Palembang, Gempita.co- Perairan rawa banjiran (flood plain area) mempunyai posisi strategis dan berfungsi sebagai tempat spawning, nursery dan feeding ground untuk ikan.
Pemanfaatan rawa banjiran dapat memberikan manfaat dalam pemenuhan sumber pangan yang berasal dari ikan dan mencukupi kebutuhan gizi masyarakat dari protein ikan.
Optimalisasi pengelolaan di perairan rawa dengan cara memaksimalkan fungsi lebung buatan untuk mendukung peningkatan produksi rawa banjiran.
Rawa banjiran merupakan ekosistem yang lebih cepat rusak dan hilang dibandingkan dengan ekosistem lain. Rawa banjiran tidak hanya rentan terhadap perubahan langsung, seperti konversi menjadi lahan pertanian atau pemukiman, tetapi juga rentan terhadap perubahan kualitas air sungai yang mengaliri rawa itu sendiri.
Akibatnya keanekaragaman ikan lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan ekosistem lain. Kerusakan lingkungan ini diindikasikan dengan rendahnya keanekaragaman ikan dan besarnya dominasi komunitas ikan oleh spesies ikan kecil.
Ancaman rusak, hilang, dan berubahnya habitat kawasan rawa di Sumatra Selatan (Sumsel), yaitu punahnya beberapa jenis ikan ekonomis penting yang menjadi target tangkapan nelayan seperti ikan belida sumatera (Chitala hypselonotus), ikan gabus (Channa striata), dan ikan toman merah (Channa moruloides) perlu mendapatkan perhatian khusus. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) , mengembangkan model pengelolaan SPEECTRA (Special Area for Conservation and Fish Refugia) di Patra Tani, Kabupaten Muara Enim, Sumsel.
“Manusia diberikan kecerdasan intelektual yang luar biasa. Apa yang sudah diberikan Tuhan, wajib kita pelajari dan kembangkan untuk kemaslahatan kita bersama. Kita sama-sama kerja keras bagaimana ciptaan Tuhan di perairan darat bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya. Mempelajari perikanan, jangan hanya teori ada gambarnya saja, tapi bentuk asli ikannya harus ada,” ujar Kepala BRSDM Sjarief Widjaja pada saat meninjau lahan SPEECTRA, Sabtu (17/10).
“Karakteristik rawa banjiran di Sumsel ini memang sangat menarik. Pada saat musim hujan akan menjadi rawa besar, yang airnya menutup semua permukaan. Pada saat musim kemarau air akan hilang dan akan tersisa di ceruk-ceruk kecil tempatnya ikan. Kita ingin melihat bagaimana caranya supaya ikan-ikan endemik asli Sumsel ini, maupun Indonesia pada umumnya, mereka bisa hidup terus di lokasi Patra Tani. Apabila di Indonesia sudah ada taman margasatwa, di Patra tani kita kembangkan sebagai fisheries park,” lanjut Sjarief.
Ia mengatakan, pihaknya tidak hanya melakukan penebaran benih, akan tetapi berharap Patra Tani menjadi menjadi tempat indukan untuk berkembang biak ikan secara berkelanjutan.
“Konsep pengelolaan rawa banjiran yang di lakukan di Patra Tani memberi manfaat untuk restocking di alam, khususnya sungai Musi, karena model yang dibuat dapat mengatur pola buka tutup pintu air pada saat-saat tertentu dan membiarkan anakan ikan keluar dari lokasi Patra Tani masuk ke sungai. Luas Patra Tani 50 hektar dibuat dalam bentuk kolam-kolam dengan luasan 1 hektar, yang terdiri dari kolam untuk domestikasi, pembesaran serta kolam pemancingan. Setiap kolam dibuat dengan gaya menarik dan informatif, dilengkapi dengan saung-saung pusat informasi tentang ikan yang ada serta tanaman asli rawa banjiran seperti meranti, ditumbuhkan,” tuturnya.
Menurut Sjarief, model SPEECTRA ini merupakan yang pertama di Sumsel dan tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan di daerah lainnya sebagai tempat sumber plasma nutfah untuk lingkungan sekitarnya.
Sementara itu Kepala Pusat Riset Perikanan Yayan Hikmayani mengatakan, Patra Tani merupakan wilayah lahan rawa marjinal, yang telah dimodifikasi dan dikerjakan oleh Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluh Perikanan (BRPPUPP) Palembang. Hasil modifikasi tersebut dijadikan percontohan suatu model pengelolaan perikanan dengan sistem rawa banjiran. Model pengelolaan yang disebut SPEECTRA ini, sebagai suatu bentuk modifikasi lahan rawa yang mengutamakan konservasi dan sebagai tempat refugia ikan-ikan rawa banjiran. Refugia adalah suatu area di mana populasi organisme dapat bertahan hidup melalui periode kondisi yang tidak menguntungkan. Dengan demikian, SPEECTRA merupakan model ekosistem rehabilitasi buatan pada daerah dataran banjir yang berupa lebung-lebung, yang merupakan bentuk perlindungan atau suaka perikanan di perairan umum daratan.
Ditambahkan Kepala BRPPUPP Arif Wibowo, saat ini SPEECTRA tahap 1, 2 dan 3 telah dibangun bertahap sejak tahun 2019, dengan luas 3 hektar sebagai percontohan, yang akan dikembangkan hingga mencapai 40 hektar. Pada tahun 2020 merupakan tahun evaluasi pertama bagi SPEECTRA 1, dimana diduga ikan yang akan terperangkap pada SPEECTRA terdiri dari Sepat Siam (Trichogaster pectoralis), Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus), Gabus (Channa striata), Betok (Anabas testudineus), Tambakan (Helostoma temminckii), Lele (Clarias spp.), dan Sepatung (Peristolepis fasciatus).
Tim Peneliti BRPPUPP, yang terdiri dari Agus Djoko Utomo, Samuel, dan Siswanta Kaban, memperkirakan SPEECTRA dapat meningkatkan pendapatan nelayan sekitar, dengan perkiraan cadangan produksi ikan yang dapat dihasilkan lebih dari Rp 100 juta per model per tahun. Dapat dibayangkan apabila SPEECTRA dapat diaplikasikan di seluruh Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumsel, maka sumber protein dan habitat ikan dapat dijaga dari ancaman bahaya kepunahan.
Menanggapi rencana tersebut, Plt. Bupati Muara Enim Juarsah mengaku sangat bangga dan bersyukur bahwa Kabupaten Muara Enim dipilih sebagai salah satu lokasi instalasi BRPPUPP Palembang.
Tak hanya itu, rasa syukur ini pun, lanjut Juarsah, berlipat ganda dengan akan dijadikannya model konservasi dan pengelolaan perikanan perairan darat, khususnya tipe daerah rawa banjiran atau SPEECTRA.
Ia berharap, apa yang direncanakan BRSDM nantinya dapat meningkatkan pendapatan dan mencukupi kebutuhan protein masyarakat Sumsel melalui swasembada di bidang perikanan. Ia juga berharap rencana tersebut dapat meningkatkan jumlah ketersediaan ikan lokal, sehingga generasi ke depan masih dapat menikmati lezatnya aneka ikan lokal dari perairan umum.