkapi sarana prasarana. Tujuannya, agar sektor swasta bisa menyuplai es ke nelayan, melakukan pengolahan dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan baik lokal maupun ekspor.
Disamping itu, untuk mendukung logistik rantai dingin, pemerintah bisa bekerja sama dengan swasta dalam membangun pelabuhan untuk mendukung transportasi/logistik produk frozen terutama dari Indonesia Timur.
Dengan begitu, pengiriman produk perikanan melalui ‘port to port’ dan ‘door to door’ bisa dilakukan dengan membangun jalur distribusi produk frozen food dengan menyediakan alat transportasi (kereta, truk dan kapal) yang mempunyai sarana penyimpanan produk beku (reefer container, mini/portable cold storage) yang bisa digunakan untuk menerima layanan pengiriman dalam jumlah sedikit.
“Di dalam ‘port’ harus tersedia cold storage/reefer container untuk penyimpanan sementara,” terang Budhi.
Karenanya, guna mewujudkan transportasi produk frozen ‘door to door’ dengan ongkos yang kompetitif, diperlukan sinergitas dan kolaborasi pemerintah dengan perusahaan logistik baik BUMN maupun swasta.
Senada, Direktur Logistik Ditjen PDSPKP, Innes Rahmania memastikan KKP berkomitmen untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok hasil perikanan nasional diantaranya melalui implementasi konsepsi Sistem Logistik Ikan Nasional. Dimana adanya sistem manajemen rantai pasokan hasil kelautan dan perikanan serta informasi mulai dari pengadaan, penyimpanan, transportasi hingga distribusi.
“Rantai pasok yang efisien tentu akan berdampak positif bagi pelaku usaha,” tutup Innes.
Sumber: Humas Ditjen PDSPKP